extra part 2

3.9K 393 3
                                    

"Jadi kapan kalian akan menikah?"

Pertanyaan itu datang dari tuan Lee yang baru saja tiba dari kantor dan langsung ikut mereka makan malam.

Suasana yang tadinya hangat mendadak sunyi setelah pertanyaan itu dilontarkan. Jaemin yang awalnya bisa tersenyum dengan manis mendadak diam dengan wajah lesu dan kepala menunduk. Menikah, satu kata yang dulu pernah menyakiti Jaemin sedemikian rupa dan rasanya Jaemin tak ingin mengulang apapun lagi yang terjadi di masa lalu.

Karena pernikahan, ia harus kehilangan Jeno dan anak mereka. Jika saja waktu itu ia dan Jeno tidak menyiapkan pernikahan, dan tidak membeli cincin mungkin saat ini mereka sudah bahagia bersama Logan dan juga adiknya.

Jaemin tau semua itu adalah takdir tuhan, tapi rasa kehilangannya yang begitu menyakitkan membuatnya takut melangkah kesana, ke jalan yang dulu sempat membuatnya gila.

"Kami tidak akan menikah." Kalimat itu datang dari Jeno yang tentu saja langsung mendapat berbagai macam respon dari tiga orang lainnya.

Jaemin langsung mengangkat kepalanya, memperhatikan sang terkasih dengan penuh arti sedangkan tuan dan nyonya Lee nampak terkejut.

"Kenapa Jeno? Kalian harus menikah!" Ucap nyonya Lee dengan suara melengkingnya, terlihat tidak suka dengan apa yang sang anak katakan.

Jeno menghela nafas,"Kami sepakat untuk tidak menikah mom, lagi pula menikah atau tidak, tak akan merubah apapun antara aku dan Jaemin. Kami akan tetap hidup bersama dengan anak kami nantinya."

"Tapi Jen..."

Nyonya Lee akan kembali menanggapi namun Jeno lebih dulu menyela.

"Ini sudah menjadi keputusan kami. Setelah anak kami lahir, aku dan Jaemin akan kembali ke London. Kami akan tinggal disana. Semua sudah ku atur dan tujuanku pulang bukan untuk meminta saran. Aku hanya kemari karena Jaemin ingin mengunjungi kalian."

"Sudah, ayo kembali makan kita bisa bicarakan ini lagi nanti." Ucap tuan Lee, berusaha mencairkan suasana. Namun nampaknya Jeno benar-benar tak ingin membantu mengembalikan suasana hangat yang sempat mereka rasakan tadi. Pria tiga puluh lima tahun itu malah menggeser piringnya menjauh, menatap kedua orang tuanya dalam.

"Tidak ada lain waktu, aku tidak akan membicarakan hal ini lagi dengan kalian."

Setelahnya Jeno meraih tubuh Jaemin menuntun pria yang tengah hamil besar itu berdiri lalu meninggalkan kediaman besar Lee tanpa menghiraukan panggilan dari tuan dan nyonya Lee.

Dada Jeno diliputi amarah, ia tak suka melihat wajah murung sang kekasih apapun alasannya. Jaemin sudah lama menderita dan mulai saat ini hanya ada kebahagiaan yang boleh pria manis itu rasakan.

"Kau tak perlu seperti itu, aku baik-baik saja Jeno ya." Ucap Jaemin sembari menggenggam lembut tangan Jeno begitu keduanya tiba di depan rumah keluarga Nakamoto.

"Aku tidak suka melihatmu sedih sugar." Jawab Jeno.

Masalah pernikahan, mereka sudah pernah mendiskusikan hal itu sebelumnya. Jeno masih ingat, saat pertama kali si manis mau menerima ajakannya untuk kembali tinggal bersama tepatnya saat usia kandungannya lima bulan.

Saat itu Jaemin tiba-tiba memeluknya saat ia baru tiba di Umea. Selama hampir empat bulan Jaemin memang tak pernah berkata jika ia setuju dengan permintaan Jeno untuk kembali bersama namun pagi itu tiba-tiba si manis mengatakan isi hatinya dan mengajak Jeno untuk menghabiskan sisa umur mereka berdua. Namun, di tengah kebahagiaan yang tengah melanda mereka, tiba-tiba si manis mengatakan jika ia tidak ingin menikah dengan banyak alasan yang ia utarakan. 

Kalimat demi kalimat yang Jaemin ucapkan ditengah isaknya membuat Jeno tersenyum teduh. Dibawanya tubuh Jaemin dalam rengkuhannya, menenangkan kesayangannya yang tak kunjung berhenti menangis dengan usapan lembut dan bisikan penenang.

"Kita bisa bersama sudah cukup bagiku sugar, pernikahan bukan hal yang penting, itu hanya status dan jika kau tak mau aku juga tak berniat memaksamu. Ayo bangun 'rumah' kita bersama dengan kau, aku dan anak kita nanti didalamnya."

Jeno tau Jaemin masih diliputi rasa trauma. Ia memang tak pernah melihat secara langsung namun dari cerita yang ia dengar dari Renjun, Jaehyun dan Haechan ia bisa menafsirkan jika pria kesayangannya itu benar-benar terpuruk di dasar jurang.

Walupun Jaemin sudah membaik tapi masih ada ketakutan kecil yang ia simpan dalam celah hatinya. Jeno tak mau membuat ketakutan itu semakin membesar dan membuat pria kesayangannya kembali terpuruk.

Seperti yang Jeno katakan sebelumnya, saat ini dan seterusnya Jaemin hanya boleh berbahagia dan ia kan memastikan hal itu.

"Maaf aku belum siap menikah." Ucapan lirih Jaemin membuat Jeno bangun dari lamunannya.

Si tampan menggeser tubuhnya, menghadap ke arah Jaemin yang masih setia duduk dengan kepala menunduk di kursi penumpang.

"Hei, menikah atau tidak sama saja. Toh aku sama-sama bersama mu. Kita akan menikah saat kau siap ok? Jika kau tetap tidak siap kita bisa berpacaran sampai tua."

"Berpacaran sampai tua?"

Jeno mengangguk mantap. Tangannya terulur untuk mengusap lembut pipi gembul Jaemin.

"Terdengar romantis kan? Jadi sugar, apakah kau mau menjadi kekasihku sampai tua? Sampai rambut kita beruban. Sampai tubuh kita membungkuk dan keriput. Apakah kau mau terjebak denganku selamanya?"

Jaemin terkekeh kecil, tangan kurusnya meraih tangan Jeno yang masih setia bertengger di pipinya, mengusap tangan berotot itu lalu ia kecup beberapa kali.

"Baiklah aku tak sabar membayangkan terjebak denganmu selamanya."

Keduanya terkekeh lalu meraih tubuh masing-masing untuk dipeluk hingga suara ketukan dari kaca mobil memecahkan euforia bahagia yang tercipta di antara mereka.

"YAK! JANGAN BERBUAT MESUM DI DEPAN RUMAH."

Suara melengking Xiaojun membuat keduanya kembali terkekeh lalu turun dari mobil dan masuk kedalam rumah.

Ya, mereka berdua tak perlu sebuah status karena nyatanya cinta yang tumbuh dalam hati mereka sudah sangat cukup menjadi alasan mereka untuk selalu bersama.

---

TBC

THE WEDDING ORGANIZER [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang