6; Conversation to Confession

315 29 7
                                    

Sudah dua minggu sejak anak misterius yang mengaku sebagai keturunan Hatake tiba di tengah-tengah kehidupan Kakashi dan Shizune. Masaki terkadang terlihat seperti anak yang ceria, tetapi di satu waktu bisa terdiam tanpa mengucapkan apapun sepanjang hari. Kehadirannya belum diumumkan secara publik oleh Kakashi, hanya orang-orang penting dan yang pernah berhubungan langsung dengan kejadian itu yang mengetahuinya. Namun, sudah berkali-kali diberitahu mengenai identitas Masaki ke beberapa orang seperti Kurenai, Yamato, Tsunade, Sakura, dan bahkan Orochimaru, tetap saja banyak dari mereka yang akan lupa tentang Masaki di keesokan harinya.

Mungkin karena kesan kuat yang diberikan Kakashi sebagai perjaka tua-yah, meskipun hingga kini juga masih.

Masaki bukan anak yang rewel dan menyebalkan. Dia cenderung pendiam untuk anak berusia 5 tahun, apalagi jika bukan bersama orang tuanya. Anak itu tidak pernah merusak apapun, membuat kotor rumah, atau berteriak tidak jelas dan berlarian di dalam rumah. Dia anak yang tenang dan penurut. Padahal Shizune lebih mengharapkan dia bisa nakal sedikit agar tidak membuat orang tuanya cemas.

Pagi hari di Konoha, orang-orang mulai terbangun dari mimpinya dan bersiap untuk menjelajahi hari. Itu juga berlaku bagi keluarga Hatake. Shizune dan Masaki masih berada di kediaman Kakashi sebelum akhirnya mereka pindah 3 hari lagi. Sudah 2 minggu Kakashi tidur di sofa dan terbangun lebih awal dari putranya dan Ibu dari putranya. Dia terbiasa menyiapkan sarapan 3 porsi dan Shizune yang bertugas dengan makan siang dan makan malam.

"Kakashi-sama, ohayōgozaimasu." Shizune menyapanya ketika Kakashi tengah membuat nasi merah.

"Selamat pagi, Shizune. Tolong jangan pakai -sama." Balas Kakashi sambil mengarahkan pandangannya pada Shizune sesaat. Sudah 7 tahun mereka bersama tetapi Kakashi masih canggung dengan honorifik 'Tuan' atau 'Tuan Hokage'.

Shizune duduk di meja makan. Dia dapat melihat Kakashi yang tengah memasak dari sana. Perhatiannya tertuju pada salah satu menu sarapan kali ini, ada kesukaannya di sana: nasi merah. Wanita itu tersenyum lebar melihat bongkahan nasi merah yang masih mengeluarkan asap. Itu tampak menggoda baginya. Senyumnya menyambar hati Kakashi sehingga membuat pria itu ikut tersenyum.

"Nasi merah. Kesukaanmu, 'kan?" Kata Kakashi, disertai kalimat tanya untuk meyakinkannya.

Shizune mengangguk, "saya menyukai nasi merah. Bagaimana Anda tahu?"

Sambil menyiapkan semua menunya di meja makan, Kakashi masih melanjutkan percakapan sembari berjalan ke arah Shizune yang duduk di sana. "Aku mengetahui apapun tentangmu."

"Saya tidak mengetahui apapun tentang Anda." Ujar Shizune dengan cepat.

Setelah meletakkan piring terakhir, Kakashi mendekatkan wajahnya pada wajah wanitanya. "Kau selalu melarangku untuk bertindak lebih jauh. Kalau begitu, apakah sekarang aku boleh melewati batasku?"

Kedua pipi putih Shizune memerah. Dia mengarahkan sorot matanya pada apapun, asal tidak saling bertabrakan dengan sorot Kakashi yang menatapnya intens.

"S-silakan sa-"

"Aku menyukaimu."

Belum selesai cicitan Shizune yang menjadi jawaban atas pertanyaannya, Kakashi dengan sigap mengucapkan kalimat paling berbahaya bagi hati, otak, dan jantung Shizune. Rasanya seperti disambar petir di pagi yang memukau ini.

Menyadari Shizune yang salah tingkah dan belum membalas pengakuannya, Kakashi menarik bangku dan duduk di sisi Shizune. Wanita itu masih tidak berani menatapnya. Dia tahu apabila dirinya menatap Kakashi, itu akan membuat wajah mereka saling bertemu dan wajah Shizune benar-benar memerah hingga ke telinga. Sempat terlintas di pikiran Kakashi untuk berbuat lebih, mumpung Masaki belum terbangun dari tidurnya.

Shizune berdiri dari kursinya, ia hendak kabur dengan dalih ingin membangunkan Masaki untuk sarapan. Tetapi tangannya langsung digenggam Kakashi. Shizune menoleh ke arahnya karena terkejut yang mana secara langsung wajah merahnya bertemu dengan wajah Kakashi yang kondisinya tidak jauh berbeda.

"A-apa lagi yang ingin Anda katakan?" Shizune memberanikan diri untuk bertanya. Ia duduk kembali meskipun perasaannya masih was-was. Tangan mereka masih bertaut dan terasa canggung untuk tiba-tiba melepasnya.

"Aku menyukai sup miso dengan terung dan sanma." Kakashi memulai percakapan lain setelah pengakuannya.

"?"

Mendapati wajah bingung Shizune membuat Rokudaime Hokage tak tahan untuk berbicara lebih banyak.

"Aku tidak menyukai tempura. Aku mengalami insomnia-hanya kau yang mengetahui ini, tetapi aku tidak kesulitan untuk bangun pagi. Aku punya tahi lalat di dagu. Hampir setiap hari aku mengunjungi pemakaman untuk berdiam diri di sana, mengingat kenangan manis dan buruk, dan berbincang dengan mereka yang telah tiada-itu menjadi alasan mengapa aku sering terlambat," Kakashi mengingat sejenak sebelum melanjutkan, "salah satu momen paling bahagia di hidupku adalah ketika Masaki hadir di tengah-tengah kita dan ketika aku menyuarakan perasaanku padamu. Hari ini, saat ini, detik ini."

Shizune, yang masih memiliki jabatan sebagai asisten hokage, terdiam seribu bahasa. Dia tampak bingung karena Kakashi menceritakan kisah hidupnya secara tiba-tiba. Menyadari itu, Kakashi meluruskannya, "masih banyak yang belum ku ceritakan. Sekarang setidaknya ada sesuatu yang kau ketahui tentang aku."

"Kakashi-sama.." Lirih Shizune.

"Aku juga tidak menyukai honorifik seperti itu, terlebih darimu."

Shizune terkekeh. Dia mulai terbiasa dengan atmosfir ini. Kini giliran Shizune yang akan menumpahkan isi hatinya. Dia tersenyum pada Kakashi dan menghargai pengakuan Kakashi atas rasa sukanya.

"Saya menghargai perasaan Anda. Itu sesuatu yang mengejutkan sehingga saya kebingungan untuk bersikap. Saya.. mengagumi Anda. Sangat. Sama dengan Anda, kehadiran Masaki di tengah-tengah kita merupakan berkah luar biasa yang membuat saya sangat bahagia." Shizune berhenti untuk beberapa detik. Tetapi beberapa detik itu seperti berjam-jam bagi Kakashi. Dia terlalu penasaran dengan kelanjutannya.

"Masaki.. kehadirannya membuat kita terus bersama dari pagi hingga bertemu pagi. Saya menyukai segala momen antara kita berdua. Terasa hangat dan membahagiakan. Tetapi kali ini ada seseorang yang melengkapi momen itu-yang membuatnya terasa lebih istimewa."

Hening. Shizune benar-benar telah menyelesaikan kalimatnya tanpa menyiapkan satu jawaban yang pasti mengenai balasan atas perasaan Kakashi.

"Lalu bagaimana dengan balasan atas perasaanku?"

Shizune melepaskan tangannya dari genggaman Kakashi. Pria itu menyiapkan hati. Dia bersiap untuk berlapang dada atas segala jawaban yang keluar dari bibir Shizune.

"Saya menyukai Anda. Namun, perasaan itu tak lebih dari shinobi dan kunoichi, iryou-nin dan pasien, hokage dan asisten, ataupun sebagai Ayah dan Ibu bagi anak kita."

Seolah terhunus jutsu kilat ungunya ciptaannya, Kakashi mengeraskan rahang.

Bertepuk sebelah tangan, ya? Batin Kakashi meringis.

Pria itu berusaha tegar dan tersenyum. Nyatanya, hatinya terasa lebih sakit dan remuk. Seharusnya dia tidak perlu sok percaya diri untuk mengetahui balasan Shizune atas perasaannya.

Kakashi tersenyum getir, "maa, kalau begitu aku akan berusaha untuk membuatmu terjatuh padaku, bukan?"

Shizune tersenyum tulus, "kalau begitu, Anda harus menebar kerikil lebih banyak dan saya harus berlari lebih kencang agar mudah terjatuh lebih dalam, 'kan?"

"Tidak bisa. Kau tidak boleh terjatuh lebih dalam daripada aku. Kau tidak boleh terjatuh sangat dalam. Hanya aku yang boleh."

Tanda tanya bertaut pada kepala wanita itu, "kenapa begitu? Anda curang!"

Putra dari Taring Putih Konoha tertawa. Dia mendekatkan wajahnya pada wajah Shizune, lalu membuka maskernya seraya berbisik tepat di telinga wanitanya, "karena harus aku yang merasakan sakit lebih besar ketika kita bertemu dengan perpisahan."

Selanjutnya, bibirnya menghapus jarak dengan bibir ranum Shizune.

Existence ManipulationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang