Yasmin 10

1.8K 334 50
                                    

 Lima tahun berlalu, kini Dyaz sudah menjadi wanita karier. Ditempatkan di perusahaan orang tua Yasmin wanita itu berhasil membuktikan pada keluarga Argan tentang janjinya. Syukur, sejak saat itu mertua tak pernah lagi ikut campur dengan rumah tangganya namun sampai saat ini Dyaz juga belum mendengar kata restu ditambah sekalipun mereka tak pernah menjenguk Nayana yang sekarang sudah berusia enam tahun.

Semua ini berkat Yasmin, dia melakukan semuanya untuk sang sahabat. Dan hasilnya cukup memuaskan, rumah tangga Argan dan Yasmin semakin membaik.

Alah bisa karena biasa, kini pepatah itu dirasakan Yasmin. Tak ada lagi syarat menyayangi Nayana, dia sudah menganggap gadis kecil itu sebagai putrinya. Bolak-balik kafe dan kediaman Dyaz tak lagi menjadi beban, Dyaz hanya memilikinya itu yang menguatkan langkah dan tekad Yasmin hingga sekarang.

Lalu bagaimana dengan hidupnya sendiri? Sejauh ini masih baik-baik saja, sudah dua tahun ini Yasmin menjalin hubungan dengan Daksa namun belum ada pembicaraan serius kendati usia kian merangkak.

Setiap jam sebelas siang kalau bukan Argan maka Yasmin lah yang menjemput Nayana di taman kanak-kanak, lalu gadis kecil itu akan menghabiskan waktunya di cafe bersama Yasmin. Begitulah keseharian Nayana.

"Kata mama sekolahnya harus di yayasan, Tante."

"Bagus dong," jawab Yasmin. 

"Tapi teman-teman lanjutnya di komplek TK." 

Nayana sedang curhat pada Yasmin, satu bulan lagi harus kecil itu selesai belajar di taman kanak-kanak. 

"Naya nggak boleh SD di sana saja?"

Kendati memiliki hubungan yang dekat dengan Nayana untuk hal ini bukanlah kapasitasnya.

"Tanyain mama nanti ya."

Bola mata gadis kecil itu bergerak sekali lalu kelopak matanya mengerjap. "Setiap malam enggak pernah ketemu Mama, pagi-pagi Mama belum bangun, tanyanya kapan?"

Yasmin tersenyum, atas nama sahabatnya dia merasa bersalah. Pekerjaan dengan posisi ini yang diinginkan Dyaz, ibu satu anak itu tidak menerima alasan penolakan dari Yasmin, tujuannya satu adalah membuktikan bahwa dirinya mampu di hadapan keluarga Argan.

"Nanti Tante bilangin, malam ini pulang lebih awal. Kalau bisa sore." 

Tapi Nayana menggeleng. "Jangan, kasian mama. Naya tanya sama papa aja."

Yasmin setuju, dia mengusap sayang kepala Nayana.

"Naya mau telepon Papa."

Yasmin mengangguk. "Mau di kamar Tante atau di sini?"

"Di kamar saja," jawab gadis kecil itu lalu Yasmin menyerahkan HP miliknya pada gadis tersebut.

"Hati-hati naiknya," pesan Yasmin.

"Iya Tante."

Setiap sore pengunjung selalu ramai Nayana sepertinya mengerti pada kesibukan Yasmin padahal tidak seperti pikirannya. Total ada sembilan pekerja, tiga di dapur dan enam di ruangan juga out door. 

Karena memang hobi Yasmin tidak pernah meninggalkan dapur kecuali ada yang mendesak dengan Nayana atau pas lagi sepi. Dari olahan tangannya tercipta berbagai macam menu dan hampir semuanya menjadi menu spesial di kafe tersebut.

Saat Daksa datang pria itu juga sering membantunya untuk mengisi kebersamaan mereka. Tapi karena tuntutan pekerjaan keduanya terpaksa LDR-an, kadang sebulan sekali atau dua bulan sekali laki-laki itu baru bisa berkunjung selebihnya mereka berkomunikasi melalui telepon.

Selesai bicara dengan papanya, Naya turun dan menghampiri Yasmin ke dapur.

"Tante makan malamnya di sini saja, papa sama mama lembur."

"Siap." 

Bukan sekali ini tapi cukup sering, namun Yasmin tetap mengantar Naya ke rumah walaupun Dyaz lelah setelah seharian bekerja minimal dia bisa mengucapkan selamat malam pada Naga.

"Naya di sini saja ya," pinta gadis itu. "Di atas sepi."

Yasmin terkekeh. "Boleh, kalau bosan bilang ya. Kita jalan-jalan."

Naya mengangguk. Sayangnya gadis itu tidak pernah mengeluh, dia terlalu kecil untuk memahami keadaan tapi itulah Nayana.

Kondisi yang dialami oleh anak-anak yang memiliki orang tua pekerja ya begini, untung Naya punya Yasmin jadi dia tidak akan kesepian di rumah meski ada pengasuh. Di kafe Naya bertemu banyak orang, ia bisa beradaptasi dengan berbagai karakter namun tetap di bawah pengawasan Yasmin.

Sosok Naya menyenangkan, ia disukai oleh para pekerja di kafe, mereka juga sering bercanda. Ini yang membuat Yasmin bahagia, dia betah berlama-lama dengan Naya karena di sini Naya nyaman dan tak merasa sepi.

Karena Yasmin mengerti adalah alasan kedua membawa Naya bersamanya.

******

Jarum jam menunjukkan angka sebelas malam saat Argan tiba namun Kafe sudah tutup. Pesan dari Yasmin sudah dibaca, Naya yang mau tidur di tempat Yasmin tapi Argan tetap datang.

"Maaf mengganggu."

"Tidak apa," jawab Yasmin. "Aku sudah mengirimkan pesan." dan Yasmin tahu jika Argan sudah membacanya.

"Dyaz baru pulang besok pagi, aku akan tidur dengan Naya."

Tapi.... Naya sudah tidur, kasian sekali dibangunkan. Dia bukan bayi yang tak akan terjaga bila digendong. Namun yang dijawab Yasmin, "Aku bangunkan dia dulu."

"Baik."

Meninggalkan Argan wanita itu naik ke kamarnya.

Yasmin berpikir apakah dia perlu turun tangan lagi? Selama beberapa bulan ini sahabatnya sering pulang malam, sekarang ditambah lembur sampai pagi. 

Lima tahun bukankah sudah cukup membuktikan dirinya mampu? Mengejar ambisi resikonya keluarga terabaikan. Apa yang hendak dikejar wanita itu lagi, jika soal harta maka Argan bisa memberikan berapapun yang dia mau. 

Di kamar Yasmin melihat lelapnya tidur Naya, dia merasa kasian membangunkan gadis kecil itu. Dyaz sudah dewasa, tidak bisakah dia mengendalikan kewajiban yang telah menjadi ambisinya? 

Menarik napas dalam Yasmin turun lagi, dia akan menyuruh Argan pulang dan besok pagi dia akan mengantar Naya.

Tapi....di salah satu bangku pria itu tertidur. Di bawah penerangan yang cukup dia bisa melihat wajah lelah Argan. Kembali ke kamar, Yasmin mengambil selimut untuk pria tersebut.

Berbeda dengan pikiran orang dewasa, pagi itu ketika Naya bangun dan turun ke bawah lalu mendapati ayahnya gadis kecil itu berjingkrak kegirangan hingga Argan terjaga.

Ia merentangkan tangan meminta putrinya mendekat.

"Papa kok tidur di sini, kenapa tidak naik ke atas?"

Argan tersenyum. Ia tidak percaya bisa tertidur di sin. Ah....dia ingat semalam karena pusing dia berbaring sejenak tidak tahu malah kebablasan jadinya tertidur.

"Wangi sekali, kamu sudah mandi ya?" tanya Argan menghidu harum rambut Naya, mengabaikan tanya sang putri.

Naya mengangguk. "Papa mandi juga, Tante pasti sedang masak."

Tidak, Argan akan mencuci muka saja ke kamar kecil yang ada di bawah. 

"Iya, sebentar lagi. Mau peluk kamu dulu."

Naya terkikik geli hingga tertawa lepas karena gelitikan papanya, Yasmin yang datang dengan sebuah handuk dan satu keranjang perlengkapan mandi ikut tersenyum melihat dua orang itu.

Dyaz, kamu mau aku merekam dan mengirimkan tawa suami dan anakmu pagi ini? Tidak kah kamu ingin melihat suasana bahagia seperti ini?

"Geli Pa!" Naya masih tertawa saat Argan melepaskannya tepat saat itu Yasmin mendekat.

"Mandi di atas saja," kata Yasmin lalu meletakan keranjang dan handuk di meja samping bangku. "Di meja rias ada kaos, tapi aku tidak tahu muat apa tidak."

Selama enam tahun, setiap bangun pagi wanita ini yang menyapanya. Tak adakah satu makna pun di balik kebaikan ini?

"Terimakasih selimutnya."

Dan hanya dibalas senyum tipis, lalu ia melihat Yasmin kembali ke dapur.














Mantan Ipar (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang