10. Makan siang

235 36 6
                                    

Autor's pov

        Mobil Mercedes Benz C-Class berwarna Obsidian Black itu perlahan menyusuri jalanan Jakarta yang padat merayap. Sesekali sang pengemudi mengijak rem secara mendadak, membuat penumpang disampingnya kembali mengeratkan pegangannya pada seat belt yang tersampir di pundaknya. Perjalanan yang hanya memakan waktu 50 menit itu agaknya akan memakan waktu lebih lama lagi, Jidan mahessa duduk di kursi penumpang dengan kepalanya yang semakin berdenyut dan ditambah cara mengemudi Nadien yang sangat sembrono berhasil membuatnya senam jantung.

        Jidan berkali - kali menyesali keputusannya, kalau tau begini ia lebih memilih pulang menggunakan taksi sekalipun harus duduk di atapnya agar sang sopir taksi tidak terganggu dengan bau badannya sekarang. Dilirik gadis disampingnya sekilas, gadis itu menatap penuh konsentrasi pada jalanan di depannya tanpa berucap sepatah katapun. Hanya terdengar sayup - sayup suara dari perutnya yang seperti meminta untuk segera di isi, awalnya Jidan mengabaikannya karena takut si gadis malu dan sebagainya. Tetapi semakin lama di abaikan sayup - sayup itu semakin jelas terdengar, membuatnya tak kuasa menahan kekehan.

"Laper buk?" Tanya Jidan dengan nada mengejeknya.

"Diem! Ini kalo aja palet gue ga ilang, seharusnya gue udah lagi makan sosis asam manis bikinan gue sendiri di apart." Seperti dugaannya, Nadien adalah definisi perempuan yang sebenarnya. Baru beberapa jam yang lalu mereka berdua saling mengutarakan maaf dan juga saling memaafkan, tapi lihatlah sekarang gadis itu kembali mengungkit kesalahannya.

"Nepi aja dulu, cari makan. Tuh di perempatan sana ada warteg langganan gue." Tunjuknya pada sebuah rumah makan sederhana yang tidak jauh dari jarak pandang mereka berdua. Nadien yang mendengar penuturan Jidan itupun jelas menolak.

"Ga enak nanti sama pembeli yang lain. Mereka kesana mau makan, bisa ilang selera makannya gara - gara bau badan kita. Lagian gue ga bisa makan kalo badan gue bau sampah gini."

"Sosis asam manis gue udah nunggu buat di masak." Lanjutnya.

"Emangnya lo bisa masak?"

         Untuk kesekian kalinya Nadien kembali menemukan nada mengejek dari pertanyaan tersebut. Entah itu memang khas nada bicaranya atau memang laki - laki itu senang mengejeknya, yang jelas kali ini Nadien terpancing emosi. Jika yang bertanya itu Rey sahabatnya, mungkin kini Nadien sudah menjepit mulutnya dengan jepitan rambut.

"Gue liat - liat kayanya lo nyepelein gue banget ya?" Ujar Nadien masih mencoba terlihat santai

"Nanya doang gue, sensi amat mentang - mentang laper. Gue tuh nanya, lo bisa masak apa engga? kalo ga bisa, gue mau berniat baik nih buat masakin lo makanan." Jawaban tidak terduga yang sama sekali tidak Nadien pikirkan untu terucap dari mulut seorang Jidan mahessa.

"Kalo gue bisa?"

"Kalo bisa ya syukur, gue bisa numpang makan kalo gitu." Nadien tertawa dalam hati, apa yang ia harapkan dari laki - laki tengil disampingnya ini.

"Emang niat awal lo itu kan."

Jidan tertawa kecil sebelum kembali melemparkan pertanyaan. "Jadi gimana?"

"Apanya?"

"Mau gue masakin ga?"

        Belum sempat Nadien menjawab, mobil yang mereka kendarai memasuki basement. Dengan konsentrasi penuh dan beberapa kali usaha percobaan Nadien berhasil memarkirkan mobil itu dengan rapih. Ia menghembuskan nafas lega setelah berhasil sampai tujuan dengan selamat, meski sebelumnya sempat hampir menabrak pedagang kaki lima sesaat setelah mobil yang mereka kendarai berjalan setidaknya selama 15 menit. Diliriknya laki - laki yang kini masih terduduk di kursi penumpang sembari memijat pelipisnya.

HAPPY SOON [JIHOON TREASURE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang