"Gue nggak bakal izinin lo pergi kemana-mana. Gue sayang Bertha, tapi gue juga nggak bisa bohong kalau perlahan gue sayang sama Lo. Lo punya gue, Bel."
"Gue nggak mau lo pergi saat gue udah mulai sayang, Bel."
"Jangan tinggalin gue, Bel. Lo bisa janji kan?"
"Kebiasaan. Jaga kesehatan diri sendiri bisa nggak sih? Gue nggak suka liat Lo sakit gini, ngerti nggak?"
"Kalau mau di manjain bilang. Nggak usah nunggu sakit dulu. Apa susahnya sih tinggal bilang, kak mau peluk, mau cium, mau jalan-jalan, dan mau yang lainya. Gue nggak akan nolak kalau itu Lo yang minta,"
"Ya boleh lah. Kan lo istri gue. Udah tugas gue sebagai suami,"
"Kalau gue lebih sayang Lo, Gimana?"
Cuplikan cuplikan memori ingatan Bella tentang perkataan Vanno yang pernah membuatnya melambung tiba-tiba memenuhi pikirannya. Dia rindu semua itu. Tapi apa mungkin semua yang pernah mereka lalui berdua dapat kembali terulang?
"Gue harap dengan ini kalian bisa kembali baik-baik aja. Sekarang, tinggal gimana caranya kak Vanno bisa nglepas gue. Dan setelah itu, gue bisa pergi dengan tenang."
Kenapa dulu dia pernah berjanji ingin melepaskan Vanno? Padahal sekarang, dialah orang yang begitu tidak ingin jika Vanno pergi dari hidupnya.
Kenapa dulu Vanno begitu manis padanya?
'ceklek'
Suara decitan pintu yang terbuka membuat Bella refleks menoleh dan mendapati Vanno keluar dari kamar. Cowok itu menenteng jaket dan menggenggam kunci motornya. Bella mengernyit, tadi dia bilang mau istirahat, tapi kenapa sekarang malah bersiap pergi?
Dan sialnya, bukan Bella namanya kalau bisa menahan rasa keponya.
"Kak Vanno mau kemana?"
"Bukan urusan Lo!"
Bella memilih diam ketika Vanno menjawab pertanyaannya dengan nada dingin. Akhirnya, Bella hanya bisa menatap punggung Vanno yang mulai menjauh dari pandangannya.
****
"Jadi?" tanya Sabian.
Vanno mendengus, dia sudah menceritakan segalanya pada cowok di depannya ini. Alih-alih mendapat jawaban, ia malah mendapat pertanyaan.
"Kok Lo malah nanya balik sih, Yan?"
Sabian tersenyum miring. "Gunanya otak Lo sebenernya buat apa sih, Van. Kalo emang nggak guna kasih aja ke orang yang lebih membutuhkan." kata Sabian dengan raut wajah malas.
"Gue nggak butuh ceramah, Yan. Gue butuh solusi. Gue sadar kalo selama ini temen gue yang bener otaknya cuma Lo. Makanya gue Dateng ke sini."
"Ini rumah tangga Lo. Masalah hidup Lo. Kenapa Lo nanya gue? Harusnya Lo yang lebih ngerti dong, kan Lo udah nikah." balas Sabian.
"Menurut Lo gue mau kayak gini?" Tanya Vanno.
"Lo tuh kapan sih pernah bener, Van? Gue tanya sekali lagi, kapan sih Lo pernah adil? Lo tuh nggak lagi poligami. Harusnya yang lebih utama itu istri Lo. Karena apa? Karena Bertha udah nggak ada hak sama sekali dalam hidup Lo. Secinta apapun Lo sama Bertha, dia tetep bukan siapa-siapa di rumah tangga Lo berdua." kata Sabian.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELVANNO (End✓)
Dla nastolatków"Kenapa kemarin gue harus ketemu Lo!" tanya Vanno dengan galak kepada gadis di depannya. "Ya mana gue tau," jawab gadis itu bodo amat. "Tanggung jawab. GUE GAK MAU JADI SUAMI LO!" "Lah, gue juga gak mau jadi istri om-om kayak anda," balas gadis itu...