Bagi Nakamoto Jaemin, kebahagiaan keluarganya adalah hal yang paling penting saat ini. Bukan berarti ia tak memikirkan kebahagiaannya sendiri, toh setelah mengikrarkan hal itu, ia juga bahagia.
Melihat senyum kedua orang tuanya, tawa renyah Xiaojun dan omelan panjang Renjun benar-benar membuat hatinya berbunga-bunga. Mereka selayaknya bunga yang bermekaran di hati Jaemin yang telah lama tandus.
Kehilangan orang yang ia cintai memang membuatnya remang, remang akan bagaimana masa depan yang akan ia jalani setelah sosok itu pergi. Bagaimanapun ia sudah terlalu terbiasa dengan keberadaan Jeno di sampingnya. Jadi saat pria itu pergi bersama buah hati mereka, Jaemin merasa tak adil- Kenapa tuhan hanya mengambil mereka dan meninggalkan dirinya seorang diri.
Jaemin terlalu meresapi kesedihannya hingga berakhir tenggelam terlalu dalam tanpa mau menggapai uluran tangan orang lain. Sampai ia lupa bahwa masih ada keluarganya yang akan dengan senang hati membentangkan lengan mereka lebar-lebar untuk merengkuhnya.
Jika mengingat masa lalu rasanya Jaemin ingin menertawai dirinya sendiri. Dulu ia bisa menggunakan dua hari dalam seminggu untuk menyendiri, memesan kopi kesukaan Jeno, duduk termenung disudut cafe sembari memutar memori bahagia yang ada di otaknya dan berakhir dengan sesak nafas saat menyadari jika kebahagiaan itu telah sirna.
Ia juga akan selalu menyalahkan diri, merenung didepan jendela kamarnya sembari menjulurkan tangan, menikmati angin musim gugur sembari mengingat rasa sakit yang semakin lama menghancurkan hatinya hingga lebur tanpa sisa.
Jaemin bahkan masih ingat seberapa sering ia dibawa ke rumah sakit dalam keadaan di ambang kematian karena hal-hal bodoh yang ia lakukan demi bisa berkumpul lagi dengan Jeno dan buah hati mereka.
Mengingat itu membuat Jaemin merasa buruk. Ia ingat bagaimana Renjun menangis meraung di sebelahnya, wajah tampan Jaehyun yang memerah karena menahan tangis dan yang paling membuatnya menyesal adalah tangis dari kedua orang tuanya. Rasanya Jaemin ingin memarahi dirinya sendiri yang terlalu bodoh hingga melukai mereka semua.
Sekarang, segalanya telah berbeda Jaemin yang bodoh itu telah sadar. Sekarang ia akan selalu mengandalkan semua orang yang mencintainya. Ia akan berlari ke pelukan sang ayah saat merasa sedih, merengek pada sang ibu saat menginginkan sesuatu, menganggu Xiaojun saat tak memiliki pekerjaan, mengadu pada Renjun saat seseorang menyakitinya, bermain dengan Jaehyun saat kesepian, dan Haechan, ah Jaemin bahkan melakukan banyak hal dengan dokter itu. Jaemin sampai tak bisa menggambarkan sosok yang ia curigai keturunan penyihir itu, karena selalu bisa menebak apapun yang Jaemin pikirkan. Nyatanya Haechan menepati janjinya. Ia mau berjalan perlahan, menemani Jaemin untuk menyembuhkan dirinya.
---
Dua tahun berlalu dan Jaemin benar-benar bergabung menjadi volunteer, berkeliling dunia untuk membantu anak-anak sama seperti ucapannya pada Haechan waktu itu.
Tak mudah pada awalnya, apalagi ia terhalang izin dari seluruh keluarganya namun entah apa yang dikatakan Haechan hingga suatu siang setelah pria tan itu berbincang di ruang kerja sang ayah, tiba-tiba mereka memberi izin Jaemin untuk pergi. Lagi-lagi Haechan menjadi penyelamat nya.
Jaemin bahkan masih ingat saat pertama kali ia akan menjadi relawan, saat itu kalau tidak salah ia akan pergi untuk dua minggu ke Vietnam dan Renjun bersikukuh untuk ikut dengannya. Jaemin tentu saja langsung menolak dengan tegas, cukup lima tahun Renjun mengubur segala mimpinya hanya untuk menemani kebodohan Jaemin. Sekarang Jaemin ingin Renjun melanjutkan mimpi yang sudah ia rajut dari lama.
"YAK"
Teriakan cukup keras itu membuat Jaemin tersentak, dadanya berdebar karena terkejut. Buru-buru pemuda itu mendongak, bersiap melayangkan sumpah serapah pada siapapun yang telah mengagetkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING ORGANIZER [NOMIN]
ФанфикNa Jaemin dengan segala luka di hatinya memilih untuk kabur ke London, meninggalkan segala kenangan manis di setiap sudut Korea. Dengan air mata yang tak berhenti mengalir dari mata indahnya, ia berkata pada seluruh anggota keluarganya bahwa ia ingi...