Chapter 10

219 46 185
                                    

Donasi Vote-nya, kak :o

Satu lingkup pasar luas pada tanah desa ujung pulau terlihat ramai pengunjung berkeliaran tak tentu arah menjumpai satu persatu kedai bahan pangan segar melakukan percakapan tawar-menawar antar si pembeli dengan si penjual seperti pasar lainnya, t...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu lingkup pasar luas pada tanah desa ujung pulau terlihat ramai pengunjung berkeliaran tak tentu arah menjumpai satu persatu kedai bahan pangan segar melakukan percakapan tawar-menawar antar si pembeli dengan si penjual seperti pasar lainnya, terik matahari panas tak menerpa kawasan umum itu seperti hari-hari biasa membakar keringat tubuh guna memberikan kesehatan namun hanya awan kelabu mendung terus bermunculan sedari awal pagi datang menyapa. Berlanjut acara tetap antusias berbelanja kebutuhan rumah tanpa menyadari sesuatu yang aneh akan hadir menimpa seluruh kumpulan umat manusia di sana tak lama lagi.

"Mari, mari. Ayo, Bu! Ini ikan segarnya murah."

Chaeseo Choi, gadis berambut panjang warna hitam yang tengah berdiri mematung berteriak mempromosikan jualan milik keluarga tak henti-henti tanpa istirahat bersemangat menggebu masih kuat. Meski terlahir sebagai anak bungsu, tak membuat Chaeseo bisa hidup seenaknya terus dilayani dan dimanjakan oleh kedua orang tua karena keluarga bermarga Choi ini hidup sederhana sekali. Keseharian orang tuanya merupakan seorang nelayan serabutan, sementara kedua kakak perempuan pergi merantau sebagai ART di luar negeri.

"Silahkan dilihat-lihat dulu, Bu." ramah Chaeseo mempersilahkan kala ada pembeli mampir

"Banyak lalat di sini." bisik seorang ibu lain

"Ikan bekas kemarin ya, dek?"

Kepala Chaeseo menggeleng kencang, "Ngga kok, Bu. Ini semua hasil tangkap tadi pagi."

Ketiga wanita berstatus ibu rumah tangga itu terus pergi beriringan meninggalkan kedai ikan milik keluarga kecil Choi setelah jemari tangan telah menyentuh sana-sini badan ikan segar, hidung Chaeseo hanya menghela nafas singkat sudah tak aneh menemui hal semacam ini dalam sehari-hari ia membantu berjualan di pasar. Sekarang, Chaeseo sudah menduduki bangku kelas lima sekolah dasar akan begitu sejak umurnya menginjak sembilan tahun sudah bisa menjual ikan seorang diri ketika kedua orang tua melanjutkan menjala dengan hasil uang benar tanpa ada sedikit kekurangan.

Disaat teman-teman yang lain asyik bermain menikmati masa kecilnya dengan cerita indah, Chaeseo sendiri sibuk membenahi beban kedua orang tua dengan membantu pekerjaan mereka sedikit demi sedikit sekaligus meringankan jerih payah melihat umur mereka sudah berada dikepala lima. Hari-hari libur tak pernah diisi liburan bersantai membiarkan tubuh bermalas-malasan seperti kebanyakan orang, Chaeseo gunakan waktu luang tersebut dengan bekerja serabutan seperti berkeliling menjajakan ikan asin ataupun menjadi tukang sapu bagi yang membutuhkan.

Jutaan awan mendung silih berterbangan kian menyebar riuh diatas kawasan tanah desa tanpa aspal itu menimbulkan kerumunan warga disekitar penjuru bubar seketika, samar perlahan air hujan turun satu sama lain mengguyur bagian ujung pulau ini membuat tanah merah disana kembali becek setelah dua hari lalu tertimbun deraian air hujan lagi sama. Namun, kali ini awan kelabu gelap seperti menumpahkan limpahan airnya tiada batas juga deras sekali hingga bisa menumbangkan banyak pepohonan tinggi.

CHAE'S HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang