Ana melihat berkeliling halaman rumahnya. Sangat luas. Sepertinha perlu ditanami sesuatu. Bukan cabe, jahe atau kunyit. Ana berjalan menuju pondok kayu mungil disamping rumah. Pintunya berderit. Banyak perkakas dan peralatan bertani disana. Tersusun sangat rapi. Berbagai ukuran rak kayu didindingnya.
"Meooong.....meeong", terdengar suara kucing.
"Lucunya kalian",sapa Ana kegirangan.
Kucing yang menyapanya berwarna abu gelap sekali dengan tamparan warna krem diwajahnya. Tortie.
"Saya akan memanggilmu Abu", sahut Ana sambil mengelusnya. Bulunya tebal. Ekornya mengembang tapi pendek. Seperti kemoceng pendek. Kucing kedua keluar malu-malu. Berwarna putih bersih dengan bercak abu-abu pada punggungnya. Bukunya tebal dengan ekor mengembang sempurna. Sepertinya mereka kucing ras. Mengapa mereka ada disini, pikir Ana. Ada mangkuk tempat makan dan minum kucing. Ana tidak pernah melihat suaminya membuat makanan kucing. Tapi memang banyak hal yang kuketahui tentang Bang Ari, pikir Ana lagi.
"Kamu Putih dan kamu Abu. Mulai hari ini kita bermain bersama". Tapi sayang ketika Ana mencoba menangkap, mereka berlari kencang meninggalkan pondok.
Ana berjalan menuju rumah, duduk diteras, kembali membaca novel Wuthering Heights by Emily Bronte. Tiba-tiba ia mendengar klakson mobil. Sebuah mobil menderu kencang menuju pekarangan rumahnya. Berhenti tepat didepan teras. Ia mengenal betul mobil itu.
"Haaaiiii....", teriakan seorang wanita muda dari jendela kursi belakang
"Kak Kiky, kenapa ga bilang?",tanya Ana
"Kamu tahu, udara disini luar biasa sejuk. Ada sungai dan air terjun disana. We should swim there".
Ana tersenyum. Dia juga berfikir begitu pertama kali melihatnya."Mari masuk", ajak Ana.
Supir menurunkan barang bawaan Kiky. Sebuah koper dan dua buah kotak karton.
"Besok jeput saya disini sebelum jam 12 siang"
Supirnya mengangguk sopan dan berlalu.
"Supir papa kok bisa sama kakak?", tanya Ana
"Papa lagi keluar negri. To Uk"
"Papa gimana kabarnya?, baik-baik saja?"
"Fine , dia baik"
Mereka duduk dikursi makan. Membuka kotak oleh-oleh yang dibawa Kiky. Ada lapis legit, risol,sate kerang dan mocha tart kesukaan Ana. Juga berbagai manisan buah dan rujak. Ana sangat girang. Ada indomie, spageti untuk nanti dimasaknya. Ari berkeras ia tidak boleh makan indomie sehingga enggan membelinya.
"Long time, no hear",sentil Kiky
"Hmmm....hanya mencoba menyesuaikan. Oh ya, saya punya teman baru disini"
"Bagus sekali"
Mereka bercerita sampai tiba waktu makan siang. Ari pulang.
"Bang Ari, ini kakakku Kiky"
"Ari"
"Kiky", balas Ana sambil menjulurkan tangannya. Tapi Ari hanya menangkupkan kedua tangannya. Kiky salah tingkah.
"Aku bawa ayam goreng dari Aisha. Kalian sudah makan?", tanya Ari
"Oohhh.....saya lupa masak nasi. Tunggulah sebentar",seru Ana menepuk keningnya
"Tidak apa, sudah makan disana. Hanya mengantarkan ini. Kalian makanlah"
"Bang, ada oleh-oleh dari kakak, makanlah. Dan bawakan ini buat Aisha"
"Baiklah, aku pergi dulu. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam", balas Ana dan Kiky
"Dia, maksudnya suamimu do not shake hand?"
"Bang Ari tidak menyentuh wanita yang bukan muhrim. Begitu katanya", balas Ana
"Dia menyentuhmu?"
"Maksudnya?, tidak dalam arti sebagai istrinya. Belum bisa"
"Kak, ada kabar dari Rian?"
Kiky menggelengkan kepala. Ana tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Ia memegang liontin yang dipakainya.
"Ana, Rian dan suamiku, well mereka lulus tentara. Dokter military. Mereka pelatihan di Jawa tiga bulan"
Ana terkesiap.
"So I'm kind of lonely recently"
"Waktu mama sakit dan saya jaga, saya juga sering sekali kesepian. Papa sibuk, kakak jarang pulang"
"Maafkan papa. And I am so sorry. Please forgive me. Kakak terlalu sibuk dengan mas Ivan. Tidak seharusnya tanggung jawab merawat mama being your own responsibility".
Ana menghela nafas panjang
"Ana, what about to if you come with me back home?, you can go back to University. Get your degree".
"Kak, saya punya bayi. Siapa yang jaga?"
"Saya yang jaga. Pa will be happy, you are married. No child out of wedlock. Gimana?"
Ana hanya menghela nafas. Ia belum bisa memutuskan. Kecuali jika,"kak Rian bagaimana?, ada kabar?"
"Abangmu, Ivan dan Rian lulus tentara. Military Docter. Scholarship for them if they joint the army. Jadi sekarang mereka pendidikan"
"Kak, dia tahu kalau Ana sedang..."
"I don't really know"
Mereka bercerita sampai larut malam. Kiky kembali ke Medan tanpa Ana keesokan harinya.
"Sampaikan salam buat papa"
"Ya, think about going back to Medan. Where are you going to deliver your baby?, this village. They don't even have propper hospital. Think about it, OK"
Ana tidak ingin membuat marah papa. Pembicaraan terakhir dengan papa cukup menohok jantungnya.
Sorenya Ana berbicara dengan suaminya mengenai tawaran Kiky.
"Bang kak Kiky berkata dia ingin saya melahirkan di Medan"
"Mengapa begitu?"
"Fasilitas rumah sakit disini katanya, kurang memadai"
"Kakakmu sudah pulang?"
"Sudah, sebelum makan siang"
"Besok kita ke dokter, perutmu sudah mulai besar"
Ana diam. Ekspresi wajah suaminya mengetat.
"Boleh saya berjalan dengan Ros dan Tuti?, kami ingin belanja bahan baju. Baju ini sudah hampir meledak"
Ari tersenyum melihat istrinya,"belilah yang banyak".
Ari menyodorkan uang. Banyak. Ana menggeleng,"saya masih punya simpanan uang".
"Simpan uangmu, pakai ini",kata Ari sambil meletakkan uang itu ditangan Ana,"cukup?".
Ana mengangguk. Dia tidak tahu berapa harga bakal baju didesa ini. Tapi segulungan besar uang yang diberi Ari bahkan bisa beli beberapa baju butik di Medan.
"Apa warna kesukaan suamimu?", tanya Tuti ketika sedang memilih bahan. Semuanya terlihat indah bagi Ana.
"Saya tidak tahu",sahut Ana tertawa
"Kalau begitu warna kesukaanmu, apa?", balas Ros
"Biru"
Mereka memilih bahan viscose biru tua dan katun dasar putih dengan taburan bunga merah kecil.
"Bahan ini nyaman buat ibu hamil",kata Tuti
Mereka selesai berbelanja, Ana mengantarkan mereka pulang.
"Ibu kami akan membuatkan baju yang indah buatmu. Kalau sudah selesai, kami akan mengantarkannya", kata Ros
"Terimakasih, sampai jumpa, Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Keesokan harinya baju bahan viscose biru tua sudah siap. Indah sekali dengan kerah renda putih. Lengannya mengembang, panjang sesiku. Panjang melewati lutut. Menutup separuh betis Ana. Warna itu luar biasa cantik untuknya
"Belilah beberapa baju lagi. Cantik",kata Ari
Entah mengapa Ana sangat senang mendengar pujian suaminya. Saya akan memakainya ke dokter besok, pikir Ana. Tapi ia takut, dokter akan tahu ada yang salah dengan dirinya, dengan kehamilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Orang Biasa
RomancePerjalanan rumah tangga Ana dan Ari. Ana gadis kota yang hamil diluar nikah. Untuk menutup malu, ia menikah dengan Ari. Lelaki desa biasa dengan cinta luar biasa untuk Ana. Dapatkah Ari membuat Ana mencintainya?. Bisakah Ana melupakan cinta pertama...