Jalan-Jalan

33 4 0
                                    

Satu hari setelah menikah....
Ana terbangun ketika sinar matahari jatuh diwajahnya. Pukul 06.15WIB. Terlonjak kaget. Ana mengambil peralatan mandinya. Guyuran air segar membuatnya menggigil. Luar biasa dingin. Kembali kekamar Ana sholat subuh, berpakaian, merapikan kamar. Memakai parfum kesukaannya. Ana menuju teras depan.

Semuanya rapi. Ari baru kembali. Suara mobil menderu.
"Assalamualaikum", sapa Ari
"Waalaikumsalam. Maaf saya kesiangan. Belanja?"
"Beberapa keperluan dapur dan kebutuhan masak"
"Apa saya bisa meminjam mobilmu?", tanya Ana
"Mau kemana?", tanya Ari balik.
"Kekota, saya lihat ada wartel, toko buku dan kantor pos. Ada surat mau saya kirim. Buat papa", terang Ana berbohong. Surat itu untuk Rian.
"Lebih baik kuantar saja. Koplingnya agak macet. Nanti aku ajarkan kau menyetirnya", balas Ari.
"Ya, benarkah?. Pagi ini abang tidak sibuk?", tanya Ana lagi.
"Tidak. Aku masukkan barang ini dulu kedalam".'
Mobil yang dikendarai Ari hardtop pick up. Modifikasi tapi keren. Tangguh. Ana melompat naik.
"Sering kekota?", tanya Ana lagi.
"Tidak, sesekali", jawab Ari
"Orang sini belanja dimana?", selidik Ana.
"Tergantung. Belanja bahan makanan ada didesa dekat sini. Kalau baju biasa ada pekan dikota. Seminggu sekali", terang Ari
"Hmm....semua tanah ini milikmu?".
"Ya sampai ke ujung jalan. Disebelah sana dulunya milik ayahku. Dan dibelakang rumah dulunya miliknya kakekku", terang Ari lagi.
"Kalian turun temurun tinggal disini?", tanya Ana
"Ya", jawab Ari singkat.
"Apa tidak pernah ingin tahu bagaimana dunia diluar sana?", tanya Ana.
Ari memandangnya lama
"Tidak. Semua ini tanggung jawabku. Aku ada membeli sawah dibalik bukit ini. Dan juga kandang ayam. Pelihara sedikit ayam dan bebek. Nanti kita singgah kesana. Perlu telur dirumah", jawab Ari.
"Kandang ayam dan sawahmu?",tanya Ana lagi. Ari masih muda untuk selalu berkutat dengan sawah dan kotoran ayam.
"Sawah kita",balas Ari.
"Saya bisa ikut menanam padi?".
Ari kembali memandangnya lama
"Tidak. Terlalu berat", jawab Ari singkat.
"Ya, saya tidak tahu apapun tentang bercocok tanam", terang Ana lagi.
"Ada rumah untuk kau urus. Kurasa itu lebih cocok", balas Ari.
Tidak berapa mereka sampai. Ari parkir didepan wartel. Disebelahnya kantor pos.
"Aku ke toko buku. Diseberang sana. Perlu uang?", tanya Ari.
"Tidak, terimakasih. Uang ada. Saya kesana", balas Ana.
Ana berjalan menuju wartel. Masuk ke bilik telfon, ia memutar nomor telfon rumahnya.
"Hallo", kata suara diseberang sana.
"Hallo, kak Kiki, ini Ana"
" Hai apa kabarmu?", tanya suara disana.
"Kabar?, kalau ini cara papa menghukumku, dia berhasil". Ana terisak. Dadanya terasa sesak.
"Sshhh.... Ana sayang, jangan menangis. Apa dia mengerikan?", tanya Kiki.
"Bang Ari?, tidak, tidak sama sekali", balas Ana cepat.
"Dengar baik-baik. Kalau dia berani memperlakukanmu dengan buruk, meski hanya sekali, saya akan datang kesana menjemputmu", terang Kiki.
"Kak, ada kabar dari Rian?", tanya Ana.
"Tidak ada", bakas Kiki cepat.
Ana kecewa. Ia memegang bandul liontinnya.
"Oh adikku sayang, ingat ini bukan untuk selamanya. Tidak ada orang yang bisa dipaksakan untuk menikah dengan orang yang tidak dicintainya. Apalagi kamu", balas Kiki
"Hmmm yah baiklah. Sudah dulu, bye", balas Ana cepat. Dia tidak ingin terlihat menangis didepan suaminya dan harus menjelaskan semuanya.
"Bye", balas Kiki
Ana berjalan menuju kantor pos. Mengeluarkan surat yang sudah disiapkannya. Rian Alexander. Ia memasukkannya kedalam kotak pos. Ana melihat Ari datang.
"Sudah selesai?", tanya Ari.
"Sudah, dari toko buku?",tanya Ana melihat Ari membawa beberapa buku.
"Ya, ada buku resep masak dan beberapa majalah ayahbunda. Katanya bagus untuk ibu hamil. Kubelikan beberapa", balas Ari.
"Terimakasih".
Mereka berkendara menuju sawah. Bercerita tentang kehidupan Ana. Kesukaannya, sekolah Ari, masa kecilnya. Mereka sampai. Ana takjub dengan yang dimaksud Ari sedikit ayam. Setidaknya lebih dari duaratus ekor ayam.
"Tigaratus ekor dan semuanya sehat. Seratus ayam petelur sisanya ayam pedaging. Ada limapuluh bebek disebelah sana", terang Ari bersemangat.
Ana kesenangan bermain dengan ayam. Ada beberapa anak ayam. Mereka mengumpulkan telur. Ini pengalaman pertama Ana. Ia menyukainya.
"Kita pulang. Aku akan mengajarimu membawa beepbeep", kata Ari.
"Beepbeep?", tanya Ana.
"Ya mobilku itu".
Ana tertawa. Dan ia sangat senang sekali sore itu.

Cinta Orang BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang