"Kau baik-baik saja?"
Pertanyaan itu datang dari Haechan saat mobil mereka terjebak lampu merah. Netra nya menelisik pria cantik yang tengah menunduk di sebelahnya. Haechan menghela nafas sesaat sebelum meraih dagu Jaemin lembut. Ia dapat melihat air mata yang perlahan mengalir dari pelupuk cantik si manis. Satu tangannya yang bebas berniat menghapus air mata itu namun urung saat suara klakson terdengar bersahutan dari mobil di belakang mobil mereka. Dengan terpaksa Haechan melepaskan segala efeksinya dari Jaemin lalu kembali fokus menyetir.
"Bisakah kita pulang saja?" Tanya Jaemin. Suara pria manis itu terdengar lirih dan parau membuat siapapun yang mendengarnya akan langsung mengerti jika si manis sedang tidak baik-baik saja.
"Baiklah untuk kali ini aku akan memberimu tiket bolos. Tapi kau harus segera menghubungiku saat terjadi sesuatu"
Jaemin mengangguk dengan senyum tipis di bibirnya, terlihat tetap indah nan cantik walaupun saat ini kedua mata pria itu terlihat redup.
----
Jaemin jatuh terduduk begitu tiba di kamarnya. Isakan demi isakan mulai terdengar memenuhi ruangan yang sunyi, begini lah keadaannya beberapa waktu belakangan.
Bohong jika Jaemin merasa terganggu dengan kehadiran Jeno selama ini karena diam-diam si manis selalu menunggu kedatangan pria tersebut walaupun mereka hanya duduk terdiam di dalam cafe sembari menikmati hiruk pikuk jalanan dan matahari tenggelam.
Hatinya selalu berbunga-bunga saat berangkat bahkan ia sibuk memilih baju paling bagus di lemarinya. Jaemin datang dengan kebahagiaan namun selalu pulang dengan luka.
Ini lah yang selalu ia lakukan setelah pertemuannya dengan Jeno. Menangis sendirian dan kembali menyakiti dirinya sendiri.
Saat semua rasa sakit semakin tak tertahankan Jaemin akan mengurung diri di kamar mandi. Tangan kanannya bergerak mengambil apapun yang ia rasa cukup tajam lalu menggoreskan benda itu dipermukaan kulitnya.
Tidak ada yang tau ia melakukan hal itu, Pria cantik itu begitu pintar menyembunyikan rasa sakitnya. Beruntung cuaca mulai dingin karena beberapa hari ke depan musim akan berganti, kemeja berlengan panjang dan coat menyelamatkan dirinya. Jaemin menutupi semua luka di lengannya dengan baik sampai sang kakak pun tak mengetahui hal tersebut.
---
Keesokan harinya Jaemin harus pergi ke butik untuk menemani Karina fitting terakhir. Pria manis itu datang tepat waktu dan beberapa saat kemudian Karina datang bersama dengan Jeno. Lagi-lagi si manis harus menahan dirinya, memberikan senyum paling manis untuk menutupi rasa sakit dan gundah di hati nya.
Karina menjadi yang pertama masuk kedalam bilik kamar pas untuk mencoba gaunnya dibantu pemilik butik dan beberapa orang asisten meninggalkan dua pria lain yang duduk bersisian dalam keheningan. Tidak ada yang berniat membuka suara di antara mereka. Sampai dering ponsel Jaemin menggema membuat sang empu dan pria sipit di sebelahnya menoleh, ikut penasaran dengan siapa gerangan orang yang menghubungi Jaemin.
"Hallo, Hyung ada apa?" Suara Jaemin terdengar semakin kecil seiring dengan langkahnya menjauh.
---
Jaemin kembali setelah beberapa menit menerima panggilan dari Haechan. Begitu sampai di ruang tunggu ia tidak menemukan Jeno dan Karina. "Permisi, dimana pengantin yang fitting tadi?" Tanya Jaemin pada pegawai butik yang kebetulan sedang merapikan beberapa baju disana.
"Ah, pengantin wanita sedang berganti baju sedangkan pengantin pria pergi keluar sebentar"
Jaemin mengangguk, memilih untuk duduk kembali di kursi tunggu yang telah disediakan.
"Apakah masih lama?" Tanya nya lagi setelah menunggu beberapa menit.
"Tidak, sepertinya"
"Baiklah, katakan pada nona Karina aku akan ke toilet sebentar"
Pegawai itu mengangguk lalu mempersilahkan Jaemin untuk pergi ke toilet.
---
Si manis menatap pantulan dirinya di cermin setelah menyelesaikan urusannya di dalam toilet. Tangannya bergerak, menaikkan sedikit lengan kemeja yang ia gunakan, memperlihatkan beberapa luka yang beberapa terlihat masih basah. Pria itu menghela nafas sebentar saat menyadari darah yang sedikit merembes dari sana. Ia memang tak membalut dengan benar lukanya karena terlalu terburu-buru tadi pagi. Jaemin kembali menghela nafas, mengarahkan kedua tangannya ke bawah kran air, berniat mencuci tangan sekaligus membasuh beberapa lukanya.
"Astaga ada apa dengan lenganmu?"
Jaemin terperanjat saat mendapati Jeno yang sudah berdiri di dekatnya. Bahkan tangan pria tampan itu langsung meraih tangan si yang lebih muda untuk diperhatikan dengan lamat.
"Tidak apa-apa hanya luka kecil" Jawab Jaemin sembari berusaha melepas genggaman tangan Jeno.
"Luka kecil dari mana? Astaga!" Jeno terpekik saat berhasil menyingkap lengan Jaemin lebih tinggi,menemukan bahwa luka yang dibilang kecil itu hampir memenuhi lengan si manis.
Jaemin meringis saat salah satu tangan Jeno mencoba meraba lukanya. Sentuhan itu begitu lembut namun terasa begitu menyakitkan.
"Ayo, ini harus diobatii" ucap Jeno pada akhirnya sebelum menarik lembut tubuh si manis keluar dari toilet.
Jaemin sudah melontarkan penolakan beberapa kali namun sepertinya pria tampan yang sedang menariknya itu pura-pura tuli. Bahkan Jeno mempercepat jalannya menuju minimarket yang kebetulan terletak di dekat butik.
Pria tampan itu meminta Jaemin untuk duduk di kursi yang tersedia di depan minimarket sedangkan dirinya berjalan masuk untuk membeli beberapa hal.
Beberapa saat kemudian Jeno kembali dengan kantong kecil di tangannya. Pria itu duduk di samping Jaemin, membuka semua obat yang sudah ia beli lalu mulai membubuhkannya di lengan si manis.
"Kau menyakiti dirimu sendiri?" Tanya Jeno sembari membalut luka Jaemin dengan perban.
"Bukan urusanmu"
"Menjadi urusanku karena pernikahanku terancam gagal jika kau kenapa-kenapa"
Jaemin menatap Jeno dengan pandangan yang tak bisa di artikan. Menyelami mata kelam sang pria tampan yang pernah begitu mencintainya.
"Aku baik-baik saja dan aku pastikan pernikahanmu akan berjalan sesuai rencana"
Setelah mengatakan itu Jaemin langsung beranjak, berlari kecil kembali ke butik. Meninggalkan Jeno dengan wajah bingungnya.
---
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING ORGANIZER [NOMIN]
FanfictionNa Jaemin dengan segala luka di hatinya memilih untuk kabur ke London, meninggalkan segala kenangan manis di setiap sudut Korea. Dengan air mata yang tak berhenti mengalir dari mata indahnya, ia berkata pada seluruh anggota keluarganya bahwa ia ingi...