18.🏁

113 11 4
                                    

Ruang tamu yang tadinya dipenuhi perdebatan perdebatan kecil itu berubah hening saat Jivan pamit angkat kaki dari sana dengan membawa Sean bersamanya. Nadien yang tadinya berusaha keras meyakinkan Jivan bahwa kejadian di lift tidak seperti yang Jivan bayangkan- pun diam seribu bahasa. Bibirnya terkatup rapat, namun otaknya sedang memikirkan cara agar bisa memutus keheningan aneh diantara keduanya.

Diliriknya Jidan duduk di seberang sana yang justru terlihat santai dengan tangan yang bersedekap di depan dada. Jika dilihat dengan seksama Jidan justru sedang menyembunyikan sisa sisa emosi yang beberapa waktu lalu tersulut karena perkataan gadis di seberangnya.

Flashback on.....

"Kak, sumpah yang tadi tuh ngga yang kaya lo bayangin." Jelas Nadien berusaha meyakinkan Jivan meski laki - laki itu tidak memintanya. Jivan justru lebih tertarik dengan raut wajah anaknya yang tengah tertidur dipangkuannya ketimbang mencampuri romansa sang adik dengan tetangga barunya itu.

"Kalaupun iya juga ngga apa - apa kali, Dien. Setuju kok gue, seneng malah liat Jidan akhirnya punya gebetan setelah lama ngejomblo." Jawaban dari Jivan itu membuat Jidan kesal bukan kepalang terlebih kalimat terakhirnya yang terkesan sengaja ditekankan.

"Ga gitu juga kali, Bang."

"Gue tuh tadi lagi ngetest dia doang. Dia bilang ga berniat deketin gue padahal nih gue yakin minta ajarin masak kaya gini aja nih cuma akal - akalan aja biar ketemu gue." Sambung Jidan yang kali ini membangunkan kemurkaan seorang Nadien.

"Mana ada, jangan asal mangap gitu dong mulut lo. Lagian kalo ga kepepet kepepet amat, ga bakal gue minta tolong ajarin masak sama lo. Apa lo bilang tadi? Akal - akalan biar bisa ketemu sama lo? Hah, Ga dulu deh." Sahut Nadien kemudian membuang pandangannya jauh - jauh dari laki - laki yang duduk santai diseberangnya itu.

"Ya udah ga usah minta ajarin gue. Batal aja kalo gitu." Pernyataan itu membuat Nadien membulatkan matanya seketika.

"Ya ga bisa gitu lah, lo kan udah janji. Janji tuh harus di tepatin."

       Jivan memejam sebentar untuk menahan emosi yang sudah di ujung tanduk, jengah melihat pertikaian yang sedang berlangsung. Ia rasa Nadien dan Jidan adalah satu kesatuan yang sempurna untuk memancing emosi satu sama lain bahkan orang di seitarnya. Bagaimana tidak, satunya mudah marah, satunya lagi enggan merasa kalah.

"Udah - udah, pusing gue denger lo berdua ribut. Yang awalnya ribut - ribut gini nih yang biasanya malah jadian."

Tak ingin merusak telinganya lebih lanjut, dan demi menjaga kualitas tidur sang anak Jivan akhirnya turun tangan mencoba untuk menengahi. Namun siapa sangka, niat baiknya justru seperti menyebar bensin yang menambah kobaran api diantara dua manusia yang saling lempar kalimat beranada tinggi itu.

"Apa - apan, ga ada, ga ada. Ngebayanginnya aja ogah." Sahut Jidan tak terima.

"Dih, gue juga ogah kali." Nadien pun tak mau kalah.

"Haha, awas aja lo kalo nanti naksir gue."

"Tuh kak lo liat deh, tengil banget ga sih kak adek lo ini?" Dalam hatinya Nadien keheranan bagaimana seorang Jivan yang dewasa, berwibawa, tenang dan nyaris sempurna itu bisa memiliki adik yang amat sangat kekanakan, narsis dan juga pemarah seperti Jidan. Kalau saja tidak ada kemiripan di wajah keduanya, Nadien tidak akan pernah percaya kalau mereka kakak beradik.

"Kenapa? Lo ga pede? Ya gimana ya siapa juga yang ga naksir sama gue, wajar sih." Nadien memutar bola matanya, jengah.

"Yang ada juga lo tuh, hati - hati jangan sampe berani beraninya lo naksir gue, karna gue ga bakal dan ga akan pernah naksir lo balik."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HAPPY SOON [JIHOON TREASURE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang