#8

5.1K 517 11
                                    

Jaemin termenung di depan sebuah rumah yang terlihat cukup mewah, rumah Jeno. Beberapa kali ia menghela nafas, mempersiapkan hati dan raga-nya untuk fakta apapun yang mungkin akan ia dapat sebentar lagi. Bermenit-menit berlalu, akhirnya Jaemin memberanikan diri untuk memencet bel. Senyum kecut tercetak di bibirnya saat mengingat dulu, ia tak perlu repot-repot memencet bel saat datang. Rumah ini, pernah menjadi rumah paling nyaman-nya sebelum kecelakaan itu merenggut semuanya. 

Kenangan indahnya bersama keluarga Jeno tiba-tiba menyeruak seperti kaset yang di putar dalam benaknya. Jaemin tersenyum simpul, dulu orang tua Jeno begitu menyayanginya, menganggap Jaemin seperti anaknya sendiri sampai terkadang Jeno protes karena merasa dianak tiri-kan.

"Nana?" suara lembut itu membangunkan Jaemin dari lamunannya. Si manis sontak mendongak dan mendapati wanita paruh baya yang sudah ia anggap sebagai ibu keduanya.

"Mommy" lirih Jaemin. Tangis si manis pecah saat nyonya Lee menarik tubuh rampingnya dalam pelukan hangat yang begitu ia rindukan.

"Bagaimana kabarmu sayang?" Tanya nyonya Lee setelah keduanya duduk di ruang tamu.

"Tetap seperti ini tanpa Jeno" 

Nyonya Lee meraih tangan Jaemin, mengusapnya lembut berharap hal itu dapat menguatkan si manis.

"Aku bertemu Jeno"

Usapan tangan Nyonya Lee berhenti begitu saja setelah mendengar ucapan Jaemin. Wanita itu menatap Jaemin dengan pandangan yang sulit di artikan. 

"Jeno akan menikah, dan mereka menyewa jasa wedding organizer pada ku"

"Nana ya, mommy bisa jelaskan" nyonya Lee menarik nafas dalam, menatap mata indah pria yang dulu begitu dicintai anak semata wayang-nya.

"Jeno hilang ingatan saat sadar, dia meraung kesakitan saat mommy dan daddy mencoba merangsang ingatannya yang hilang. Saat itu, keadaan sangat kacau, kami juga baru mendapat kabar jika kau koma. Semuanya berantakan, keadaan Jeno semakin memburuk. Dokter menyarankan untuk mendapat penanganan yang lebih baik di rumah sakit yang lebih besar. Daddy akhirnya memutuskan untuk membawa Jeno berobat di London"

Air mata Jaemin tak bisa terbendung lagi setelah mendengar cerita yang nyonya Lee sampaikan. tubuhnya mulai bergetar dengan dada yang bergemuruh hebat. Kedua tangan kurus-nya digenggam lembut. 

"Maafkan mommy Nana ya. Jeno anak mommy satu-satunya. Saat itu kami hanya memikirkan kesembuhan-nya dan semua terjadi begitu saja. Maaf sudah membohongi mu"

Tubuh nyonya Lee tiba-tiba meluruh, bersujud di kaki Jaemin membuat pria itu terkejut. Niat hati ingin membawa wanita paruh baya itu untuk kembali duduk di sebelahnya, namun ucapan dengan nada penuh permohonan yang terucap dari bibirnya membuat Jaemin mengurungkan niat baiknya. 

"Maafkan Mommy Jaemin ah, dan tolong jangan temui Jeno lagi. Mommy mohon, jangan ganggu hidup Jeno lagi"

Mata Jaemin menatap nyalang ibu dari pria yang ia cintai. Tak menyangka jika kalimat itu akan terucap dari wanita paruh baya itu. 

"Jeno akan kesakitan saat mengingatmu, mommy tidak ingin hal itu terjadi. Biarkan dia bahagia. Kau juga terlihat baik-baik saja tanpa Jeno. Jadi, Mommy mohon jangan temui Jeno lagi."

"Baik-baik saja?" Jaemin terkekeh kecil. 

"Aku depresi, kau tau?"

"Aku bahkan harus rehabilitasi sebelum pergi ke London, aku kehilangan semuanya, dan sekarang saat orang yang kukira sudah mati ternyata masih hidup dengan begitu sehat, bahkan akan menikah dengan gadis lain kau menyuruhku untuk pergi?"

"Mommy mohon Nana ya, kau sehat sedangkan Jeno sakit, ia akan kesakitan saat mengingatmu" Nyatanya, Nyonya Lee tetap bersikukuh dengan permohonannya. 

"HATIKU SAKIT MOM" teriak Jaemin.

THE WEDDING ORGANIZER [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang