Neva menikmati makan siangnya dengan santai dan tenang. Tidak ia pedulikan pada sosok Kello yang saat ini sudah duduk di sebelahnya, dan terus menatap ke arahnya.
"Nev, kok, kamu dari tadi cuekin aku terus? Padahal dari tadi aku udah ajak kamu ngomong. Terus, aku juga udah kasih kamu es krim. Kalau kamu terima es krim aku, bukannya itu pertanda kalau kita udah baikkan?"
Kello akhirnya menyampaikan apa yang ada di dalam isi hatinya yang sejak tadi ia tahan.
Neva memasukkan suapan ke dalam mulutnya kemudian melirik pada sosok Kello. Mengunyah dan menelan makanan di dalam mulutnya, barulah gadis itu menjawab pertanyaan kekasihnya.
"Kita memang udah baikkan. Tapi, bukan berarti aku mau ngomong sama kamu," ujarnya, sambil memutar bola matanya ke sisi lain.
"Yah, tapi aku tadi udah kasih kamu es krim."
"Aku juga bisa beli es krim sendiri. Makanya aku ambil tadi karena sayang aja kalau es krimnya mencair dan enggak bisa dimakan."
Kello memasang wajah cemberut dan dengan enggan menyantap makanan yang terhidang di hadapannya.
Saat ini mereka berada di kantin kantor dengan Nat dan Ana yang duduk berhadapan dengan mereka berdua.
"Makanya, Kell, udah tahu kalau Neva cemburuan. Lo masih aja mau dekat-dekat dengan teman-teman lo itu," ujar Ana, menatap pada Kello.
"Namanya juga gue mau berteman dengan siapapun, Mbak. Lagian mereka temen-temen gue dan baik-baik kok. Neva aja yang susah akrab dengan mereka."
Kali ini Neva segera meletakkan sendoknya di atas piring kemudian beralih menatap pada Kello yang duduk tepat di sebelah kursinya.
"Bukan gue yang enggak mau mengakrabkan diri dengan mereka. Tapi, mereka yang enggak mau menerima gue sebagai pacar lo. Mereka pikir mereka itu siapa? Jauh duluan gue yang kenal sama elo daripada mereka kenal sama elo, Kello."
Kalau Neva sudah menggunakan kata 'lo-gue' dalam kalimatnya tentu saja itu pertanda jika gadis yang tampak cantik dengan balutan kemeja putih itu sedang dalam amarah besar.
"Sayang, jangan pakai 'lo-gue' dong. Enggak enak banget di dengar."
"Suka-suka gue," sahut Neva semakin sinis. "Pokoknya, kalau lo masih sok akrab dengan mereka dan mengabaikan gue sebagai pacar lo, gue enggak akan mau lagi pacaran sama elo, Kello."
Neva mendengus dan kembali melanjutkan makannya yang sempat tertunda. Tidak peduli kalau Kello terus memelas padanya untuk tidak mengabaikannya lagi.
Sore ini Neva pulang dengan Kello menggunakan mobil milik pemuda itu.
"Idih, badanku gatal-gatal," gumam Neva, masih bisa didengar oleh Kello.
"Kenapa memangnya? Kamu tadi pagi enggak mandi?" Kello menoleh menatap pada kekasihnya sebentar, sebelum ia kembali fokus untuk menyetir.
"Siapa bilang aku enggak mandi? Aku cuma merasa gatal-gatal aja kalau duduk di bekas tempat perempuan yang kamu bawa kemarin," sindir Neva keras.
Kello memilih diam karena jika ia membalas ucapan pacarnya itu bisa terjadi perdebatan sengit antara mereka berdua. Kali ini Kello masih berusaha agar Neva mau memaafkan dirinya sepenuhnya.
"Nanti malam kita berdua nongkrong di cafe. Mau? Udah 3 minggu ini kita enggak malam mingguan."
"Enggak ada yang suruh kamu juga sering nongkrong dengan teman-teman kamu," sahur Neva acuh. "Jemput aja aku sebelum jam tujuh. Kalau kamu terlambat, kita batal."
"Oke, Sayang. Aku akan jemput kamu." Kello tersenyum menatap pacarnya kemudian melajukan kendaraannya menuju kontrakan tempat Neva tinggal.
Setelah pulang dari mengantar Neva, pemuda itu pulang ke rumahnya.
Alana yang membukakan pintu menatapnya. "Bangke, tumben pulangnya masih sore. Biasanya Bangke pulangnya deket-deket magrib," sapa Alana, menatap pada sosok Kello.
Kello bukannya menjawab pernyataan Alana, pemuda itu justru menyentil kening adiknya hingga membuat si empunya meringis.
"Udah berapa kali Abang bilang jangan panggil Bangke, Alana. Enak aja kamu singkat-singkat panggilan Abang."
"Suka-suka aku lah mau panggil apa. Abang bakalan aku aduin ke Papa karena abang udah nyentil kening aku."
Alana menatap kakaknya dengan kesal kemudian berbalik pergi masuk ke dalam mencari papanya untuk mengadukan apa yang dilakukan sang kakak padanya.
Sementara Kello menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Alana. Pemuda itu memutuskan untuk masuk ke dalam menuju lantai 2 di mana kamarnya berada.
Malam ini ia akan mengajak Neva untuk jalan-jalan ataupun membelikan makanan yang disukai oleh pacarnya itu. Kello yakin 100% kalau kekasihnya itu belum memaafkannya.
Setelah membersihkan diri, Kello melangkah keluar dari kamar dan turun ke bawah. Tadi Alana sudah berteriak memanggilnya untuk makan malam bersama.
"Mi, Pa. Maaf, aku enggak bisa makan malam bersama kalian. Soalnya aku udah janji mau jemput Neva."
"Kalau begitu kamu hati-hati di jalan, Kello. Ingat, kamu itu bawa anak orang," ujar Nia pada anaknya.
"Siap, Mi. Kalau begitu aku berangkat dulu."
"Hati-hati," pesan Bima sambil mengulurkan tangannya.
Kello mencium punggung tangan papanya kemudian beralih pada maminya.
"Iya, Pa." Tangan pemuda itu bergerak untuk mengusap kepala Alea, sementara sebelahnya lagi menyentil telinga Alana hingga membuat gadis kecil itu berteriak.
"Kello," tegur Bima pada putranya.
Tak mau mendengar omelan dari kedua orang tuanya, Kello cepat-cepat berbalik pergi dan meninggalkan ruang makan di mana keluarganya sedang menikmati makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balikan, Yuk!
RomanceNeva dan Arkello sudah pacaran sejak berada di kelas 12 SMA. Hubungan mereka mulai meregang dan sering terjadi perdebatan semenjak Neva dan Kello sama-sama menjadi anak magang di perusahaan milik papanya Kello. Hal ini disebabkan karena Kello yang s...