16; The Last Way

203 15 0
                                    

Shizune menghentikan kunyahannya yang terasa hambar. Dia menatap putranya yang diam sambil melihat semangkuk nasi yang sudah dingin.

Mereka tinggal berdua.

"Ada apa? Kau makan sedikit akhir-akhir ini. Nanti bisa sakit, lho." Suaranya melembut. Dia berusaha tegar meskipun hatinya tetap terasa sepi.

"Mama.. aku belum bermimpi." Isakannya mulai terdengar. Masaki menundukkan kepalanya sangat dalam. Shizune kebingungan, dia belum tahu apa-apa.

Wanita itu bangkit dari posisinya dan berpindah ke sisi Masaki. Dia memeluknya dengan hangat. Meskipun tidak mengerti, Shizune tetap memberinya kalimat penenangan.

"Papa bilang akan mendatangiku melalui mimpi. Tetapi aku tidak bermimpi. Papa berbohong."

Wanita itu menahan tangisnya. Dia tidak bisa menangis di depan Masaki meskipun setiap malam air matanya tidak pernah mengering.

"Papa pasti akan mengunjungimu melalui mimpi. Dia selalu ada di sini, di sisi kita, di hati kita. Jadi tidak perlu menunggu hingga mimpi datang. Papa selalu bersama kita."

Masaki tak bisa berhenti dengan isaknya. Dia menangis sebagaimana seorang anak merindukan Ayahnya. Rasa bersalah juga tak kunjung hilang dan memang menurutnya tidak pantas untuk hilang.

Warga desa menolak kehadirannya. Mereka mengatakan bahwa Masaki bertanggung jawab atas kematian puluhan orang dan kematian hokage mereka. Sudah 2 bulan berlalu sejak Kakashi bergabung bersama Ayah, teman-teman, dan gurunya, tetapi kebencian di Konoha atas putranya belum juga mereda.

Uzumaki Naruto selaku Nanadaime Hokage memerintahkan beberapa ANBU untuk melindungi keluarga gurunya. Dia juga sering kali memberi pidato dan berbagai kata-kata yang membela Masaki. Meskipun jadi banyak orang yang mencercanya, tetapi Naruto tidak bisa membuat anak sekecil itu dicap sebagai pembunuh layaknya dirinya dahulu.

Masaki dalam penjaranya sering kali menyusup keluar rumah, bahkan para ANBU tidak menyadari kepergiaannya. Dia selalu kabur ke Sungai Barat Konoha. Menangis, marah, dan mengacak-acak lokasi yang membuat nyawa Ayahnya usai.

Bocah! Tenangkan dirimu!

Pak Tua, Nona Arus, Sang Sungai, hingga Sora-san tidak pernah berhenti untuk menenangkan Masaki yang menggila. Anak itu masih menangis, entah sudah berapa jam hingga langit kelam hampir menggapai sinar Sang Surya.

Rasa bersalahnya sudah tidak tertampung. Masaki menguruk kelahirannya, mengutuk kehadirannya, mengutuk keberadaannya. Sehingga dalam kondisi yang penuh sesal dan kesedihan, dia meminta alam untuk membantunya untuk terakhir kali.

"Hilangkan seluruh ingatan makhluk hidup tentang diriku, karenanya alur harus kembali seperti sedia kala, seperti seharusnya. Kemudian, bimbinglah aku sesuai arti namaku."

Dan mereka mengabulkan permintaannya.

Existence ManipulationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang