10: Es krim

932 203 18
                                    

Nia yang saat ini sedang bersantai di ruang tengah bersama suaminya langsung menegakkan tubuh ketika melihat tiga anaknya menuruni anak tangga dengan tangan saling bergandengan.

Wanita cantik itu bertanya, "kalian bertiga mau ke mana?"

"Mi, kami diajak sama Bangke buat beli es krim," sahut Alana pada maminya.

"Beli es krim? Ini udah malam, Alana. Buat apa lagi makan es krim malam-malam?"

"Buat morotin uang Bangke." Alana dengan polos menatap pada maminya yang tertawa ketika mendengar jawabannya.

Sementara di sebelah gadis itu, Kello hanya mendengus tanpa suara mendengar jawaban yang didengar dari mulut adiknya.

"Ya udah, kalau begitu kalian bertiga hati-hati di jalan. Eh, Alea mau ikut juga?"

Alea yang ditanya menganggukkan kepalanya masih tanpa ekspresi, membuat Nia tersenyum senang karena anaknya mau keluar dari zona nyaman.

"Ya udah kalian bertiga hati-hati di jalan. Pokoknya, Kello, kamu jaga adik kamu jangan sampai lengah," timpal Bima menatap ketiga anak-anaknya.

"Iya, Pa, siap. Kalau begitu kami berangkat dulu."

Kello menggandeng kedua tangan adiknya kemudian melangkah keluar menuju mobil untuk pergi ke supermarket sesuai dengan keinginan mereka berdua.

Kello memang harus siap dengan kantongnya yang pasti akan disedot habis-habisan oleh Alana. Pemuda itu sangat tahu jika beli es krim yang dimaksud oleh Alana jelas saja bukan hanya sekadar membeli es krim. Melainkan juga, membeli yang lain-lainnya.

Alana dan Alea duduk di kursi belakang dengan Kello sebagai sopir mereka berdua. Agar adil, keduanya sama-sama duduk di belakang, karena sejak kecil baik Alana maupun Alea sudah diajarkan untuk saling mengalah dan jangan keras kepala.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju sebuah supermarket sesuai dengan keinginan Alana.

Baru kemudian Kello memarkirkan kendaraannya ketika tiba. Turun dari mobil, pemuda itu segera membuka pintu belakang untuk kedua adik kembarnya yang langsung turun.

"Terima kasih, Bangke!"

Alea dan Alana sama-sama mengucapkan terima kasih  yang disambut dengusan oleh Kello.

"Sudah Abang bilang beberapa kali sama kalian, jangan panggil abang dengan Bangke. Malu tahu didengar sama orang," protesnya, untuk yang kesekian kali.

"Masalahnya ini sudah menjadi kebiasaan, Bangke. Agak sulit untuk diubah," sahut Alana, dengan ekspresi serius.

Tak mau berdebat dengan adiknya, Kello hanya mendengus kemudian membawa kedua gadis itu ke bangunan 3 lantai yang menyediakan semua yang dibutuhkan.

Entah pakaian, perabotan rumah tangga, berbagai kebutuhan rumah tangga seperti bahan-bahan dapur, cemilan, dan lain sebagainya juga diisi.

Bisa dikatakan jika bangunan tiga lantai tersebut memang diperuntukkan untuk pemalas yang sangat jarang pergi ke mall ataupun pasar.

Kello langsung membawa kedua adiknya ke lantai 2 menggunakan eskalator  hingga ketiganya akhirnya tiba.

Alana langsung melepaskan genggaman tangan sang kakak kemudian berlari menuju troli yang langsung ia tarik dari tempatnya.

"Ini troli untuk kakak Alea. Terus, ini troli untuk aku." Gadis cantik itu memberikan troli yang ia tarik pada Alea kemudian menarik untuk dirinya sendiri.  "Saatnya kita memborong!" Gadis kecil itu berujar dengan penuh semangat sambil tersenyum menatap kedua kakaknya.

Jika Alea membalas dengan wajah tanpa ekspresi, berbeda dengan Kello yang menatap Alana maupun Alea dengan tatapan nelangsa.

"Jadi, kalian berdua memang sudah berencana menguras kantong Abang?"

Alana mengangguk dengan polos, begitu juga dengan Alea yang membalas tatapan kakaknya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Ayo, Kak. Aku mau belanja sepuasnya."

Alana melambaikan tangannya pada sang kakak kemudian mendorong trolinya menuju cemilan yang sudah ia catat di dalam otak cantiknya.

Di lantai ini juga menyediakan berbagai perlengkapan sekolah seperti buku dan lain sebagainya.

Alea ikut mendorong trolinya menuju sisi lain yang berbeda dengan Alana. Tujuannya tentu saja mencari buku yang bisa menjadi bahan bacaannya. Baru kemudian ia akan bergerak untuk mencari cemilan favoritnya.

Sementara Kello kembali dibuat nelangsa dengan kedua adiknya yang berpisah. Pemuda itu dibuat bingung ingin mengikuti siapa di antara keduanya.

"Abang ikuti Alana aja. Nanti Alana yang hilang. Kalau aku udah selesai, nanti aku cari Abang dan Alana," kata Alea, memutar kepalanya sedikit ke belakang.

"Kamu bawa HP, Dek?"

Alea menunjuk pada tas kecil yang tergantung di lehernya yang memang tersimpan ponsel miliknya.

Kello menganggukkan kepalanya kemudian berbalik pergi mengikuti Alana dari belakang. Sementara Alea sendiri mengangkat bahunya dan mendorong trolinya ke tempat tujuan awalnya.

Gadis kecil itu tidak mau diikuti oleh kakaknya karena terlalu malas untuk diomeli.

Tidak kedua orang tuanya, tidak kakak-kakaknya, pasti akan protes ketika ia membeli buku-buku yang memang seharusnya dibaca oleh orang dewasa. Namun, mau bagaimana lagi, jika ia menyukainya.

Alea sudah berpikir jika ia memang anak kecil dan bukan orang asing yang masuk ke tubuh kecil ini. Gadis itu tidak mau memikirkan ingatan masa lalu yang masuk ke dalam otaknya. Ia akan menikmati hari-harinya bersama keluarga yang sangat dicintainya.

Keputusan kedua orang tuanya yang meminta ia untuk pergi ke luar negeri selama beberapa tahun juga sudah disetujui oleh Alea. Jadi, mungkin beberapa bulan ke depan ia sudah tidak ada di sini lagi dan akan kembali jika ia sudah bisa melatih dirinya sendiri dengan baik. 

Begitulah rencana kedua orang tuanya.





Balikan, Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang