Maret 1995,
Abdul sudah tiga bulan sekarang. Ros dan Tuti berkunjung melihat Ana dan bayinya. Mereka hukan buruh tani lagi. Lahan disamping peternakan mereka sudah lama kosong. Ari sudah kewalahan mengurusi yang ada. Jadi dia berminat bagi hasil untuk lahan itu selama sepuluh tahun. Untuk setelah itu keluarga Ros dan Tuti dapat memilikinya. Cukup adil pikir bapak mereka.Ibu Ros membuatkan Abdul selimut bayi berwarna biru yang sangt indah. Bahannya halus dan lembut serta ada bordir tangan sangat halus dengan nama Abdul. Ana sangat girang. Orang desa juga berdatangan. Ada bibi Yani yang selalu suka memberikan kue buatannya. Kali ini dia membawa buku cara merawat bayi sampai dengan usia duabelas bulan. Bibi Martha, tetangga pendeta Jimy. Dulunya teman baik ibunya Ari. Dia datang membawa coklat dari Belanda. Oleh-okeh dari anaknya yang menetap disana.
Pendeta Jimy dan istrinya juga datang. Terlihat dia sangat senang melihat Ari dan Ana sangat bahagia. "Awalnya kukira ini akan tidak adil bagimu. Aku lega ternyata kau benar-benar mencintainya",kata pendeta Jimy setengah berbisik kepada Ari. Mereka tertawa bersama.
"Bicara apa kalian berdua?",tanya istri pendeta Jimy
"Mau tau saja kalian", balas pastor JimySetelah semua tamu pulang Ari berkata kepada Ana,"besok kita ke Medan. Abdul sudah cukup nesar bertemu kakeknya".
Ana sangat girang. "Benarkah?, saya telfon papa dulu yah".
"Assalamualaikum, papa?"
"Waalaikumsalam. Ya, siapa ini?"
"Pa ini Ana, papa sehat?"
"Ana apa kabar?, papa sehat"
"Pa rencana kami mau ke Medan besok. Bawa Abdul, cucu papa. Besok papa dirumah?"
"Sampai jumpa besok kalau begitu"
"Assalamualaikum"
"Waalaikunsalam"
Besoknya Ana bangun pagi sekali. Dia mempersuapkan semua kebutuhan Abdul. Baju ganti, baju nginap. Botol susu, bantal, sabun, lotion, popok sekali pakai, kaus kaki, topi. Dan akhirnya semua siap tertata rapi di koper. Ari memasak untuk sarapan dan bekal mereka.Abdul sangat tenang dijalan. Ana menyusuinya, walu Ari sedikit risih melihatnya. Beneraa kali ia memberulkan kain penutup sambil memegang setir tangan satunya.
"Bang, kainnya tidak jatuh tenang saja. Lagian ngga ada yang bakal jelalatan lihat payudara ibu menyusui", terang Ana
"Ho ho ho...kau tidak tahu pikiran laki-laki. Kalau tidak karena menyetur mobil, aku dengan senang hati melihatnya sampai puas", balas Ari
Ana mencubit suaminya. Mereka tertawa setelah itu.Beberapa jam dijalan, mereka sampai dirumah papa. Ana tersadar betapa ia sangat merindukan rumah masa gadisnya itu. Pagarnya sengaja dibiarkan terbuka. Halaman luas tertata rapi. Bunga yang duku ditanam mama masih tumbuh subur.
"Assalamualaikum"salam Ari
"Waalaikumsalam", terdengar suara dari dalam.
"Mari masuk, mana cucu papa. Kamar kamu sudah disiapkan si mba tuh", kata papa.
Ana mencium tangan papa. Papa melihat gelang dan cincin Ana."Ari benar kan papa bilang, Ana pasti suka". Papa dan Ari tertawa. Ana bingung.
"Sini papa bawa Abdul kekamar, kalian makan sana",kata papa sembari menggendong Abdul kekamar. Ia bersenandung. Senandung yang biasa dinyanyikan saat Ana dan kakaknya masih kecil. Selesai makan, Ana menuju kamar melihat papa dan Abdul. Ari permisi sebentar karena ada beberapa hal yang harus dibeli. Tinggallah mereka bertiga.
"Ana awalnya papa ragu dengan keputusan papa untuk menikahkan kalian. Tapi papa melihat kesungguhan hati anak muda itu. Menikahkanmu bukan untuk menjaga nama baik papa atau keluarga ini, tapi menjaga nama baik dan perasaanmu".
"Sebelum kami menikah, papa pernah bertemu bang Ari?"
"Ya, Jimy membawanya. Ia hanya melihatnu dari jauh. Tapi dia mantap menikah denganmu"
"Mengapa papa tidak menghubungi Rian?"
"Anak itu, papa bertemu dengannya. Dan tidak akan pernah meluoakan kata-katanya. Tidak akan pernah. Papa kira kamu tidak akan menghuhunginya. Mengungat desa itu terpencil dan kamu sudah menjadi istri. Tapi kamu menghuhunginya. Dan kamu menerima konsekuensinya. Mengetahui siapa bajingan itu sebenarnya".
Ana terdiam. Selama ini ia mengira papa mencoba menghukumnya.
"Bagaimanapun dia bapak kandung Abdul. Suatu saat Abdul harus tahu. Ari bercerita kepada papa mengenai surat-suratmu itu"
"Bang Ari sangat marah",balas An
"Bagaimana dia tidak marah. Kamu istrinya. Dan papa sangat malu mengetahuinya"
"Papa tahu?"
"Ya, setelah kamu memutuskan pergi dan ide kakakmu yang konyol itu. Entah kenapa papa memutuskan membeli sesuatu untukmu. Yah pernikahanmu mendadak. Tidak ada hantaran, acara atau apa pun itu. Kami berjalan ke mall. Papa pikir yahperhiasan saja. Papa memilih yang lebih sederhana. Suamimu memilih yang itu kamu pakai sekarang. Dia ga tanya harga. Hanya karena pramuniaganya berkata tidak ada wanita yang akan menolak perhiasan yang satu ini. Awalnya papa yang mau belikan, Ari berkeras dia yang beli sebagai ganti hantaran".
Ana memeluk papa,"pa terimakasih"
"Sama-sama anakku. Ari anak yang baik. Jangan kecewakan suamimu. Cintanya tulus, cinta pria sederhana, cinta orang biasa".
Ana mengangguk. Tidak lama terdengar deru mobil Ari masuk. Abduk sudah tertudur pulas.
"Assalamualaikum",salam Ari
"Waalaikumsalam",balas papa
"Pa, boleh aku dan Ana keluar sebentar?"
"Tentu boleh, papa mau tidur. Sama Abdul. Kalian pergilah"
"Assalamualaikum",sahut Ari
"Waalaikunsalam",jawab papa."Bang kita mau kemana?",tanya Ana bingung.
"Kejutan, ikut saja", balas Ari tersenyum
Mereka berkendara menuju kompleks perumahan elit dekat sebuah universitas swasta ternama. Masuk gerbang utama, lanjut jalan lurus, memutar taman air mancur. Belok kiri dan portal lagi. Ari sepertinya tidak kesulitab melewati portal. Ana tidak tahu juga mengapa. Nanti saja ditanyakan, pikir Ana.Mereka sampai disebuah rumah cat putih dengan pagar hitam. Tidak besar juga tidak kecil. Lumayan. Modelnya juga cantik. Satu lantai tapi luas.
"Masuk",ajak Ari
"Rumah siapa ini?",tanya Ana
"Hadiah untukmu",balas Ari
Rumahbitu luar biasa cantik. Lantainya marmer putih dengan motif abu-abu. Satu set sofa biru tua diruang tamu. Ruang keluarga dengan nuansa putih dan biru menyatu dengan ruang makan dan dapur. Island bear didapur memisahkan dapur dan ruang makan. Lemari dapur serba putih, dengan perlengkapan memasak modern.
"Pasti Dedy",tebak Ana
"Ya, kamar tidurnya dibelakang",balas Ari
Mereka menuju kamar tidur utama. Satu set perabot tempah warna putih mengisi ruangan. Lemari delapan pintu dengan meja rias sederhana tapi modern. Tirai biru tua yang menjuntai dari langit-langit kamar ke lantai. Sprai putih dengan garis biru tua dan bed cover biru tua menambah cantik kamar itu.
"Untuk perabot lain, kau bisa membelinya kapan saja",terang Ari sambil menghidupkan AC kamar.
"Rumah ini benar punya kita?", tanya Ana memastikan
"Ya, jadi jika kau kuliah jaraknya dekat. Nanti kita cari mobil untukmu",balas Ari
"Ini hadiah apa yah?",tanya Ana lagi
"Hadiah kelahiran Abdul. Semua orang memberimu hadiah. Aku jug",bals Ari
"Ini benar-benar berlebihan", jelas Ana
"Sekarang, maukah kau menikmati kamar ini dengan suamimu?",tanya Ari. Ia menggendong tubuh mungil istrinya menuju tempat tidur. Ana tidak dapat meminta lebih dari apa yang didapatkannya sekarang. Skenario Tuhan luar biasa. Dan cinta dari orang biasa ini luar biasa.TAMAT.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Orang Biasa
RomancePerjalanan rumah tangga Ana dan Ari. Ana gadis kota yang hamil diluar nikah. Untuk menutup malu, ia menikah dengan Ari. Lelaki desa biasa dengan cinta luar biasa untuk Ana. Dapatkah Ari membuat Ana mencintainya?. Bisakah Ana melupakan cinta pertama...