16. Flashback

132 11 4
                                    

       Suasana ruang tamu yang beberapa menit lalu riuh ramai kini mendadak sunyi bak tidak berpenghuni. Hal itu di karenakan mahluk mungil sember keriuhan itu sudah tertidur dalam dekapan Nadien. Disusul Jidan yang kelelahan meluncurkan segala jenis usahanya untuk mendekati Sean, lalu memilih menyerah dan memasrahkan tubuhnya di atas sofa, Sosoknya terlentang dengan kaki yang di angkat ke atas sandaran sofa.

       Suasana sepi itu membuat Nadien yang masih tersadar perlahan goyah. Semilir angin dari jendela yang sengaja di buka, seolah - olah memintanya untuk ikut terlelap. Telapak tangan yang belakangan dengan teratur menepuk halus punggung Sean itu, mulai bergerak asal, tidak lagi beraturan. Tertangkap berkali kali gadis itu menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir rasa kantuknya.

       Diam - diam Nadien melirik tajam ke arah pemuda di seberangnya. Bisa - bisanya pemuda itu tertidur amat lelap, di saat Nadien menggapai bebas pun tak mampu. Sempat Nadien ingin mengubah posisi duduknya karena rasa pegal yang menjalar ke seluruh tubuh, namun hal itu malah menimbulkan rintihan pelan dari mahluk yang mengurung tubuhnya.

"Cepetan pules dong Sean. Aku mau pulang." Gerutunya

       Nadien sungguh tak habis pikir, biasanya saat ia masih di rumah lamanya, ia sanggup meski hanya makan satu kali sehari. Namun lihatlah, kini perutnya sudah meraung kembali, meski baru saja di isi beberapa jam lalu. Sungguh merepotkan, pikirnya. Mendadak ia rindu dengan mba Marni yang siap membuatkan makanan untuknya kapan pun ia memintanya.

       Diliriknya jam di dinding dengan jarum yang lurus sempurna ke dua sisi yang berbeda. Nadien kembali merebahkan kepalanya pada sandaran sofa, menatap langit langit ruangan. Suasana hening nan tenang itu membawa Nadien mengulas kembali potongan - potongan kejadian di meja makan tadi.

...Flashback...

       Dentingan sendok dan piring yang beradu terdengar jelas mengisi keheningan di ruang makan. Tak ada satupun yang bersuara sesekali hanya terdengar rengekan dari makhluk mungil yang tidak berhasil merebut sendok makannya dari gadis yang dengan telaten menyuapinya.

       Jidan dengan kepribadiannya yang bertolak belakang dengan suasana saat ini, merasa mulutnya semakin gatal ingin segera mengenyahkan keheningan itu. Ia ingin memulai percakapan, namun bingung karena tidak berhasil menemukan bahan obrolan. Sampai akhirnya ia menemukan pertanyaan konyol, yang sebenarnya ragu untuk ia tanyakan namun berhasil membuatnya penasaran ingin mendengar jawabannya.

"Lo ga galau Dien, pas tau abang gue udah punya anak, istri?"

"Galau kenapa?" Ucap Nadien yang acuh sambil meneruskan kunyahan dalam mulutnya.

"Ya gitu. Dari gelagat lo kemarin, gue liat - liat kayanya lo tertarik sama abang gue."

"Lo ngga lagi ngira gue suka sama abang lo kan, Dan?"

"Lah, emangnya engga?"

       Jidan menjatuhkan atensi lebih pada gadis di seberangnya, penasaran dengan jawaban apa yang akan gadis itu berikan. Namun, yang di ajak bicara justru tertawa kecil dan melanjutkan kegiatannya, membuat Jidan mau tak mau segera melancarkan serangannya.

"Ga usah ngelak kali Dien. Udah keliatan juga dari ekspresi lo waktu ngobrol sama abang gue."

"Ga ngerti deh gue sama jalan pikir lo."

"Jadi, ngga nih?" Tanya Jidan memastikan.

"Ya enggalah, gila. Kalo tertariknya sih bener, tapi bukan tertarik karna gue suka kaya yang lo pikir. Ya kaya seneng aja gue, kalo di deket kak Jivan. Dia care banget, gue jadi berasa kaya punya kakak lagi.."

HAPPY SOON [JIHOON TREASURE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang