Seorang laki laki berperawakan tubuh tinggi dengan tas ransel di pundak kirinya itu berjalan tergesa gesa menuju ruang ICU yang sudah seseorang beritahu kepadanya. Ia berada di puncak kekhawatiran, dimana ia takut setakut takutnya jika kini ia kembali kehilangan untuk yang kedua kali.
Mata cowok itu memerah dengan genangan air mata yang siap tumpah kapan saja. Ditengah tengah ketergesa gesaan itu ia harus berhenti berjalan ketika netranya menangkap pria paruh baya yang amat sangat ia rindukan. Namun mendekat saja rasanya ia tak mampu.
Cowok itu berdiri mematung ditempat. Padahal tinggal beberapa langkah lagi ia akan sampai di tempat tujuannya. Namun kakinya terlalu berat untuk kembali melangkah.
Sedangkan seorang pria paruh baya yang menyadari kedatangan laki laki asing di hadapanya segera berdiri. Pasalnya laki laki itu memandangnya sengan mata yang memerah terisi air mata. Pria paruh baya itupun mendekati laki laki itu sambil memasang ekspresi penuh tanya.
"Mau cari siapa, Nak?"tanya pria paruh baya itu dengan halus.
Cowok itu tak sanggup lagi, ia menumpahkan air matanya detik itu juga. Membuat pria paruh baya dihadapannya semakin kebingungan.
"Kamu mencari siapa? Keluarga kamu ada yang dirawat disini?"
"A-adik saya ada di dalam."kata cowok itu terbata bata.
Pria paruh baya dihadapanya terkejut, namun sesegera mungkin mengganti raut wajahnya.
"Kamu salah ruangan, Nak. Ini ruangan anak saya."
Cowok itu menundukkan kepalannya. Lalu membuka masker yang menutupi hidung dan mulutnya.
"Anda nggak kenal saya?"tanya cowok itu pada pria didepannya.
"Tidak, memangnya kita pernah bertemu? Atau saya yang lupa?"
Cowok itu mengulurkan tanganya untuk dijabat. Pria di hadapannya pun membalas uluran tangan itu tanpa berlama lama.
"Nama saya Ghazka. Araghazka Leonard Aquaro. Anak yang anda buang dulu."
********
"Ghazka, makanan kamu udah si—Astaghfirullah!"pekik Tama terkejut saat mengetahui istrinya tergeletak tak sadarkan diri di lantai dengan sebuah tusukan di perutnya.
Tama tidak bisa berkutik, kakinya terasa lemas melihat darah segar yang menggenang di lantai kamarnya yang putih. Tama hanya mampu mematung, bahkan bayi kecilnya yang mulai menangis di atas kasur pun tak cukup untuk menyadarkannya dari keterkejutan ini.
"G-gh-ghazka.... Ka-mu...."Tama tak sanggup melanjutkan pertanyaannya. Namun balita yang sedang ia tanyai itu malah tertawa sambil menjilati noda darah di pisau yang dipegangnya.
"Mama nakal, pa. Aka Ndak boyeh minta cucu. Cucunya ditasih Adek cemua. Aka kan juga lapal pa. Jadi Aka minum ini aja,"adunya dengan cemberut.
Tama benar benar tidak bisa mempercayai ini, anak yang masih berusia lima tahun berhasil membunuh ibunya sendiri dan bertingkah seolah olah 'itu' adalah hal biasa yang sangat diperbolehkan.
Tama tak bisa berkata kata lagi. Ia segera mengambil Bella yang sudah menangis kencang diatasi kasur. Setelah itu menggendongnya dan membawanya keluar.
Ia harus menelfon ambulance sekarang juga.
"Papa Aka juga mau didendong."rengek Ghazka seraya melemparkan pisaunya ke sembarang arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELVANNO (End✓)
Teen Fiction"Kenapa kemarin gue harus ketemu Lo!" tanya Vanno dengan galak kepada gadis di depannya. "Ya mana gue tau," jawab gadis itu bodo amat. "Tanggung jawab. GUE GAK MAU JADI SUAMI LO!" "Lah, gue juga gak mau jadi istri om-om kayak anda," balas gadis itu...