Sudah seminggu sejak Jeno keluar dari rumah sakit, salama itu pula ia masih mendiami kedua orang tuanya. Karina pun tak pernah datang lagi, hanya sekertaris keluarga Yoo yang sempat menghubunginya untuk memberitahu tanggal pernikahan dan tempat acara. Semuanya sudah diurus jadi Jeno hanya tinggal datang saat acara.
Seminggu ini, Jeno hanya menghabiskan waktu di dalam kamar tanpa melakukan apapun. Selain kondisinya yang masih lemah ia juga sangat malas bercengkrama di tengah kegundahan hatinya.
Hari ini, untuk pertama kalinya Jeno keluar dari kamar. Pria itu berjalan santai menuruni tangga sembari memasang mantel tebalnya. Keadaan rumah sangat sepi dan Jeno tak ingin repot-repot mencari tahu kemana kedua orang tuanya.
"Jeno ya, mau kemana sayang?"
Suara lembut sang ibu menghentikan langkah Jeno yang sudah sampai foyer. Pria kelahiran April itu menghela nafas saat melihat sang ibu berdiri dengan wajah sendunya. Langkah Jeno berbalik, menuju sang ibu lalu memeluk wanita paruh baya yang sudah melahirkannya itu dengan lembut.
"Jeno akan menemui Jaemin, mommy tak perlu khawatir." Ucap Jeno sebelum benar-benar melangkah pergi. Meninggalkan sang ibu yang sudah menangis terisak karena perilaku dingin putranya.
---
Mobil Jeno berhenti di depan sebuah rumah mewah dengan pagar tinggi bewarna hitam yang terlihat sagat mengintimidasi. Ingatannya kembali pada beberapa tahun lalu saat ia lebih sering pulang kemari dari pada rumahnya sendiri.
Jeno keluar dari mobilnya, berniat memencet bel namun pagar tinggi itu lebih dulu dibuka. Ia bisa melihat seorang penjaga yang sedang bercengkrama dengan seseorang. Jeno berjalan mendekat, ingin menanyakan keberadaan Jaemin namun langkahnya langsung berhenti saat melihat Renjun yang ternyata menjadi teman bicara penjaga tadi.
"Ahjussi pergi saja mengambil mobil setelah ini."
Sayup-sayup Jeno bisa mendengar pembicaraan Renjun hingga kedua iris mereka bertemu, Renjun terlihat begitu terkejut saat menyadari keberadaan Jeno.
"Ahjussi tolong tutup gerbangnya setelah ini, jangan biarkan pria itu masuk."
Jeno membelalakkan mata mendengar ucapan Renjun, kakinya bergerak cepat menghampiri kakak kembar pujaan hatinya, mencoba mencegah pria manis yang sepertinya akan pergi itu.
"Renjun ah, aku ingin bertemu Jaemin." Ucap Jeno begitu ia berhasil mencekal pergelangan tangan Renjun.
"Tidak bisa, kau tidak boleh bertemu dengannya." Tegas Renjun sembari mencoba melepaskan cekalan tangan Jeno yang semakin menguat.
"Aku mohon, aku sudah mengingat semuanya. Aku mohon padamu."
Ucapan Jeno membuat Renjun tersentak, pria itu membelalakkan mata tak percaya sedangkan Jeno jatuh berlutut dengan tangan yang masih menggenggam tangan pria mungil di hadapannya.
"Tidak bisa, kau hanya akan menyakitinya."
"Aku mohon, aku berjanji akan menuruti apapun keputusan Nana setelah ini, tapi aku mohon izinkan aku untuk bertemu dengannya."
Renjun menghela nafas.
"Berdirilah, ayo ikut denganku."
---
Disinilah keduanya berada, disebuah cafe yang terletak lumayan jauh dari kediaman Nakamoto. Renjun yang berinisiatif memilih tempat yang sedikit jauh untuk mengantisipasi pertemuan mereka dengan Jaemin. Renjun tak ingin adik kesayangannya itu akan kembali terpuruk setelah melihat Jeno.
"Apa yang ingin kau bicarakan? Kau bisa katakan padaku."
"Renjun ah, kumohon aku ingin menemui Nana."
Renjun membuang nafas kasar, Lee Jeno dan Nakamoto Jaemin memang dua orang yang sangat keras kepala pantas saja mereka sangat cocok saat bersama dulu.
"Aku tak akan mengizinkanmu, bukan hanya aku, seluruh keluarga ku juga tak akan memberi izin padamu menemui Jaemin."
Jeno menjambak rambutnya frustasi, ia hanya ingin menemui Jaemin, memberi tahu pria manis itu bahwa ia sudah mengingat segalanya tapi kenapa sangat sulit.
"Aku mohon Renjun ah, Jaemin pasti bahagia mendengar aku sudah mengingat semuanya. Aku mohon padamu."
Perkataan Jeno membuat Renjun terkekeh.
"Kau tak tau bagaimana sulitnya adikku selama ini. Untuk bernafas saja sepertinya ia enggan karena terlalu terpuru, dan kau dengan gampangnya berkata seperti itu saat adikku sudah mulai sembuh?"
Jeno menunduk.
"Aku mewajarkan tindakan mu, aku tau kau hanya ingin merajut kembali kisah cinta kalian. Tapi Jeno, Jaemin sudah sangat kesakitan lima tahun ini. Ia bahkan harus kehilangan bayinya setelah mendengar berita omong kosong yang dibuat kedua orang tuamu."
Jeno semakin menunduk dengan tangan yang sudah terkepal kuat. Beberapa hari ini ia mengira anaknya pergi karena kecelakaan dan ucapan Renjun benar-benar membuatnya marah.
"Nana depresi selama ini, dia sering menyakiti dirinya sendiri hingga percobaan bunuh diri agar bisa menyusul mu dan Logan. Adikku sangat kesulitan Jeno, dan sekarang ia sudah hampir sembuh dan bahagia. Aku tak mau kau kembali membuka luka lamanya. Jadi, kumohon jangan mengganggunya lagi."
Air mata mulai membasahi pipi kering Jeno. Mungkin kisahnya dan Jaemin memang harus berakhir.
"Maafkan aku karena memintamu pergi, aku tak pernah membencimu karena kau juga korban disini. Tapi aku mohon sebagai kakak yang sangat menyayangi adiknya. Aku mohon, biarkan Jaemin bahagia Jeno, walaupun itu tanpamu."
Setelahnya Renjun bangkit, menepuk lembut punggung bergetar Jeno sebelum pergi. Langkahnya sangat berat meninggalkan sosok yang dulu sering bertengkar dengannya karena hal-hal remeh, dalam keadaan hancur. Namun, kebahagiaan adiknya adalah yang terpenting.
Renjun akan membuka pintu untuk keluar saat sebuah tangan menarik lembut tangannya.
"Renjun ah, boleh aku tau dimana Logan dimakamkan?"
---
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING ORGANIZER [NOMIN]
FanficNa Jaemin dengan segala luka di hatinya memilih untuk kabur ke London, meninggalkan segala kenangan manis di setiap sudut Korea. Dengan air mata yang tak berhenti mengalir dari mata indahnya, ia berkata pada seluruh anggota keluarganya bahwa ia ingi...