14.

1K 171 9
                                    

Kello melompati adiknya yang saat ini sedang membangun istana pasir. Hal ini sudah dilakukannya berulang kali hingga membuat Alana merasa sebal dengan tingkah laku kakaknya.

Neva yang duduk tak jauh dari posisi mereka saat ini berada tertawa. Apalagi ketika melihat diam-diam Alana sudah membawa segumpal pasir di tangannya.

Sekali lagi ketika Alana sedang menunduk untuk memasang kerucut pada istananya, Kello melompatinya hingga ujung jari pemuda itu mengenai istana pasir yang dibangun Alana dan jatuh berantakan.

"Bangke!" Alana dengan kesal melempar pasir yang sudah ia genggam ke arah di mana Kello berada.

Aksinya tentu saja langsung dielak oleh pemuda itu. Kello tertawa dan mulai berlari menghindar dari kejaran Alana.

Sementara Neva dan Alea duduk dengan santai sambil menikmati cemilan mereka.

"Abang dan Alana kekanakan. Masa iya, sudah besar masih main kejar-kejaran," celetuk Alea, menggelengkan kepalanya.

"Kalau Alana memang masih kecil, sama seperti kamu, Le. Iya, enggak masalah. Abang kamu itu yang kelakuannya masih seperti anak kecil. Jailnya minta ampun. Meniru dari siapa Abang kamu itu? Soalnya Kakak lihat  kalau Mami dan papa kamu itu kalem-kalem orangnya."

Alea langsung melemparkan tatapan anehnya pada Neva membuat gadis itu tersenyum canggung.

"Kenapa dengan ekspresi wajah kamu itu, Le? Memangnya ada yang salah?" tanyanya.

"Memangnya Kak Neva lihat dari mana kalau Mami dan papa itu orangnya kalem?"

"Dari penampilannya?" Neva menyahut dengan ragu. "Soalnya kalau Kakak perhatikan beberapa kali ketemu dengan orang tua kamu, mereka terlihat agak kalem dan pendiam," lanjutnya.

"Kakak salah. Di rumah itu orang yang paling cerewet ya Mami. Selalu teriak-teriak apalagi kalau berhubungan dengan Bang Arga, Bang Kello, dan juga Alana yang selalu cari masalah." Alea berbicara dengan jujur. "Kalau papa di luar memang terlihat kalem dan dingin. Tapi, kalau udah sama Mami, papa itu kelihatan seperti anaknya mami. Manjanya minta ampun."

Alea menatap Neva dengan serius. "Ingat kata pepatah, don't judge a book by cover."

Neva baru mengetahui fakta ini. Pantas saja kelakuan Kello seperti itu karena memang orang tuanya juga agak random menurutnya.

Terlihat Kello yang berlari ke arah mereka kemudian mendudukkan dirinya dengan napas tersengal.

"Abang nyerah, Lan. Ya ampun, Abang udah lama enggak olahraga. Sepertinya, Abang memang harus rajin olahraga supaya enggak tersengal kayak gini kalau lari."

Kello berucap sambil berusaha untuk mengatur napasnya.

"Siapa suruh kalau abang jail? Aku 'kan udah bilang jangan ganggu istana pasir aku."

Alana juga ikutan duduk di sebelah Kakak kembarnya kemudian mengambil minum yang diserahkan oleh Alea padanya. "Thank you kakak kembar." Alana tersenyum dan menegak minuman, sementara Neva segera membuka botol minuman dan menyerahkan pada Kello.

"Terima kasih, sayangnya aku. Tahu aja kalau aku lagi haus."  Kello tersenyum menatap pada kekasihnya. "Yang, pengen makan disuapin sama kamu. Suapin aku, ya?"

"Mau makan langsung?"

"Huum. Ini udah siang juga kita belum makan."

Mereka kemudian bangkit dari posisi mereka kemudian membawa semua peralatan mereka menuju tempat yang mirip dengan pendopo alias gazebo kemudian meletakkan barang-barang mereka.

Atap jerami menghalangi mereka dari sinar matahari sehingga membuat mereka bisa menikmati makan siang dengan tenang dan santai tanpa takut cahaya matahari yang membakar kulit tubuh mereka.

Setelah seharian bermain di pantai, dengan tidak lupa mengenakan sunblock, mereka akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Kello tentunya lebih dulu mengantarkan Neva untuk kembali ke kontrakannya sebelum akhirnya ia membawa kedua adik kembarnya yang sudah terlelap di kursi belakang kembali ke rumah mereka.

Neva baru saja meletakkan barang-barangnya ketika mendengar suara ketukan pintu. Gadis itu melangkah keluar dan membuka pintu hanya untuk melihat sosok Andre yang berdiri di depan pintu kontrakannya.

"Bang Andre? Kenapa, Bang?"

"Kamu sepertinya baru aja pulang. Memangnya kamu dari mana, Nev?"

"Biasa, aku dari pantai sama Kello dan adik-adiknya. Kenapa memangnya, Bang?"

Neva memberi kode agar Andre duduk di kursi plastik yang berada di depan teras rumahnya. Dua kursi dan satu meja memang berada di teras dan disediakan oleh pemilik kontrakan. 

"Pasti kamu capek. Padahal Abang mau ajak kamu untuk pergi ke mall nanti malam. Abang mau kasih cewek Abang kado untuk ulang tahunnya. Nah, Abang mau belikan dia tas. Kamu 'kan cewek, pasti kamu lebih mengerti dengan selera perempuan."

Neva terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya gadis cantik itu menganggukkan kepalanya. "Boleh deh kalau abang mau aku temani cari tas. Nanti malam 'kan?"

Andre meringis dan menganggukkan kepalanya. "Iya, soalnya ulang tahun cewek Abang itu besok. Terus Abang baru ingat hari ini kalau dia ulang tahun. Sekalian temani abang untuk cari kue juga, ya?  Mau 'kan?"

"Iya, santai aja sama aku, Bang. Asal Abang jangan lupa buat kasih aku makan. Iya kali mau keliling-keliling aku enggak dikasih makan juga."

"Ha-ha. Kalau itu sudah pasti, Nev. Kamu tenang aja. Ya udah kalau begitu kamu mandi dulu dan istirahat sebentar. Nanti malam Abang panggil kalau udah mau berangkat."

"Siap."

Andre tersenyum kemudian melangkah pergi menuju rumahnya yang berada di sebelah kontrakan Neva. Sementara gadis itu berbalik masuk ke dalam kontrakannya untuk membersihkan diri baru kemudian ia istirahat sejenak untuk merilekskan tubuh.


Balikan, Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang