Nadien duduk manis di sofa yang disediakan di area lobby. Sembari menunggu kedatangan seseorang, jarinya sibuk mengetikkan pesan pada seseorang yang membuatnya duduk disini.
Sama sekali tidak membantu, batin Nadien setelah mendapat jawaban dari Jidan. Ia kembalin memasukkan ponselnya kedalam tote bagnya. Nadien berkali - kali meyakinkan dirinya, bahwa ia bisa melakukan ini. Jujur saja, rasa traumanya atas kejadian dulu, seringkali membuatnya gelisah setiap kali bertemu dengan orang baru.
Saat Nadien masih berkutat dengan rasa gelisahnya, pintu lobby terbuka secara otomatis. Nadien menoleh dan mendapati seorang wanita berpakaian rapih sembari mendorong stroller, menghampiri meja resepsionis. Nadien rasa wanita itu benar, orang yang ditunggunya sejak tadi.
Nadien buru - buru bangkit dari duduknya, lalu menghampiri wanita itu. Meski tidak yakin, ia tetap meneruskan langkahnya.
"Kak sabrina ya?" Tanya Nadien ragu - ragu. Wanita di depannya menoleh, ke arah Nadien yang ada di balik punggungnya.
Tidak langsung menjawab, wanita itu justru mengamati Nadien dari atas hingga kebawah. Nadien yang sedikit risih ditatap seperti itu, langsung mengalihkan pandangan pada anak kecil yang tengah tertidur di singgahsananya.
"Siapa ya?"
"Ah aku Nadien, kak. Barusan, Jidan minta aku buat jemput sean di sini." Uluran tangan Nadien yang berniat berkenalan, tidak berbuah hasil.
Lawan bicaranya justru melenggang pergi, bersama kereta bayi di tangan kiri dan menuju sofa yang tadi Nadien duduki.
Mengkuti instingnya, Nadien menghampiri wanita yang kini sudah mengambil tempat duduk dan memberi isyarat dengan matanya agar Nadien ikut duduk. Ia pun duduk di sofa lainnya dan berhadapan langung dengan raut tidak ramah milik wanita di depannya.
"Jidan balik jam berapa? Kalo bentar lagi, aku nunggu dia pulang aja. Biar ga ngrepotin kamu." Tutur wanita itu setelah Nadien baru saja mendaratkan dirinya di sofa.
"Hari ini, Jidan kayanya pulang sore deh ka. Dia bilang ada urusan di kampus." Jawab Nadien. Mendadak ia merasa tidak enak, karena harus membohongi wanita di depannya.
"Lagian ga ngerepotin kok ka, kebetulan aku lagi ga ada kegiatan apa - apa." Sambung Nadien.
"Yakin kamu bisa jagain anak saya, sampe Jidan pulang?"
"Yakin ka. Tetanggaku juga sering nitipin anaknya, kalo mereka lagi sibuk. Jadi kak Sabrina ga perlu khawatir, Sean bakal aman kok sampe Jidan pulang."
Nadien tertawa di dalam hati, atas kebohongannya barusan. Saat di rumah lamanya jangankan dititipi anak tetangga, ia saja tidak pernah bertegur sapa dengan tetangganya.
"Bay the way, udah berapa lama kamu pacaran sama Jidan?" Tubuhnya mendadak menegang, bahkan ia hampir saja tersedak air ludahnya sendiri, saat mendengar pertanyaan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY SOON [JIHOON TREASURE]
FanfictionNadien's pov "Gue bingung deh sama nyokap lo, kalo mau anaknya mandiri tuh seharusnya lo disuruh ngekos ya, lah ini malah di kasih apart" "Ini gue bisa pindah unit aja ga si? ga tau apa ini tuh tengah malem" "Btw tetangga lo ganteng banget tau dien...