Memilih Pergi

19 3 0
                                    

Keesokan harinya Ana memasang weker. Ari masih harus ke penggilingan padi. Berangkat pagi sekali. Melirik weker, pukul 05.00wib, Ana menggeliat bangun. Mandi air dingin membuatnya sadar . Tidak ada sisa kantuk. Turun kebawah ia membuat kopi, teh dan dadar telur. Memanaskan kue coklat buatannya. Ada juga roti tawar dan margarine.
Terdengar Ari sudah selesai mandi dan sholat. Ia turun ke dapur.
"Bang, Ana buatkan sarapan. Hanya kue coklat dan roti. Ada telur dadar. Sarapan. Maaf saya tidak pernah memasak sepagi ini".
"Sarapan disediakan disana. Kau makanlah",balas Ari
"Bang, boleh saya bertanya sesuatu?"
"Ya, tanyalah"
"Hari pertama saya disini, saya membuka laci dan lemari dikamar abang. Maaf saya lancang"
"Tidak apa, kau bisa buka kaci dan lemariku kapan saja. Tidak ada yang kusembunyikan disitu"
"Saya melihat jam tangan, Jam tangan itu hidup. Sepertinya bukan baterai. Tapi saya lihat jarang dipakai"
"Jam tangan itu milik bapakku. Mengingatkan aku tentang bapak. Bapak sangat baik kepada ibu. Aku ingin menjadi suami seperti bapak. Hari itu, aku memutar semua jam tangan, untuk nasib baik saja kurasa"
Ana terdiam. Kerongkongannya tercekat. Perutnya serasa ditumbuk.
"Bang maafkan saya, saya tidak tahu kalau memasukkan Abu dan cokkat benar-benar menyinggung perasaanmu".
"Dari semua hewan yang aku punya, kurasa mereka yangb oantas didalam rumah"
"Bang, saya juga minta maaf, saya buat kesalahan yang besar"
"Kesalahan yang mana?, menikah denganku atau bertemu laki-laki itu?"
Ana memilih bawah bajunya. Ia benar-benar merasa bersalah. Air mata mukai menetes di pipinya.
"Bang, apakah lebih baik untukmu jika saya pergi?"
Ari mendekat. Mengusap air mata istrinya. Tiba-tiba ia memeluk Ana. Mendekap tubuhnya erat ke tubuhnya yang kekar dan tinggi. Memegang wajah Ana lembut dan mencium bibirnya. Ana terkejut. Ia tidak membalas juga tidak menampiknya.
"Ana, apa tidak ada satupun dari diriku yang kau suka?. Sesusah itukah menyukaiku?", tanya Ari
Ia melepaskan pelukannya. Ana tidak menjawab apapun.
"Malam ini ke penggilingan lagi. Tidak usah mengungguku, kau makanlah sendiri. Assalamualaikum"
"Waalaikunsalam", balas Ana. Ia masih tercengang.
Tidak bisa dipungkiri, Ana mukai jatuh cinta pada suaminya. Tapi ada rasa mengganjal dihatinya yang mengatakan, ia tidak oantas untuk laki-laki itu.  Sudah hampir dua bulan ia tidak menyurati Rian. Ia sudah mulai melupakannya.

Pukul 02.00wib dinihari. Ana mengigau memanggil mamanya. Minpi buruk itu mengganggunya lagi. Ari menuju kamar istrinya.
"Ana bangun", kata Ari sambil mengguncang lembut tubuh istrinya.
"Kenapa bang?, apa yang terjadi?",tanya Ana terbangun
"Kau mengigau"
"Ahhh saya mimpi buruk", Ana mulai terisak. "Semenjak mama meninggal, saya tidak kuliah, saya selalu kesepian. Dan saya begitu bodohnya melakukan apa saja agar ada yang memeluk saya. Membuat saya tidak merasa sendirian. Sampai kemudian, sampai....".
Ana terus menangis. Ari membuang wajah. Ia tidak mendengarnya. Bayangan Ana tidur dengan lelaki lain dan tidak bisa melupakan lelaki itu mengganggunya.
"Tidurlah, besok aku temani", kata Ari sambil menyelimuti istrinya.
"Bang, terimakasih sudah begitu baik"
Ari memandangi Ana,"kau istriku, sudah seharusnya. Sekarang, tidurlah".
Pagi sekali Ari sudah pergi. Besok hari terakhir kerja bakti. Ada beberapa majalah ayahbunda dan koran terbitan semalam. Ana membaca koran bersama Abu dan Coklat. Ada berita narapidana lepas. Ana membaca beritanya dan melihat foto mereka. Dua orang. Pelaku perampokan sadis.
Hatinya tidak tenang. Ia bermaksud kerumah Aisha. Tapi hujan disertai angin kecang kembali menerpa. Ia mengurungkan niatnya. Kabut setelah hujan didesa ini luar biasa tebal.
Keesokan harinya Ros  dan Tuti datang kerumah.
"Ana, perutmu sudah mulai besar. Bagaimana kalau kita buat bauu hamil. Ibu kami pandai menjahit"
"Mau sekali, apakah ada toko bahan baju didekat sini?"
"Ada, kita kesana?", tanya Ros
Ana mengangguk. Toko itu tidak terlalu besar. Tapi banyak sekali bahan baju berbagai rupa disana.
"Suamimu suka warna apa?,tanya Ros
"Ana terdiam sejenak,"saya tidak tahu".
"Kalau begitu warna kesukaanmu apa?", tanya Tuti
"Biru dan krem"
Pilihan jatuh pada bahan katun biru tua. Bahannya lembut dan tidak panas. Ana jatuh cinta pada bahan viscose krem dengan bunga-bunga merah kecil. Dan bahan tebal coklat tua yang terlihat bagus di wajah Ana.

Cinta Orang BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang