Niat baik?

5.3K 704 18
                                    

Karena Yasmin terjaga aku tidak ikut makan malam dengan mba Rania dan mas Afi, tidak juga menemani mereka. Usai mendengar cerita mba Rania tadi aku berinisiatif memberi ruang dan waktu selagi mereka berdua. Bisa kurasakan kebahagiaan mba Rania setelah anniversary mereka, walaupun tak pernah merayakan semegah acara mereka aku dan almarhum punya kenangan sendiri untuk kebersamaan itu; yang pasti tak kalah romantis.

Suara tawa mba Rania dari ruang tengah bisa kudengar, aku ikut tersenyum, kembali pada kenanganku dengan almarhum mas Alif. Meskipun raganya tak lagi di sini kehangatannya masih membuatku rindu. Takdir yang membuat kebersamaan kami singkat di dunia ini dan kenangannya abadi tak kan lekang dalam ingatanku.

Saking larut dalam kenangan aku tertidur namun almarhum tak kunjung datang ke mimpi padahal rindu sudah kuperjelas dalam doa.

Bukan karena Yasmin aku terbangun tapi ketukan pintu kamar sementara Yasmin terlelap dalam dekapanku. Sebelum membuka pintu aku melihat jam dinding sudah menunjukkan angka sepuluh malam, ternyata cukup lama aku tertidur.

Mas Afi? Aku mengerjap melihat beliau setelah membuka pintu.

"Kamu belum makan, bagaimana bisa tidur dalam keadaan perut kosong?"

Aku mendengar apa yang ditanyakannya tapi aku malah bertanya keberadaan mba Rania saat tidak melihatnya di sekitar kami.

"Mba Rania tidur?"

"Sudah dari tadi," jawabnya singkat lalu kulihat mas Afi menggeser langkahnya ke samping. "Keluar, makan dulu."

Aku mengangguk, kubuka pintu kamar dengan maksud bisa mendengar Yasmin kalau dia bangun nanti tidak mungkin meminta mas Afi menunggui Yasmin lagi pula aku ke dapur cuma mengambil nasi dan makan di kamar. Aku benar-benar tidak sadar kalau mas Afi mengikutiku ke belakang.

"Kenapa terburu-buru?"

Barulah aku menoleh dan terkejut melihatnya. Terburu-buru yang dimaksud mas Afi berbeda dengan gerakan cepatku.

"Takut Yasmin kebangun," jawabku lalu kembali menyendokkan lauk ke piring.

"Begini terus cara makanmu?"

Apa maksudnya? Mataku yang tadinya melihat ke wadah lauk kini terangkat.

"Tidak berkualitas, padahal kamu sedang menyusui."

Sebentar....kenapa mas Afi bicara seperti ini? Lalu kenapa dia mengikutiku ke sini?

"Makan di sini, makan dengan tenang. Aku yang jaga Yasmin."

Apa? Belum sempat bicara aku melihat mas Afi berbalik dan menuju ke kamarku.

Ada apa ini, maksudku kenapa seperti ini? Terserah lah, aku tidak memintanya menjaga Yasmin beliau sendiri yang mau. Baik, aku akan makan di sini semoga Yasmin tidak terbangun dulu sampai aku menyelesaikan makan malamku.

Pernah beberapa kali terlambat makan karena ketiduran, syukurnya tidak kebablasan sampai pagi. Kadang sudah makan, tengah malam tetap jaga karena lapar.

Bukan bermaksud berlama-lama di dapur, karena tidak mendengar suara Yasmin aku mencuci piring bekas makan, aku juga tidak menemukan piring bekas makan kedua tamuku, mba Rania pasti sudah mencucinya.

Setelah selesai aku kembali ke kamar, pintu yang tadinya kubuka beberapa saat lalu kini tertutup rapat. Saat kubuka, kulihat mas Afi berbaring membelakangi pintu dan posisinya berhadapan dengan Yasmin dan itu membuatku terkejut. Kupikir beliau menunggu di bangku samping kamar, dugaanku salah.

"Aku sudah selesai," kataku memberitahunya sementara posisiku tidak jauh dari ambang pintu. "Mas Afi," panggilku namun selang beberapa detik tak ada sahutan dengan terpaksa aku mendekat dan lagi aku terkejut mendapatinya tertidur.

Aku memanggilnya lagi tanpa menyentuh. Pintu kubiarkan terbuka dan memanggilnya lagi. Suaraku memang tidak besar tapi cukup jelas terdengar.

Kini posisiku sudah sangat dekat dengannya karena sudah kupangggil beberapa kali tak terbangun juga aku mencolek tungkai kakinya, syukur beliau sadar dan menoleh padaku.

"Sudah?" tanyanya khas suara orang bangun tidur, matanya memerah.

Aku mengangguk lalu mundur dua langkah ketika mas Afi bangun tapi tak langsung berdiri, beliau duduk beberapa saat mungkin mengumpulkan kesadarannya.

"Makasih sudah ditungguin." aku senang karena Yasmin tidak terganggu.

"Eum."

Saat beliau bangun aku bergeser lebih ke kiri hampir dekat dengan kaki ranjang.

"Besok ada baby sitter yang datang, masih muda bisa membantumu menjaga Yasmin."

Hah? Aku mengerjap tak tahu menjawab apa.

"Ngobrol dulu, kalau tidak cocok aku cari lain."

Aku tidak butuh baby sitter, tidak merasa capek apalagi terganggu. Perlukah kukatakan padanya bahwa seorang ibu bahagia bisa menjaga dan merawat bayinya?

"Melihatmu begini aku yang stress."

Loh?

"Dia membantumu menjaga bukan mengambil Yasmin darimu."

Aku keberatan. "Anu----"

"Mau lanjut tidur?"

Sontak aku mengangguk, seketika benakku berpikir terang. Lebih baik menolak niat baik mas Afi besok ketimbang membuatnya lebih lama di kamarku sekarang, ini tidak baik meskipun kami tidak melakukan apa-apa.

"Selamat malam," ucapnya dengan suara rendah.

Aku tak lagi menoleh saat beliau keluar dari kamarku, begitu mendengar suara pintu tertutup aku naik ke ranjang bukannya tidur aku malah kepikiran niat mas Afi yang ingin memberikanku seorang baby sitter.




Mantan Ipar (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang