6: Emosi lagi!

822 224 21
                                    

Kello kembali merapatkan tubuhnya pada Neva sambil bergerak untuk merangkul pundak gadis itu.

Pemuda itu memilih untuk tidak bersuara lagi karena takut suaranya akan memancing emosi Neva kembali.

"Kello, kamu di sini juga ternyata. Kenapa enggak bilang kalau mau nongkrong di sini?"

Sebuah suara tiba-tiba menyapa indera pendengaran pasangan muda-mudi tersebut.

Kello sendiri mengangkat kepalanya dan menatap Silvi bersama 3 orang pemuda yang merupakan teman nongkrongnya selama 1 tahun terakhir.

Sementara Neva yang memainkan ponselnya enggan untuk mengangkat kepalanya. Gadis itu hanya menatap dingin pada layar ponselnya dan menekan layar dengan kekuatan yang agak besar.

Emosi yang sedikit lagi akan mereda kini muncul di permukaan ketika 4 sosok yang tidak ingin ia temui justru muncul tepat di hadapannya.

"Eh, kalian berempat kumpul-kumpul di sini juga? Iya, nih, gue sama Neva mau menghabiskan waktu buat mingguan di sini," ujar Kello, menyapa teman-temannya.

"Wah, curang, nih, Kello. Masa iya mingguan nongkrong di cafe enggak ngajak kita-kita," ujar Erwin, menarik kursi untuk ia duduki.

Begitu juga teman-temannya yang lain, mengambil kursi dan duduk melingkari meja tempat di mana Kello dan Neva lebih awal duduk.

"Mbak!" Riko melambaikan tangannya pada pelayan dan memanggil untuk memesan cemilan serta minuman yang akan mereka nikmati bersama-sama.

"Udah lama kalian di sini? Kalau tahu kalian bakalan nongkrong di sini, kita dari tadi udah duduk di sini," timpal Jodi, menatap Kello dan Neva bergantian.

"Kami baru satu jam di sini." Kello menjawab dengan perasaan yang sudah ketar-ketir. Takut kalau amarah kekasihnya membumbung tinggi saat kencan malam minggu mereka justru diganggu oleh teman-temannya.

Silvi menatap Neva yang terus menunduk dengan memainkan ponselnya.

"Nev, kok, dari tadi kamu diem? Ngobrol dong bareng kita-kita. Udah lama juga 'kan kita enggak kumpul-kumpul seperti ini?"  ujarnya pada Neva.

Neva akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap pada Silvi. Gadis cantik itu tersenyum menatap perempuan yang berusaha untuk mendekati Kello. Tentunya sebagai perempuan, insting Neva sudah dinyalakan semenjak kehadiran Silvi.

"Bukan kita-kita yang enggak pernah nongkrong. Tapi, gue kayaknya deh," timpal gadis itu, sambil menyeruput minumannya di dalam gelas. "Kalian 'kan memang sukanya kumpul tanpa gue," tambahnya.

"Enggak gitu kok, Nev. Cuma 'kan kadang waktu kumpul-kumpul kita, kamunya yang enggak mau ikut."  Silvi tetap tersenyum meskipun ia ditanggapi dengan sinis oleh Neva.

"Kell, cewek lo kenapa sinis banget sama Silvi? Perasaan Silvi nanyanya baik-baik," ujar Erwin, menatap Kello kemudian beralih pada Neva.

"Kenapa lo harus tanyanya  ke Kello?  Padahal gue ada di depan mata lo langsung." Neva mengalihkan tatapannya pada Erwin dan tersenyum sinis. "Suka banget lo menciptakan kesalahpahaman antara gue dan Kello. Laki 'kan?"

Pertanyaan Neva spontan saja membuat emosi Erwin agak naik. Pemuda itu menatap Neva tajam.

"Maksud lo apa ngomong kayak gitu ke gue?"

"Maksud lo sendiri apa ngomong kayak gitu ke Kello? Gue sinis? Gue sinis dari mananya? Memangnya salah kalau gue mengutarakan pendapat gue?" Neva sudah mulai terpancing emosinya, membuat Kello mengusap punggung gadisnya itu.

"Sayang, udah, jangan marah-marah. Erwin mungkin maksudnya bukan seperti itu," kata Kello.

"Bukan seperti itu apa? Seharusnya lo itu ngomong ke temen-temen lo itu. Kenapa lo harus ngocehnya ke gue, Kello?" Neva menatap tajam pada kekasihnya.

"Memang dasar, ya, cewek lo itu anti sosial, Kell. Kayak enggak senang gitu kalau kita kumpul-kumpul. Eh, lo itu masih pacarnya Kello. Bukan istrinya yang berhak mau larang-larang ataupun bersikap sinis kalau kami berkumpul," ujar Erwin, panjang lebar. "Ngeri banget, Kell, belum jadi suami lo aja, lo udah dikekang."

Akhirnya emosi Neva yang sejak tadi mulai ditahan kini naik kembali ke puncaknya.

"Udah deh kalian enggak usah bertengkar. Kita di sini mau senang-senang," tegur Jodi, menatap mereka yang sibuk berdebat.

"Sorry, gue balik." Neva merapikan tasnya kemudian bangkit berdiri, membuat Kello segera menahan pergelangan tangan gadisnya.

"Kamu mau ke mana? Kita belum lama duduk di sini." Kello menatap kekasihnya yang terlihat sudah marah.

"Mau balik. Lo ngajak gue ke sini buat kencan dan menghabiskan waktu bersama. Tapi, teman-teman lo itu pura-pura enggak peka sampai mau gabung sama kita juga. Memangnya enggak cukup selama ini mereka menghabiskan waktu lo?"

Ini bukan hanya soal menghabiskan waktu berdua. Tapi, memang teman-temannya Kello selalu mengambil waktunya untuk bersama kekasihnya sendiri. Jadi, ketika malam ini mereka ingin menghabiskan waktu bersama, teman-temannya Kello kembali berkumpul dan mengacaukan semuanya.

"Nev, lo kenapa jadi tambah kekanakan kayak gini? Lo cuma pacarnya Kello. Gue, Jodi, Erwin, dam juga Silvi, teman-temannya sendiri. Kenapa lo kelihatan enggak suka banget kalau kita kumpul?"   Riko mengangkat kepalanya dan menatap pada sosok Neva.

"Gue enggak akan menjelaskan sama kalian. Tapi, gue akan minta sama Tuhan supaya kalian merasakan ada di posisi gue."

Neva kemudian berbalik pergi meninggalkan meja tempat mereka duduk sebelumnya, melangkah keluar dari cafe, tentunya diikuti oleh Kello yang berusaha untuk menenangkan emosi Neva.

Sesampainya di luar cafe, Neva mengacungkan jari telunjuknya pada Kello.

"Lo lihat sendiri bagaimana respon teman-teman lo ke gue? Sekarang gini aja, Kell, lo masih tetap mau berteman dengan mereka atau kita putus?"

Kello tercengang dengan dua pilihan yang diberikan oleh Neva. Pemuda itu menatap tidak percaya pada kekasihnya yang memberikannya pilihan sulit.

"Nev--"

Neva kemudian berbalik pergi dan langsung masuk ke dalam taksi yang kebetulan baru saja menurunkan penumpang.

"Neva!"

Teriakan Kello yang begitu besar tidak membuat Neva berbalik untuk keluar dari taksi, melainkan meminta pada sopir untuk segera menambah laju kecepatan kendaraannya agar tidak diikuti oleh Kello.

Balikan, Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang