"Sanma.." Gumam Masaki seraya menatap berbagai hidangan dari sanma. Ikan-ikan yang mereka tangkap tadi pagi masih tersisa banyak sehingga Shizune memasaknya untuk menu makan malam.
"Mama juga membeli taiyaki. Ini untukmu." Shizune meletakkan piring kecil berisi beberapa kue berbentuk ikan. Itu kesukaan Masaki, sehingga dirinya tak mempermasalahkan sanma lagi.
Untuk pertama kalinya mereka kembali makan malam bertiga karena beberapa hari terakhir Kakashi disibukkan dengan pekerjaannya. Tadinya Shizune ingin menambahkan menu selain hidangan sanma dan kerang yang tersisa di kulkas, tetapi dia tidak cukup waktu untuk berbelanja. Hidupnya kini untuk rumah, rumah sakit, dan kantor hokage. Terlalu sibuk untuk menjadi ibu rumah tangga yang masih berkarir.
Mereka hanya berbincang singkat, lalu tertawa karena dad jokes yang dilontarkan Kakashi (hasil bergaul dengan Guy dan Naruto). Pria itu membawa kertas kerjanya ke atas meja makan, meskipun beberapa kali ditegur Shizune untuk fokus pada makanannya dan menyimpan pekerjaannya agar tidak kotor.
"Aku punya pertanyaan." Kakashi membuka suara setelah suapan terakhirnya ditelan.
Masaki memutar kedua bola matanya, "apa lagi, Papa?" Sepertinya dia trauma dengan humor Kakashi yang buruk.
Kakashi terkekeh melihat respon putranya. "Tenang saja, ini pertanyaan serius. Masaki, seandainya kau adalah pemimpin, lalu di sisi kananmu berdiri sekelompok orang dari generasimu dan generasi mendatang tetapi pengalaman mereka lebih minim. Sementara di sisi sebaliknya berdiri orang-orang dari generasi yang lebih tua dan memiliki lebih banyak pengalaman. Kemudian kau dihadapkan oleh suatu masalah yang akan berdampak pada masa depan dan kedua golongan itu memberimu saran yang bertolak belakang. Pertanyaannya, kau akan condong ke pihak mana?"
Apa yang dipikirkannya? Masaki baru berusia 5 tahun. Apa dia ingin anaknya terjun ke dunia politik yang menyesakkan?
Berbeda dengan Masaki yang termenung untuk menjawab, raut wajah Shizune malah menjadi khawatir. Dia takut adalah masalah di antara Sang Hokage dan para tetua desa sehingga Kakashi dengan tiba-tiba menanyakan hal seperti itu. Sejak Kakashi menjadi hokage, tak jarang Rokudaime mendapat kritik karena mengabaikan tradisi untuk melangkah ke era baru.
"Ada apa? Apakah Anda ada masalah dengan tetua desa atau semacamnya?" Nadanya cemas, tetapi Kakashi membalas kecemasannya dengan senyum menenangkan.
"Kau ini seperti mengatakan kalau aku problematik saja. Aku tidak apa-apa. Hanya saja firasatku mengatakan kalau jawaban Masaki akan berguna jika terjadi kejadian serupa," tenangnya sembari menautkan tangannya pada tangan Shizune yang mengepal di atas meja makan. "Lantas apa jawabanmu, Nak?"
"A-aku.. akan lebih memikirkan generasiku dan generasi mendatang."
Satu alis Kakashi bertaut, "alasannya?"
"Generasi tua sangat optimis untuk mengatakan kalau mereka masih hidup di masa depan. Generasi tua dan generasi muda sama-sama memiliki pengalaman, hanya perbedaannya terletak di batas amatir dan berpengalaman. Sejarah memang berulang, tetapi tidak ada yang bisa menjanjikan bahwa segala sesuatu yang menjadi tragedi dapat dikatakan 100% serupa. Singkatnya, generasi tua dan generasi muda tidak akan bisa memperkirakan dengan pasti. Pun kalau pilihan kami salah, kami tidak harus menyalahkan siapa-siapa."
Garis bibir Kakashi menarik lebar. Tatapannya penuh bangga pada putranya yang belepotan nasi putih. 100% dia meyakini kecerdasan putranya berasal dari kombinasi orang tuanya. Tangannya terjulur, kemudian mengacak rambut Masaki yang duduk di hadapannya.
"Bagaimana bisa aku punya anak secerdas ini?" Bangganya. Masaki ingin menjawab mungkin karena dia kelinci percobaan laboratorium, tetapi pasti akan membuat Kakashi dan Shizune sedih. Jadi dia meresponnya dengan jawaban bernada sombong, "aku ini tidak tertandingi, tahu!"
Setelah menyelesaikan makan malam mereka, Kakashi bertugas mencuci piring. Shizune dan Masaki lebih dulu bersantai di depan televisi. Seperti keluarga (normal) lainnya, mereka bersantai sembari menonton serial keluarga sambil bersenda gurau, juga mengunyah camilan di sela-selanya. Kakashi hanya bisa bersama mereka selama 30 menit ke depan karena dia harus kembali ke meja kerjanya. Dia membawa kertas kerja ke rumah karena pulang lebih cepat.
Jarum jam terus berputar dan waktu sudah menunjukkan pukul 9. Bagi Shizune, itu adalah waktunya anak-anak untuk tidur. Shizune membuatkannya susu hangat, lalu menemaninya untuk menggosok gigi dan mencuci kaki. Ibu dan anak itu pergi ke kamar Masaki. Hampir setiap malam Shizune membacakannya dongeng yang diambil dari buku-buku di perpustakaan kecil kamar Masaki.
"Mau Mama bacakan dongeng apa malam ini?" Tanya Shizune. "Tidak perlu, Mama. Aku sudah sangat mengantuk dan ingin langsung tidur." Shizune mengangguk. Dia menghampiri putranya yang sudah terbaring di atas futon. "Ada yang kau butuhkan sebelum tidur?"
Kedua tangan Masaki terangkat, dia merengek, "peluk~"
Shizune menurutinya, bonus dengan kecupan hangat pada dahinya. Dia membawa Masaki kembali ke futon dan mengatakan kalau Ayahnya juga akan melakukan hal serupa, jadi Masaki bisa tidur lebih dulu dan jangan menunggu Ayahnya. Terkadang Kakashi lupa waktu kalau sudah berada di ruangannya.
Setelah mengantar Masaki ke alam mimpi, wanita itu beranjak pergi menuju ruangan Kakashi. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berbincang dengan Kakashi.
"Uhm? Shizune? Masaki sudah tidur?" Sang Hatake sedikit terkejut karena shōji terbuka, menampilkan wanita cantik yang meluluhkan hatinya sejak bertahun-tahun silam, melangkah masuk ke dalam. Shizune menggeser pintu sehingga ruangan kembali tertutup. "Iya. Saya baru mengantarnya tidur." Jawabnya.
Wanita itu duduk bersimpuh di hadapan Kakashi. Matanya lelah dengan setumpuk kertas yang ada di meja, juga sebuah laptop yang tak henti beroperasi. Dia kembali berdiri, menggeser shōji yang mengarah pada engawa agar (setidaknya) udara segar malam hari dapat masuk ke ruangan pengap itu.
"Kenapa dibuka?" Tanya Kakashi.
"Pengap."
Kenapa kau tidak buka saja bajumu? Batin Kakashi cabul.
"Oh.."
Keheningan menyergap mereka berdua. Bukan canggung, melainkan menunggu salah satunya untuk berbicara. Namun, sepertinya Kakashi harus dominan malam ini.
"Shizune, kau tidak lelah? Maksudku, harus mengurus Masaki, mengurus rumah sakit, dan mengurusku."
Shizune terkekeh, "tentu saja lelah! Pertanyaan Anda lucu sekali."
Sebetulnya bukan itu jawaban yang diinginkan Kakashi, makanya dia terkejut. "Benarkah?! Apakah aku membuatmu kelelahan? Apa kau butuh bantuan untuk mengurus Masaki?" Pertanyaannya beruntun seperti kereta. Shizune tertawa. "Tidak sampai seperti itu. Saya masih sanggup, kok."
"Kalau kau mau cuti atau melepaskan jabatanmu sebagai asisten hokage, aku tidak masalah, lho. Aku akan baik-baik saja. Shikamaru juga sudah cukup mumpuni dengan pekerjaannya."
Shizune yang sedang merapikan kertas-kertas dan menyusunnya berdasarkan kepentingan, menghentikan tangannya sesaat. Wajahnya menatap Kakashi yang terfokus pada layar laptop.
"Anda terus menghubungi saya siang dan malam saat saya pergi satu bulan untuk misi."
Tiba-tiba wajah mereka bertemu, dengan tambahan wajah merah kakashi. Pria itu menyangkal, "aku tidak pernah begitu!"
"Lalu Sakura menambahkan kalau tangan Anda beberapa kali tersiram air panas saat ingin menyeduh teh," tambah Shizune. Wajah Kakashi semakin merah. "Saat saya kembali dari misi, Anda meminta saya untuk ditemani lembur dan setelah itu, Anda sudah tidak pernah lagi memberikan saya misi ke luar desa dalam waktu yang lama."
"A-aku-!!"
Rokudaime Hokage ingin menyangkal lagi sebelum dia menyadari kalau memang seperti itu faktanya. Dia menghela napas, mendeklarasikan kekalahannya.
"Baiklah, baiklah. Aku kalah."
Shizune tertawa puas, sementara Kakashi mendengus sebal. Dia mematikan laptopnya, menutup shōji dan hendak meninggalkan ruangannya.
"Kita lembur malam ini. Kembalilah ke kamarmu, aku akan melihat Masaki dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Existence Manipulation
FanfictionA Kakashi & Shizune fanfiction __ Tujuh tahun sejak berakhirnya Perang Dunia Shinobi Keempat, masa-masa yang damai dihebohkan oleh kedatangan seorang anak laki-laki bersurai perak yang dapat menundukkan siapapun dan apapun di daratan muka bumi. Itu...