12: Cokelat

802 195 15
                                    

Kello meletakkan dua potong coklat batangan di depan Neva yang saat ini sedang menatap pada komputer miliknya.

Gadis cantik itu menoleh menatap Kello dengan sebelah alis terangkat kemudian mengambil dua batang coklat tersebut dan menyimpannya di laci meja kerjanya.

"Tumben kamu kasih aku coklat pagi-pagi. Ini enggak mungkin kamu sengaja datang ke toko buat beli coklat dan kasih ke aku 'kan?"

"Memang enggak mungkin, Nev. Hari spesial kayak gitu paling aku kasihnya Valentine ataupun hari jadi kita." Kello mengangkat bahunya menatap sang kekasih. "Ini coklat aku ambil dari rak makanan punya Alana. Tadi malam aku habis temenin dia borong cemilan. Bukan cuma dia aja 'sih tapi Alea juga."

"Ini enggak apa-apa kamu bawa coklat punya dia? Kamu tahu sendiri 'kan Alana itu seperti apa."

Dibandingkan dengan Alana, Neva lebih condong pada Alea yang tidak banyak bicara. Alana memang masih kecil, namun terkadang mulutnya melebihi host acara gosip.

"Enggak apa-apa. Aku aja udah minta izin sama dia, kok. Dia bilang kalau mau kasih ke kamu, ambil aja enggak apa-apa." Kello menunduk dan menempelkan kedua sikunya di atas meja tempat di mana Neva berada. "Aku enggak tahu kenapa Alana sepertinya suka banget sama kamu. Aku aja yang minta cemilan buat dimakan sendiri aja enggak dibolehin. Terus, aku bilang minta coklat satu batang buat kasih ke kamu, eh dia malah suruh aku ambil dua."

"Soalnya hati aku itu bersih seperti bidadari, Kell. Kalau kamu 'kan macam devil," sahut Neva kalem.

Kello yang mendengar langsung mencubit pipi Neva gemas mendengar perkataan kekasihnya itu.

"Kamu jangan KDB, ya, Kell. Aku aduin ke mami kamu tahu rasa," ancam Neva melotot kesal.

Cubitan Kello bukan pula cubitan manja. Pemuda di hadapannya kadang mencubitnya dengan tak berperasaan.

"Apa itu KDB, Yang? Kok, aku kayaknya baru dengar."

"Kekerasan dalam berpacaran. Mami kamu pernah bilang kalau kamu nakal dan nyakitin aku, tinggal lapor sama beliau biar Mami yang turun tangan," jawab Neva santai.

"Jangan, dong, Sayang. Kalau kamu aduin ke mami, bisa-bisa jatah aku nanti tambah kurang."

"Memangnya aku peduli, Kell? Enggak. Kamu 'sih suka cubit pipi aku. Kalau nanti menggelambir seperti pipi nenek-nenek, memangnya kamu mau?"

"Tinggal aku bawa aja ke Korea, Yang. Buat operasi plastik."

Ana yang baru tiba melihat keduanya yang asik berbincang. "Mesraan terus pagi-pagi. Nanti siang atau nanti sore pasti udah berantem lagi," sindirnya, pada kedua sejoli tersebut.

Kello menegakkan tubuhnya dan menatap pada Ana yang lebih tua 1 tahun dari mereka. "Syirik aja Mbak Ana. Makanya jangan jomblo."

"Siapa bilang gue jomblo? Kalau gue mau punya pacar gampang. Tinggal sekali lirik, laki-laki pada bersujud di kaki gue," timpal Ana dengan angkuh.

"Laki-lakinya yang lagi mungut koin?" ejek Kello, diiringi tawanya.

Ana memasang wajah cemberut kemudian dengan segera melempar ransel miliknya di atas meja yang tentu saja tidak lagi mengejutkan Neva.

"Udah, kamu balik sana lagi, Kell. Nanti kalau Pak Amir datang, bisa diomelin aku," usir Neva.

Pak Amir adalah atasan mereka yang pasti akan mengomel jika mereka belum bekerja padahal waktunya sudah tiba.

Pak Amir tidak mungkin mengomeli Kello karena tahu pemuda itu adalah anak dari Pak Bima.  Pasti yang akan diomeli adalah dirinya, pikir Neva sebal.

"Ya udah kalau begitu, aku pamit dulu, Yang. Kamu kerjanya yang semangat."

Kello melirik ke kanan dan ke kiri kemudian memastikan jika hanya Ana yang terus memperhatikannya,  membuat pemuda itu segera melayangkan kecupan di pipi Neva sebelum akhirnya ia berbalik pergi.

"Pagi-pagi, woy, udah mesum aja!" Ana menepuk pipinya pelan menatap pada apa yang dilakukan oleh Kello pada Neva barusan.

Sementara Kello sudah berbalik pergi sambil melambaikan tangannya pada Ana dan juga Neva.

"Bukan mesum namanya Mbak Ana. Tapi, itu ciuman selamat pagi." Neva menoleh menatap Ana dengan senyum manis sambil menyentuh pipinya. "Mbak Ana enggak ada niatan untuk cari pacar?"

"Enggak. Males banget kalau gue harus mikirin pacar. Jomblo begini lebih enak," sahut Ana sambil mengangkat bahunya.

Tak lama kemudian Nat tiba dan meletakkan tasnya di atas meja. "Kalian berdua lagi bahas soal apa? Sepertinya seru banget," komentar wanita itu.

"Ini mbak, Neva sama Kello benar-benar enggak tahu malu. Masa tadi aku si Kello cium pipi Neva sebelum dia pergi." Ana menunjuk pada Neva yang tersenyum sambil menyentuh pipinya.

"Terus memangnya kenapa? Kamu pengen juga dicium pipinya?"

Ana langsung melengos dan tidak membalas ucapan Nat lagi yang pasti akan membuat mood-nya semakin memburuk.

Di lantai ini hanya Ana yang selalu menjadi bahan olok-olokan teman-teman kerjanya karena hanya dirinya saja yang belum memiliki kekasih.

Sementara Kello yang sudah tiba di lantai tempatnya bekerja langsung mendudukkan diri.

"Happy banget. Habis ngapain lo?"

Billy melirik pada rekan kerjanya yang tampak ceria pagi-pagi sekali. Ia ingat beberapa hari lalu Kello datang dengan wajah cemberut yang diduga karena bertengkar dengan kekasihnya.

"Habis dapat jatah dari Neva. Tolong jangan iri, ya. Enggak ada yang suruh lo untuk menjomblo," timpal pemuda itu.

Billy yang mendengar hanya bisa menggelengkan kepala dengan segala tingkah laku absurd  Kello yang memang agak kurang terduga.



Balikan, Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang