"Van!" Sabian meninju rahang Vanno sekuat tenaga hingga membuat cowok itu tersungkur. Vanno tertawa hambar. Bahkan rasa sakit akibat tinjuan dari Sabian tidak bisa mengalahkan rasa kecewa pada dirinya sendiri.
"Pukul gue lagi, Yan! PUKUL! Gue emang brengsek, Lo pasti muak punya temen kayak gue kan?!"tanya Vanno sambil berusaha kembali berdiri.
"Sadar Van! Gila Lo ya?!" Sabian menyeret Vanno keluar dari bar. Tapi cowok itu memberontak. Ia masih berusaha mengambil minumannya. Namun lagi lagi Sabian memukul Vanno sehingga cowok itu kembali tersungkur.
"Gue butuh itu Yan!" Teriak Vanno frustasi sambil terus menggapai minumannya yang sudah ditendang Sabian sehingga botolnya pecah dan berceceran dimana-mana.
"NGGAK GINI CARANYA BANGSAT!" Maki Sabian geram.
"Gue cuma butuh Bella, Yan.... Cuma itu. Please.... Gue mohon, Yan...."tubuh Vanno lemas. Tubuhnya yang semula didudukkan Sabian di kursi merosot ke lantai. Cowok itu mengacak acak rambutnya frustasi kemudian memukuli dirinya sendiri. Membuat Sabian refleks memegangi cowok itu yang semakin brutal menyakiti tubuhnya.
"Gue benci diri gue sendiri!"
"Sadar bego! SADAR! jangan ngrasa jadi manusia paling menyedihkan!"Sabian berteriak di depan Vanno. Berusaha menyadarkan cowok yang sedang kacau dihadapannya ini.
"Gue cuma pengen ketemu istri gue. Itu aja..."pinta Vanno sekali lagi. Bahkan Vanno kini memegangi kaki Sabian untuk memohon pada cowok itu.
"Gue harus tebus semuanya, Yan. Gue harus minta maaf. Gue nggak pernah kasih dia bahagia. Gue selalu nyakitin hatinya. Bahkan sampai dia pergi pun, itu karena gue yang brengsek ini. Gue emang bajingan, Yan! GUE NGGAK BERGUNA!"
"Gue malu sama Lo...."sambung Vanno.
Sabian mengepalkan tangannya. Dengan sekali sentakan dia menarik Vanno hingga cowok itu berdiri dari posisinya.
Cowok itu sempoyongan, Sabian tidak tahu sudah habis berapa botol cowok itu disini?
"Kenapa Lo masih mau temenan sama orang kayak gue, Yan? Kenapa Lo nggak bunuh gue aja? Gue udah bikin mama kehilangan menantu kesayangannya. Gue udah bikin seorang ayah sakit hati. Gue udah bikin hati anak orang hancur.... Gue udah bikin Bella sakit Sampek milih buat pergi dari kehidupan gue, Yan...."racau Vanno dengan air mata yang mulai tumpah.
"Udah ngocehnya?"tanya Sabian jengah.
"Yan? Lo maafin gue kan, Yan? Kalo Sampek Lo nggak maafin gue juga, gue nyerah Yan. Gue udah nggak punya siapapun buat bela gue."Vanno terus mengoceh bersamaan dengan Sabian yang terus menyeretnya dengan paksa keluar dari bar. Kini keduanya sudah sampai di parkiran, Sabian menatap mata Vanno yang juga sedang menatapnya dengan tatapan sayu.
Vanno terlihat kacau sekali. Matanya memerah. Rambutnya acak acakan dan baju yang berantakan berhasil membuat penampilannya seperti orang hilang di mata Sabian.
"Van dengerin gue! Gue udah pernah bilang sama Lo kalo gue bakal selalu ada di samping Lo bahkan dititik terendah Lo sekalipun. Lo itu sahabat gue, Van. Keluarga gue. Lihat Lo kayak gini juga bikin hati gue sakit, Van."kata Sabian sungguh sungguh.
"Dulu gue pernah bilang kan? Apapun yang terjadi, mau sesakit apapun kenyataan yang lo terima, Akan selalu ada gue yang nemenin Lo. Gue nggak pernah lupa, Van. Lihat sekarang, saat semuanya udah kebongkar. Gue tetep disini kan?"sambung Sabian dengan mata tetap memandang Vanno lurus.
"Gue goblok Yan. Andai gue dengerin Lo sejak awal, Bella pasti masih ada di samping gue sekarang. Dan gue pasti udah ngungkapin perasaan gue kalo gue sayang dan cinta banget sama dia."kata Vanno dengan senyum menyakitkan miliknya.
"Yang namanya penyesalan nggak ada yang di awal, Van."sahut Sabian.
Vanno memandang ke atas. Menatap langit yang gelap tanpa taburan bintang seperti biasanya. "Malam itu pasti bener-bener jadi malam yang paling menyakitkan buat Lo ya, Bel? Maafin gue, Bel. Tapi hari setelahnya gue juga hancur, Bel. Karena saat gue buka mata gue kehilangan harta berharga yang tuhan kasih buat gue. Gue kehilangan Lo, senyum Lo, canda tawa Lo, celotehan lo—bahkan sejak lama, Bel. Tapi baru kerasa banget waktu Lo udah bener bener pergi hari itu."dada Vanno kembali sesak, ia mencengkeramnya sebagai wujud rasa sakit.
Vanno mengambil nafas banyak-banyak ketika ia merasa pasokan oksigenya mulai menipis. "Dan gue yang bajingan ini masih belum mau sadar, kalo gue ngrasa kosong banget waktu itu. Gue masih didominasi kecemburuan nggak jelas gue saat itu. Padahal harusnya gue tau kalo Lo cinta banget sama gue. Dan Lo nggak mungkin berani macem-macem di belakang gue."
Vanno terus saja berceloteh, sedangkan Sabian memalingkan wajahnya. Ia tak kuasa melihat sahabatnya seperti ini. Sabian menepuk punggung Vanno beberapa kali. Ia ingin cowok itu bisa menerima keadaan sedikit demi sedikit. Ia tidak mau Vanno terjebak dalam perasaan bersalah tanpa ujung ini.
"Yan..."panggil Vanno dengan sorot mata penuh permohonan. Dan Sabian sudah paham arah pembicaraan cowok itu selanjutnya.
Sebelum Vanno berbicara lagi, Sabian segera menggeleng. "Jangan minta hal yang nggak bisa gue kabulin, Van. Kalo minta dipertemukan dengan Bella. Bukan ke gue orangnya."
******
"Aarrrgggghhh! Gue nggak bisa kayak gini terus!"Bertha frustasi. Semenjak diputuskan Vanno ia jadi sering uring-uringan. Bahkan ia sampai berani menyayat pergelangan tangannya dengan cutter kemarin malam. Untung Keira segera datang dan mencoba menyadarkan sepupunya itu."Ini semua gara gara Lo, Bel! Lo harus mati, gue nggak akan puas kalo Lo masih hidup dan bernafas di atas penderitaan gue!"Bertha mengacak-acak meja riasnya. Hingga ada beberapa bedaknya yang jatuh dan tumpah. Juga beberapa botol parfum yang pecah dan berserakan di lantai.
"Gue mau Lo mati, Bel."
Bertha mengambil ponselnya. Ia mencari nomor seseorang lalu segera menekan tombol telpon. Bertha tersenyum licik ketika dalam dering ketiga orang itu mengangkat telfonnya.
"......."
"Saya ada tugas buat kamu."
****
Bertha menyilangkan kakinya angkuh dihadapan dua pria berbadan kekar dihadapannya. Mereka adalah pria kepercayaannya untuk menjalankan misi.
Misi untuk menghancurkan Arabella.
"Saya akan memberi imbalan berapapun yang kalian minta jika kalian berhasil melaksanakan tugas yang saya berikan."ucap Bertha sambil melempar amplop ke hadapan dua pria itu.
"Itu baru uang muka. Kalau kalian berhasil. Saya akan tambah lima kali lipat."kata Bertha meyakinkan.
"Jadi apa yang harus kami lakukan?"
Bertha mengatakan apa maunya. Dua itu mengangguk sambil tersenyum meyakinkan. "Kami akan lakukan sesuai rencana."kata salah satu pria tadi sambil mengambil amplop yang diberikan Bertha.
"Senang bekerja sama dengan anda."salah satu pria tadi menjabat tangan Bertha. Bertha tersenyum puas. Ia sangat bahagia hari ini.
"Kalau aku nggak bisa dapetin kamu, berarti Bella juga nggak boleh dapetin kamu, Van."
★★★★★★
Sampek in sesuatu buat nama-nama dibawah ini
Vanno?
Bella?
Bertha?
Sabian?
Mau cepet cepet end....
Semoga nggak Sampek chapter 60 keatas ya....Tata..... Jangan lupa vote+comment
❤️❤️❤️❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
BELVANNO (End✓)
Teen Fiction"Kenapa kemarin gue harus ketemu Lo!" tanya Vanno dengan galak kepada gadis di depannya. "Ya mana gue tau," jawab gadis itu bodo amat. "Tanggung jawab. GUE GAK MAU JADI SUAMI LO!" "Lah, gue juga gak mau jadi istri om-om kayak anda," balas gadis itu...