13: Pantai

869 190 13
                                    

Minggu ini Kello mengajak Neva dan kedua adik kembarnya untuk jalan-jalan ke pantai yang ada di kota mereka.

Rencananya memang sudah dibuat sejak kemarin sore hingga kini mereka bertiga sedang dalam perjalanan menuju kontrakan tempat Neva tinggal.

Setelah tiba di depan kontrakan Neva, Kello dan adik-adiknya kemudian turun menghampiri teras di mana pintu masih tertutup rapat.

"Kak Neva! Kakak buka pintunya! Kami sudah tiba, dan siap untuk pergi ke pantai!" Alana melantunkan nada lagu asal sambil memanggil Neva agar keluar.

"Tunggu bentar, Lan!"

Suara Neva terdengar dari dalam membuat Kello menegakkan tubuh dan menunggu sang pujaan hati keluar.

Kalau urusan untuk berteriak tentu saja diserahkan pada Alana. Lihat saja Alea, saat ini berdiri bersandar pada dinding di belakangnya dengan tangan terlipat di dada.

Gadis kecil yang saat ini mengenakan celana pendek di atas paha dengan baju kaos berwarna hitam itu menatap kakaknya.

"Kita pulangnya jam berapa?" tanya Alea.

"Le, kita belum juga berangkat kamu udah tanya pulang jam berapa. Pokoknya lama-lama lah kita di sana. Habiskan waktu liburan di pantai buat bersenang-senang. Kan, jarang-jarang kita main," sahut Kello.

"Dari pada main-main di pantai dan panas-panasan, mending di rumah. Baca buku, main komputer, atau belajar yang lain."

"Kak Alea memang enggak asik. Belajar itu udah kita lakukan satu minggu 6 hari. Masa iya, satu minggu full kita harus belajar. Bisa full kutu kepala aku," sungut Alana tidak setuju. "Lagi pula, Kakak sudah pintar. Enggak usah mikirin buat belajar. Aku aja yang enggak seberapa pintar, malas untuk belajar," tandasnya, menatap sang kakak.

"Itulah bedanya Kakak sama kamu, Len. Kalau kakak sudah pintar ingin semakin pintar. Kamu sudah bodoh, malah tambah bodoh."

"Pedas!"

Kompak, Kello dan Alana sama-sama mengibaskan tangan mereka di depan wajah sambil bergerak menjauh dari Alea.

Alea memang tidak banyak bicara, namun sekalinya bicara agak pedas. Mirip-mirip seperti Alana, hanya saja Alea tidak begitu nampak.

Tak lama kemudian Neva membuka pintu dan menatap ketiga kakak beradik yang sudah menunggunya.

"Kalian lagi berdebat tentang apa? Suara kalian terutama Kello dan Alana sampai kedengaran di dalam."

Neva menatap ketiganya secara bergantian. Saat ia sedang sibuk menata cemilan untuk mereka di dalam, ia bisa mendengar suara Alana dan juga Kello.

"Mungkin karena rumah kakak enggak kedap suara makanya suara kami bisa kedengaran. Coba aja Kak Neva pasang kedap suara, pasti enggak akan kedengaran," sahut Alana. "Ini karena Kak Alea udah ceramah pagi-pagi, makanya suara kami agak keras."

Neva menganggukkan kepalanya mengerti. Anak-anak dari mami Nia ini memang terkadang terlihat sangat kompak, dan kadang bahkan ada perdebatan sengit di antara mereka.

"Kamu udah siap, Yang, buat kita berangkat?" Kello menatap kekasihnya dengan tatapan bertanya yang dibalas dengan anggukan kepala.

Kemudian mereka langsung pergi naik ke dalam mobil dengan Neva yang duduk di samping Kello sedangkan si kembar duduk di belakang.

"Nanti kita mampir di restoran dulu buat beli makanan. Soalnya perut kita enggak akan kenyang kalau hanya makan cemilan," tutur Kello, mendapat persetujuan Neva.

Untuk urusan memasak, Neva memang tidak ahli. Maka dari itu, mereka sering mengadakan piknik dengan Kello yang membeli makanan di restoran.

Setelah mampir ke restoran untuk membeli makanan, mobil langsung melaju menuju pantai.

Hari Minggu seperti ini memang biasanya ramai. Benar saja saat mereka tiba, lahan parkir sudah nyaris penuh.

Mereka kemudian turun dan melangkah dengan membawa ransel serta makanan yang dibeli di restoran tadi.

Baik Alana maupun Alea sama-sama berjalan dengan santai tanpa membawa apapun.

Alana mengeluarkan kamera dari dalam ransel miliknya kemudian mulai memotret keadaan sekitar. Gadis kecil itu tidak lupa untuk memotret kakaknya dan juga Neva ala candid agar terlihat agak estetik menurutnya.

Alea yang melihat tingkah laku adiknya hanya menggelengkan kepala kemudian melangkah dengan santai.

Setelah menggelar tikar yang dibawa, mereka kemudian duduk dan menata makanan maupun cemilan yang tentunya masih tertutup.

"Pokoknya ini tempat kita. Harus kasih tanda, nih." Alana mengeluarkan sebuah kertas dan spidol dari dalam ransel miliknya yang menarik perhatian Neva.

"Kok, kamu bisa bawa spidol dan kertas, Lan? Memangnya udah di rencana?"

"Enggak. Di masing-masing tas aku memang ada kertas dan spidol. Enggak tahu kenapa aku hobi aja bawa ke mana-mana," sahut Alana pada Neva.

Neva mengangguk mengerti kemudian mereka melangkah menuju bibir pantai. Alea yang tidak betah untuk jalan-jalan memilih untuk duduk sambil menjaga makanan mereka dari orang-orang iseng.

"Kalau tahu Kakak mau duduk santai di sini, buat apa aku nulis di kertas besar-besar untuk jangan sentuh makanan kita?" Alana menatap cemberut pada kakaknya yang membalasnya dengan tatapan polos.

"Kamu enggak tanya kalau kakak mau ikut kalian atau enggak." Alea mengangkat bahunya. "Kalian main aja sana. Aku males," usirnya.

"Ya udah kalau begitu kamu tunggu di sini. Kalau ada apa-apa langsung panggil abang, Dek."

Kello melambaikan tangannya kemudian berbalik pergi sambil menggenggam tangan Alana dan juga Neva ke pinggir pantai di mana sudah ramai orang.

Alea sendiri duduk dengan santai mengeluarkan buku yang sengaja dibawanya dari rumah. Kalau tidak dipaksa oleh Alana dan dibujuk oleh Kakak serta maminya, demi apapun, Alea sangat malas keluar.

Balikan, Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang