Yasmin 16

2.4K 371 36
                                    

 Yasmin terhenyak saat mendengar apa yang baru saja dikatakan Argan padanya setelah dua jam di luar mencari tahu keberadaan Dyaz. 

"Ini," kata Argan dan meletakkan HP di meja agar Yasmin bisa melihat isi pesan yang ditulis Dyaz.

Kata-kata dipesan itu sepertinya pernah didengar Yasmin.

"Dia sedang marah," kata Yasmin dengan nada lelah. Perlukah dia memberitahu jika tiga hari yang lalu Dyaz datang ke sini?

"Aku tidak akan mengatakan seharusnya diposisi ini aku yang marah, aku cuma mau dia berubah dan menganggap keberadaanku."

Yasmin menarik napas lelah. Ia tahu kenapa ikut lelah dengan keadaan rumah tangga sahabatnya karena secara langsung dia terlibat walaupun bukan sebagai posisi pengganggu.

"Aku perlu bicara tapi dia terus menyebut kamu yang pantas menjadi istriku."

Lidah Yasmin terasa pahit, sekarang dia tahu dan semakin bisa meraba akibat dari mengiyakan semua permintaan sahabatnya. Seandainya Dyaz tahu bahwa dirinya ikut terluka atas keadaan ini mungkin Dyaz tak akan pergi melainkan duduk dengan kepala dingin dan membicarakan masalah ini untuk menemukan jalan keluar.

"Dia tidak menyalahkan siapapun, itu kemauanku. Bukan dari hatinya."

Dan Yasmin tidak mau mendengar hal itu. "Cari dia, minta maaf lah." 

Yasmin ragu saat meminta hal tersebut karena mengetahui selama ini selalu Argan yang mengalah dan pria itu tak pernah mengatakan lelah, namun Argan harus melakukannya demi  Naya.

"Sebelum dia pergi aku sudah minta maaf, aku bicara baik-baik tapi dia malah menyerangku." ada senyum masam pertanda kecewa setelah mengatakan kalimat itu.

Yasmin terkesiap, "Apa maksudmu?" tanya Yasmin tak ingin salah paham.

"Dia mencacimaki....juga menamparku."

Yasmin tak percaya Dyaz melakukan hal itu, semarah apapun seorang istri pantas kah melakukan hal itu? Tapi di depan ayah satu anak itu Yasmin tak ingin menyalahkan sahabatnya.

"Maaf kan dia," kata Yasmin tak lagi menatap pria itu. Dengannya Dyaz tak mau bicara pun dengan Argan, lalu dengan siapa sahabatnya akan bicara untuk memecahkan masalah ini?

"Tak ada kebencian di hatiku."

Yasmin lega mendengarnya.

"Tapi untuk perasaan----"

"Ingat kalian punya Naya," sela Yasmin dengan cepat. Dia tak ingin rumah tangga sahabatnya retak.

"Iya, dia yang melahirkan Naya. Tapi bisa kuhitung berapa kali----"

"Jangan lupa, kalian pernah saling mencintai, pernah gila bersama." Yasmin menegaskan lagi karena tak ingin mendengar keraguan apapun dari pria itu.

"Maksudmu aku harus bertahan bagaimanapun sikapnya?"

Yasmin mengangguk.

"Aku bukan malaikat, yang bisa menahan hawa nafsu. Kamu perlu tahu berapa lama kami tidak----"

"Haruskah aku mendengar hal itu?"

"Lalu siapa yang pantas mendengarnya, ibuku?"

Yasmin meremat kedua tangannya. Membela Dyaz karena memiliki maksud baik pada rumah tangga mereka.

"Karena kamu satu-satunya orang yang mengenal Dyaz, kamu juga yang mengerti mama Naya, lantas kenapa berpura-pura tidak memahamiku?"

Kini Argan menyudutkan wanita itu, tak bermaksud buruk tapi menginginkan Yasmin menilai dengan objektif.

"Enam tahun lebih Yasmin, tolong pikirkan."  

Yasmin tak ingin mengartikan kata-kata yang baru diucapkan Argan, tapi sedikit sesapan kata yang diucap dengan penuh permohonan menyentuh dadanya.

"Jangan meninggalkannya, aku akan mencari cara membuat Dyaz mengerti."

Argan bangun. "Baik, lakukan yang terbaik menurutmu." lalu

Mengabaikan desir aneh saat melihat raut lelah menyertakan kecewa pria itu Yasmin menyinggung satu hal lagi. "Hubungan Dyaz dengan nenek Naya belum bisa dikatakan baik, tak apa membawanya ke sana?"

"Lalu aku harus membawanya ke sini?" tatapan keduanya bertemu. "Sikapku hari ini karena pertemuan kita selama enam tahun lebih, karena diabaikan aku takut tak ada yang bertanggungjawab atas perasaanku."

Kalimat itu bukan itu juga untuk Dyaz melainkan untuknya, tapi Yasmin memilih diam tak menanggapi.

Hingga pria itu pergi Yasmin masih di tempatnya. Ini belum berakhir kan, Dyaz akan baik-baik saja kan, tak akan terjadi hal buruk pada rumah tangga sahabatnya kan? Dan masih banyak tanya lain yang membuatnya takut.

Jika memang benar seperti itu, kenapa Argan harus jatuh cinta padanya?

******

Yang dirasakan Argan sama seperti Naya, merindukan wanita yang selama ini selalu ada untuk mereka namun ketidakinginan Yasmin menahan langkah Argan. Bahkan pada putrinya ia mengatakan bahwa Yasmin sedang pergi.

Dia pria dewasa yang mudah memahami sebait kata penolakan, namun untuk perasaan yang hadir tak bisa dikatakan tiba-tiba. Selama ini ada proses yang dilewati atas kesengajaan Dyaz namun begitu tak euforia di hatinya. 

Ia pernah memilih setelah mencintai, sekarang tak akan semudah itu kecuali dia bertemu dengan wanita yang benar-benar bisa menghargainya sebagai suami. Mungkin, Yasmin masuk kriteria.

Lupakan tentang itu, sisipkan pada ruang yang perlahan mulai terisi. Seminggu berlalu dia belum juga menemukan keberadaan Dyaz, Argan masih mencari dan akan bicara untuk menuntaskan hal yang seharusnya memang telah usai.

Seperti kata Dyaz, seharusnya dia mendukung apapun yang dilakukan wanita itu, tak mengeluh dan menerima jalan yang dipilih ibu anaknya. Namun dengan cara Argan sendiri, tidak tanggung-tanggung Argan akan melepaskan Dyaz seperti keinginan wanita itu.

Namun tanpa sepengetahuannya Yasmin bertemu dengan Dyaz, seperti yang dikatakan pada Argan bahwa dia akan mencari cara untuk memperbaiki keadaan mereka.

Dan di sinilah dua sahabat itu berada, di sebuah hotel tempat Dyaz menginap selama ini.

"Setidak percaya itu kamu Dyaz sampai menguntitku." Yasmin bicara dengan nada dingin.

"Sekarang dengarkan aku setelah enam tahun lebih aku menuruti keinginanmu."

Sama seperti Yasmin mama Naya juga menatapnya dingin.

"Aku sudah cukup minta maaf, sekarang aku ingin mengatakan bahwa setelah semua ini aku menyesal membantumu."

Dyaz meremat kedua tangannya pertanda marah.

Yasmin melanjutkan, "Ikhlas menjadi sahabatmu pun merawat Naya, tapi apa balasanmu?"

"Kamu ingin memperjelas kesalahanku?"

"Aku bukan penuntut, hanya menyadarkan posisiku selama ini. Jika memang begini yang kamu mau dari hubungan kita, silakan." tatapan Yasmin tak lepas dari wajah sahabatnya. "Pulang lah, lihat Naya tatap juga wajah laki-laki yang telah kamu pilih. Lalu tanyakan pada hati, sampai di sini saja kisah kalian?"

Dalam marahnya air mata Dyaz menitik.

"Aku tak memintamu melihat peranku selama ini, tak perlu juga hargai persahabatan kita."

Dyaz tak sesenggukan tapi hatinya begitu sakit.

"Aku tidak memiliki rasa untuk suamimu, jadi jangan menyudutkan posisiku. Aku tak mengundangnya datang apalagi merayu, aku tak se-hina itu."

Satu kalimat lagi dikatakan Yasmin sebelum mengakhiri pertemuannya dengan Dyaz.

"Jika tak ingin tersakiti perbaiki apa yang selama ini keliru, raih kembali bahagia yang kau inginkan selama ini. Kamu tak ingin Naya bernasib sama denganmu kan?"

******

Saat mengaktifkan ponselnya, pesan pertama kali yang dibaca Dyaz adalah dari suaminya. 

Mari bertemu, kali ini mari bicara dengan tenang.










Mantan Ipar (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang