Ana dan Ari berkendara menuju rumah Aisha. Aisha kakak Ari. Tapi ia lebih suka jika Ana tidak menyapanya kakak, cukup Aisha saja. Fatima anaknya Aisha berulangtahun. Tidak perlu waktu lama untuk menyadari, Fatima mengagumi Ana. Ia menyukai segala sesuatu tentang bibinya itu.
Tidak ada toko untuk membeli kado. Untungnya Ana membawa kado dari teman kuliahnya. Sebuah gaun. Belum pernah dipakai. Masih ada tag dan label harganya. Kekecilan untuknya. Fatima memiliki tubuh yang tinggi. Mereka semua sepertinya. Ari seratus delapan puluh senti. Ana hanya sebahunya.
"Biasanya apa yang dilakukan di kumpul keluarga?", tanya Ana.
"Makan, mengobrol, itu saja",balas Ari
"Saya punya teman baru. Ros dan Tuti",terang Ana.
"Oh ya, mereka tinggal dimana?"
"Rumah kopel diatas bukit. Dekat area persawahan", jawab Ana.
"Mereka buruh tani?"
"Mungkin, sepertinya begitu",balas Ana sambil mengangkat bahu.
"Kalau kau butuh teman, aku bisa meminta istri temanku datang dan bermain denganmu",balas Ari.
"Mereka pernah kuliah di ITB dan USU",terang Ana
"Bagaimana mereka bisa berakhir disini. Sarjana bukan?. Seharusnya mereka naik mobil mewah berkeliling kota",ejek Ari.
"Abang tidak suka dengan mereka?",tanya Ana penasaran.
"Tidak, bukan begitu. Mereka buruh tani bukan",tanya Ari lebih menekankan pada kata buruh tani.
Ana terkejut,"kita sama-sama manusia. Dan seharusnya abang berterimakasih karena kerja keras mereka juga sawah dan ladang abang menghasilkan".
"Ana, aku tidak pernah mengatakan aku tidak menyukai mereka. Hanya saja usahakan tidak terlalu akrab",tukas Ari.
"Mengapa?, ini kali pertama saya bertemu orang disini yang isi pembicaraannya tidak hanya cuaca, curah hujan, hama, anak dan paceklik",balas Ana kesal
Ari terdiam. Dia tersadar kalau Ana merasa sendirian dan terasing disini
"Bang, pernah terfikir untuk keluar dari desa ini. Melihat bagian dunia yang lain. Bertemu orang baru. Melihat kehidupan diluar sana?",tanya Ana ingin tahu.
"Pernah terfikirkan. Tapi aku punya tanggung jawab disini. Hidup tidak hanya selalu tentang apa yang kita inginkan".
Ana terdiam. Dadanya serasa ditinju. Kata-kata terakhir Ari seolah menuding dirinya. Kalau saja ia bisa membatasi keinginannya, ia tidak hamil. Barangkali sekarang ia sedang mengerjakan tugas kuliahnya. Tidak terdampar disini. Airmatanya jatuh.
"Ana, ada yang salah?",tanya Ari kebingungan. Ia tidak mengerti kalimatnya yang mana menyakiti perasaan Ana.
Ana menggeleng sambil berusaha menghapus airmatanya. Ari tidak salah. Ia pria baik.
"Maafkan aku, aku akan berbuat apa saja agar kau bahagia", kata Ari sambil memegang erat tangan istrinya. Jantungnya berdesir. Ia menatap lekat Ana. Cantik sekali dan aku beruntung dia mau menikah denganku.
"Saya tahu. Saya hanya rindu ke pantai, melihat matahari terbenam. Dengar debur ombak. Atau ke museum. Ros dan Tuti, mereka pandai melukis. Kami bicara tentang lukisan yang ada di museum Paris. Keinginan mengunjungi Louvre. Melihat Monalisa",sahut Ana.
Dan entah mengapa ia tertawa mendengar keinginannya sendiri. Semua itu terdengar tidak masuk akal.
"Aku akan membawamu kesana. Suatu saat nanti. Pantai dulu bagaimana?. Danau Toba?",tanya Ari.
Ana tersenyum. Dia menyewalnmembuat pria itu khawatir.
"Setelah anak kita lahir, Danau Toba",janji Ari sambil memegang tangan istrinya. Ia punya keinginan amat kuat untuk memeluk istrinya. Tapi ia tahu, jauh didalam hati istrinya, ia bukan lelaki yang diinginkan wanita itu.
"Kita sudah sampai", kata Ari lembut.
"Assalamualaikum", sapa Ari dan Ana
"Waalaikumsalam, masuk", sambut Aisha
"Bibi Ana, hari ini ulangtahunku. Lihat rambutku", pinta Fatima. Ia menatanya sama persis seperti Ana. Ana tersenyum."Ini hadiah untukmu".
"Terimakasih bibi",balas Fatima kegirangan.
"Mari makan",ajak Aisha
Aisha masak bermacam makanan. Dan masakannya luar biasa enak. Mereka berdoa dan makan. Pembicaraan dibuka Hamid
"Ari, tahun depan dilahan barumu, kita bisa tanam kacang merah. Harganya belakangan ini terus melambung. Curah hujan juga bagus. Dan tanah disini cocok untuk kacang merah".
"Tahun depan kita ke Danau Toba bagaimana?",tanya Ari
"Danau Toba?, maksudnya?",tanya Hamid bingung
"Kita liburan. Bersama. Danau Toba. Setelah Ana melahirkan tentu saja",lanjut Ari.
"Baiklah kalau begitu Danau Toba. Anak-anak kita kesana", seru Hamid
Aisha, Hasan dan Fatima terlihat sangat senang.
"Ana, apakah pernah kesana?", tanya Aisha
"Ya, sangat indah. Ada speed boat. Dan rumah presiden pertama kita", jawab Ana
"Kami senang sekali",balas Fatima
"Bang, apakah tahun depan kita menanam kacang merah?",tanya Ana
"Kalau kau rasa kacang merah bagus, kita tanam kacang merah",jawab Ari sambil tersenyum melihat istrinya
"Kalau begitu sudah diputuskan, tahun depan kacang merah", balas Hamid
Mereka tertawa bersama. Diam-diam Aisha melihat adiknya, Ari ,sangat bahagia. Tersenyum dan tertawa sepanjang malam. Belum pernah Ari sebahagia ini setelah kematian Abdul. Mereka pulang agak malam.Menuju kamar, Ari berusaha memeluk istrinya dan menyentuh lembut pipinya. Ana menarik diri. "Selamat malam", bisik Ana. Dia belum siap membuka hatinya. Ari lelaki yang sangat baik. Terlalu baik untuk dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Orang Biasa
RomancePerjalanan rumah tangga Ana dan Ari. Ana gadis kota yang hamil diluar nikah. Untuk menutup malu, ia menikah dengan Ari. Lelaki desa biasa dengan cinta luar biasa untuk Ana. Dapatkah Ari membuat Ana mencintainya?. Bisakah Ana melupakan cinta pertama...