15; Outburst of Grief

172 17 2
                                    

Urat-urat pelipis Kakashi tercetak. Dia dihadapkan situasi yang tidak pernah terbayangkan.

"Kekosongan di hatimu sangat besar, Rokudaime."

***

Hatake Kakashi diam. Benar-benar diam karena baginya waktu seolah berhenti. Tindakan pembunuhan oleh Si Hampa sengaja dia hentikan sejenak selama proses negosiasi. Baginya, memakan satu nyawa yang seperti Kakashi akan lebih mengeyangkan dibandingkan memangsa ratusan nyawa tidak berguna. Si Hampa menyukai kekosongan. Dia pemangsa nyawa. Gumpalan chakra putih itu adalah sosok manipulatif yang memanfaatkan kebingungan Masaki atas sikap warga desa terhadap dirinya.

Si Hampa ingin inang yang baru, inang yang memiliki jiwa lebih kelam dibanding anak 5 tahun. Dan Kakashi adalah kandidat yang cocok. Itu juga pernah dikatakan oleh Shimura Danzō ketika hendak membawa Kakashi ke dalam ANBU Root, 'kan?

"Jadi, apa jawabanmu, Hatake Kakashi?"

"Sensei! Kau tidak perlu mengikuti kata-katanya! Kita bisa menyelamatkan Masaki dan semua orang!" Uzumaki Naruto membuat Kakashi mengembalikan kesadarannya.

Sorot onyxnya bertemu netra safir pemuda Uzumaki. Mungkin lebih cepat dari perkiraan dan persiapan Naruto untuk menggantikannya belum matang sempurna, tetapi dia mempercayakan begitu banyak beban untuk dipikul Naruto. Kakashi percaya bahwa Naruto bisa menjalankannya.

Langkah kakinya dengan tegap berjalan menuju Naruto. Safirnya menunjukkan ketidaksiapan atas sesuatu yang akan disampaikan Kakashi. Pria itu menepuk kedua bahunya, meremasnya begitu lembut dan menyalurkan semangatnya.

"Naruto, sebagai hokage, mungkin masih banyak yang belum ku ajarkan padamu bagaimana cara memimpin dan bertanggung jawab atas ribuan nyawa orang lain. Namun, aku yakin kau mampu. Shikamaru juga memiliki kewajiban untuk membimbingmu. Dia pemuda yang cerdas, jadi semuanya akan baik-baik saja."

Naruto menatap gurunya tidak percaya. Safirnya diselimuti bulir-bulir cairan bening yang kapan saja bisa tumpah.

"S-Sensei.. jangan.."

Kakashi memberinya kepalan tangan dan tinju halus ke dadanya. Dia benar-benar sudah bertekad bulat akan keputusannya.

"Yang terakhir ini tolong simak baik-baik, ya. Ini pembelajaran terakhir kita: pemimpin harus berani berkorban."

Uzumaki menghambur ke dalam pelukan Kakashi. Erat. Sangat erat. Bahkan tangisnya pecah seperti anak-anak. Pria itu mengelus punggung Naruto yang sudah lebih lebar dari terakhir kali. Tidak disangka, mantan anak buahnya akan segera mencapai impiannya.

Kakashi melepaskan pelukannya. Dia tidak bisa membuang waktu lebih banyak. Terakhir, dia menitipkan sebuah pesan. Sebuah pesan untuk Sasuke dengan posisi sebagai Ayahnya.

"Tolong sampaikan pesanku pada Sasuke. Jangan lupa bahagiakan keluarganya. Jadi, dia harus sering pulang agar tidak mencoreng namaku sebagai wali nikahnya."

Naruto mengangguk. Dia menghapus air matanya. Yang dia harapkan bukan begini. Dia tidak akan tenang meraih jabatan hokage jika dia tidak mampu berbuat apa-apa dalam kondisi seperti ini. Dia tidak ingin kehilangan gurunya.

"Kakashi-sensei!"

Kakashi mengarah pada sumber suara. Itu Sakura-bersama istrinya. Shizune menatap Kakashi tak percaya. Dia berlari ke arah Kakashi. Sepertinya salam perpisahan sudah tidak bisa dihindarkan.

Existence ManipulationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang