Jumat, 27 May 1994
Alarm Ana berbunyi. Pukul 05.30WIB. Ana mengambil peralatan mandi. Menuju kamar mandi, ia mengintip kamar pastur. Pintunya terbuka. Kosong. Sudah rapi. Selesai mandi, Ana mengeluarkan satu-satunya mukena yang dibawanya dari Medan. Selesai shalat subuh, berpakaian, Ana menuju dapur. Siapa tahu ada yang bisa dibantunya.
"Selamat pagi", sapa pastur.
"Pagi, kalian bangun pagi sekali".
"Jam empat, selalu jam empat. Sarapan sudah siap", kata Ruth sambil membawa sepiring telur dadar.
Di meja makan sudah terhidang nasi goreng, telur dadar, emping, teko berisi teh dan kopi. Ada juga kentang segar yang digoreng dengan kulitnya. Selain roti tawar dengan dua jenis selai, strawberry dan srikaya. Masih pukul 05.45WIB.
"Apa disini biasa makan sepagi ini?",tanya Ana heran.
Pastur dan istrinya tertawa. "Kami petani dan butuh tenaga untuk memacul".
"Mari makan", ajak Ruth. "Perias pengantin akan datang. Tidah banyak pilihan baju. Tapi lumayanlah".
"Tidak usah. Saya bisa pakai baju sendiri. Saya juga bisa make up",jawab Ana
"Biar bidan pengantin make up saja kalau begitu",balas Ruth tersenyum. Dia pasti gugup pikirnya dalam hati.
Ana diam. Dia menghirup tehnya. Selalu, tanpa gula.
"Aku berangkat dulu. Syamsul bisa datang kapan saja", kata pastur. "Aku akan mengantarnya ke musholla tempat akad kalian".
Mendengar nama papa, Ana merasa perutnya ditumbuk. Pastur berlalu setelah memeluk istrinya.
"Aisha, calon kakak iparmu langsung ke musholla. Dia orang baik. Sebaiknya kau ganti baju. Nanti bidan pengantin akan meriasmu dikamar".
"Terimakasih ibu",balas Ana.
Ana berjalan lambat menuju kamar. Mengeluarkan setelan baju kurung warna putih. Seragam lebaran terakhir saat mama masih hidup. Selendang putih dengan bordir rapat di tepiannya. Tanpa make up pun Ana sudah sangat cantik.
Ana dirias cepat oleh bidan pengantin. Ia hanya ingin riasan sederhana. Bau make up mereka membuatnya mual. Lipstick yang dipakainya merah merona. Kontras dengan baju serba putih. "Papa tidak akan suka warna lipstick ini", batin Ana dalam hati. Ana memasukkan semua barangnya kedalam koper. Menguncinya dan menuju kedepan. Ruth sudah menunggunya.
"Ayo kita berangkat ke musholla", aja Ruth
Mereka menaiki mobil sedan milik pastur. Ruth yang setir. Tidak jauh. Mereka sudah sampai dalam sepuluh menit. Seorang perempuan cantik dengan baju sopan tertutup menyambut Ana. Sekilas Ana melihat papa dan pastur. Mereka akrab sekali.
"Saya nikahkan engkau Azhari bin Usman dengan anak kandung saya Karina binti Syamsul Djamil dengan mas kawinnya seratus gram emas dan seperangkat peralatan sholat, tunai".
"Saya terima nikah dan kawinnya Karina binti Syamsul Djamil dengan mas kawin tersebut , tunai".
Akad nikah selesai.
"Assalamualaikum Ana, aku Aisha, kakak Ari", sapa seorang wanita. Ia memakai kerudung. Baju kebaya panjang motif bunga-bunga dan kain batik.
"Waalaikumsalam, Aisha".
Aisha wanita sederhana tidak cantik. Juga tidak jelek. Sama seperti Ari, mereka bertubuh tinggi langsing. Tubuhnya wangi bunga segar. Kulitnya tidak putih juga tidak gelap. Biasa saja. Hidungnya mancung dengan wajah panjang. Senyumnya ramah.
Ana melihat Ari menghampiri. Sepertinya ia baru saja mengantar papa ke mobil.
"Mari kita pulang", ajak Ari kepada istrinya. Ana istrinya kini.
"Ari jangan lupa ajak istrimu main kerumah", kata Aisha. Ari tersenyum. Ia memeluk kakaknya.
Mereka berjalan menuju parkiran. "Itu mobilku", tunjuk Ari. "Kopermu sudah didalam".
Ana hanya mengangguk.
"Ana, ini aku ada masakkan rendang buat makan kalian. Pasti Ana masih capek. Lain kali aku alan bawa anak-anak berkenalan denganmu",kata Aisha sambil menyodorkan pinggan ditutup serbet kain bersih.
"Terimakasih banyak", balas Ana tersenyum
Mereka berpisah di parkiran.
"Rumahmu, jaraknya jauh?", tanya Ana
"Tidak"
"Ada banyak tetangga?", tanya Ana lagi.
"Yang terdekat Aisha, sekitar empat kilometer"
"Bang Ari tinggal sendiri?"
"Beberapa tahun ini", jawab Ari melirik sekilas istrinya.
"Lihat, itu mereka menanam sesuatu. Apa itu tomat?", tanya Ana antusias.
"Bukan, itu kentang", Ari tersenyum.
Pemandangan yang mereka lalui masih asing bagi Ana. Semua begitu alami. Sangat indah. Kemudian ada sungai dengan air terjun kecil. Airnya deras. "Pasti airnya sejuk", pikir Ana.
"Tidak ada yang berenang disungai itu?", tanya Ana lagi.
"Hanya anak-anak. Jumat mereka sekolah", jawab Ari.
"Owh, dan yang lainnya?", tanya Ana ingin tahu.
"Pria bertani pada waktu ini, dan wanita disini tidak mandi didepan umum. Ada pemandian khusus. Tertutup".
Ana merasa perutnya ditumbuk. Ada janin didalam perutnya. Dan ia baru menikah beberapa jam lalu. Dengan lelaki yang bahkan belum pernah menyentuhnya. Ari pasti berfikir ia wanita sundal. Mandi didepan umum.
"Kau selalu tersenyum?",tanya Ari.
"Apa?, maaf ?", tanya Ana bingung.
"Kau selalu tersenyum melihat apa pun. Apa kau selalu tersenyum?",tanya Ari lagi.
Wajah Ana memerah. Ia merasa malu. Ari pasti berfikir ia suka menggoda. Ia mengelus perutnya pelan.
"Aku suka melihatmu tersenyum. Cantik".
Ana terkesiap."Pemandangan disini luar biasa".
"Kau suka sungai?", tanya Ari.
"Suka, saya suka berenang"
Ari meliriknya. "Ada sungai dibelakang rumah kita"
"Tapi , apa bisa berenang disana?", tanya Ana. Bagaimana jika berenang disana juga tabu bagi wanita dewasa.
"Bisa, kita lihat nanti", balas Ari
"Masih jauh?", tanya Ana lagi. Ia sudah lelah.
"Tidak, satu turunan, belok kanan. Dipuncak bukit itu rumahku. Rumah kita", tunjuk Ari.
Mereka berbelok tajam kekanan. Dan diatas bukit itu tegak sebuah rumah lumayan besar. Rumah kombinasi modern dan rumah panggung. Bangunan belakang mungkin dulunya rumah panggung. Depannya tambahan. Modern sekali. Ini rumah tercantik yang pernah Ana lihat didesa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Orang Biasa
RomancePerjalanan rumah tangga Ana dan Ari. Ana gadis kota yang hamil diluar nikah. Untuk menutup malu, ia menikah dengan Ari. Lelaki desa biasa dengan cinta luar biasa untuk Ana. Dapatkah Ari membuat Ana mencintainya?. Bisakah Ana melupakan cinta pertama...