8. Musuh?

258 35 0
                                    

"Demi tuhan. Jidan mahessa arkatama, itu kado dari mendiang oma gue." Ucap gadis yang tengah murka, sampai - sampai ia berani menyebut nama lengkap laki - laki di depannya yang bahkan belum memperkenalkan namanya.

"Hah?" Tanya laki - laki yang kini seluruh mukanya terbungkus rapat oleh tudung hoodie yang ia pakai. Pertanyaannya barusan di tujukan bukan karena ia kaget gadis di depannya ini mengetahui namanya padahal mereka sama sekali belum berkenalan —Menurutnya bukan hal aneh saat ia di kenali banyak orang—, tapi karena gadis itu bilang barang yang tak sengaja ia buang itu adalah barang pemberian keluarganya yang sudah tiada. 

        Seketika rasa bersalah itu hinggap di hati kecilnya, iya sangat paham bagaimana rasanya kehilangan barang pemberian dari orang yang telah tiada, kecewa adalah hal yang ia rasakan saat pemberian semacam kenang - kenangan terakhir yang seharusnya dijaga dengan baik malah hilang entah kemana, dia sangat paham rasanya sebab ia pun pernah mengalaminya.

"Lo buang di mana paper bag-nya?" Tanya gadis itu setelah melepaskan cengkraman pada tali hoodie-nya, setelah bebas Jidan segera merapihkan rambutnya lalu dilihatnya gadis itu berdiri menatapnya dengan mata yang berkaca - kaca.

"Di tempat sampah samping lift." Jawabnya dan setelahnya gadis itu berlari menuju ke arah yang baru saja ia tunjuk.

Nadien's pov

        Gue berjalan cepat mengikut arah telunjuknya, sebenernya tadi gue udah ngecek di tempat sampah dan hasilnya cuma ada beberapa lembar koran yang gue bisa pastikan bekas pembungkus dari lukisan yang di bawa pak Imron yang menawarkan diri membuangnya sembari keluar, tapi setelah cowok di depan gue menujuk kearah situ gue pun langsung berpikir mungkin aja kelewat.  Gue membalik tong sampah itu sampa tutup tempat sampah itu berakhir tergeletak dilantai beserta isi - isinya.

"Mana, lo bilang di buang di sini?" Tanya gue usah memastikan isinya yang tidak terdapat barang yang gue cari.

"Ya tadi disini, seriusan deh gue buang disini. Ehh, ehh lo jangan nangis dong anjir." Serunya panik yang dengan sialnya melihat air mata yang udah ga sanggup gue tahan.

"Sorry banget gue kira itu sampah."

"Anak SD jugaa tauuu.. kalo itu palet cat lukis, lo tuh lulus SD ga sih." Ucap gue terisak.

"Ya gue mana tau, di SD gue kayanya ga di kasih tau benda - benda kaya gituan. Aduh stop dong nangisnya woy, gue bantu cari sampe ketemu, udahan nangisnya please. Lo tunggu disini dulu sebentar, oke?"

"LO PASTI MAU KABUR KAN?" Tuduh gue saat si cowok yang kedepannya bakal gue panggil Jidan ini menekan tombol lift.

      Yang di tuduh langsung membalikan punggungnya menatap ke arah gue yang ada tepat di belakangnya. "Kaga, sumpah. Gue mau cari di tempat pembuangan sampah di belakang apartemen, biasanya jam segini emang udah di angkut ke sana semua."

"Kalo gitu gue ikut!"

"Kalo mau ikut udahan dulu nangisnya, nanti ketemu orang lewat dikira gue yang bikin lo nangis." Bujuknya.

"Kan emang bener."

"Maksudnya tuh.. Ahh udahlah, gue manut aja, cewe kan emang selalu bener kan." Ucapnya sebelum akhirnya kita berdua memasuki lift.

      Di dalam lift ga ada satupun dari kita yang mau membuka suara, meski begitu gue bisa tau dia sempet ngelirik ke arah gue beberapa kali. Pintu lift terbuka di saat itu juga gue tahu lantai yang kita berdua tuju bukan loby melainkan basement tempat parkir khusus  kendaraan para penghuni apartemen.

"Kita pake mobil? emangnya jauh dari sini." Tanya gue setelah pintu lift terbuka, tepat di depan puluhan mobil yang terparkir rapi ga jauh dari tempat kita berdua berdiri.
"Gak pake mobil, kita lewat pintu belakang di pojok sana, deket kok." Jawabnya yang kembali memimpin jalan, gue pun mengikuti langkahnya dengan sedikit cemas.

HAPPY SOON [JIHOON TREASURE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang