Issue 0.2 : End of Requiem

1K 149 2
                                    

Perjuangan dari belajar habis-habisan menghadapi ujian akhir membuahkan hasil sepadan, Harry lulus dan tinggal menunggu upacara kelulusan Senin depan. Hari itu, sepulang sekolah dengan langkah ringan dan penuh semangat ia tak sabar untuk bertemu dengan orang tuanya. Mengatakan bahwa ia lulus dengan nilai sempurna, meski bukan berada di peringkat pertama seperti rival dan sahabatnya. Itu sudah cukup, nilai melebihi rata-rata berhasil ia capai.

Halaman rumah bercat biru muda, gioknya menangkap beberapa orang berpakaian serba hitam. Harry mengenali mereka, ajudan yang memang di tugaskan untuk berjaga di rumah mereka. Seingat Harry, orang tuanya bekerja melayani kerajaan Inggris. Namun, perasaan asing dan aneh menyeruak dalam hati anak lelaki berusia tujuh belas itu. Senyumnya hilang saat kakinya menapak di halaman dengan beberapa mobil terparkir rapi.

Orang-orang itu memandang Harry cukup lama sebelum mereka mengatakan selamat datang, seperti hari biasa. Suara mereka terdengar goyah, ada apa? Kepalanya menggeleng pelan, memutuskan untuk bergegas masuk ke dalam rumah. Ia mendapati ayah baptisnya duduk bersama tiga orang dewasa lainnya, ia tidak mengetahui siapa mereka.

"Siri, ada apa ini?" Tanya Harry  menatap wajah pria berambut panjang bergelombang itu, Sirius Black. Ia tak menjawab pertanyaan Harry, membuat remaja itu memasang wajah asam sebelum ia teringat sesuatu tentang hasil ujiannya. Harry membuka tasnya, mencari-cari sesuatu di dalam sana.

"Dimana ayah dan ibuku, kau sudah bertemu dengan mereka? Kau tau, aku lulus dengan nilai yang bagus!" Harry bercerita penuh antusias, Sirius tetap diam dan memandang Harry lekat dengan tatapan nanar yang sulit di artikan.

"Lihat ini!— Harry menunjukkan kertas pemberitahuan bahwa ia telah lulus dari sekolah menengah atas, Sirius tidak memperhatikan. Pria itu maju satu langkah, kedua tangan kokohnya menarik tubuh mungil Harry ke dalam pelukannya.

"H-hei... Siri, ada apa? Kenapa kau memelukku tiba-tiba, a-ah ya! P-pasti kau sangat senang karena... Karena a-aku lulus, ya kan?" Harry merasa setiap kata yang ia ucapkan tergagap-gagap, perasaannya semakin tak enak kala pelukan Sirius mengerat. Seakan ia takut kalau ia melepasnya Harry akan pergi.

"A-ada apa denganmu, Siri?"

"Maaf... Maaf... Maaf...."

Harry semakin di buat kebingungan saat Sirius terus mengucapkan maaf berulang kali. Rasa bingung itu akhirnya hilang saat ia menyadari dua buah tandu di bawa keluar dari arah ruang makan. Harry terdiam, ia merasa seperti terkena asfiksia.

"Siapa mereka?" Harry berbisik, Sirius benar-benar tak melepaskan pelukannya. Kelereng emerald itu menatap gundukan di atas tandu yang tertutup kain penuh noda merah pekat. Aroma anyir tercium saat dua tandu itu melewati Harry dan Sirius. Kaki-kakinya terasa seperti jelly saat ini, Sirius berusaha menopang tubuh Harry agar tidak jatuh.

Lelaki itu paham bahwa anak cerdas ini pasti sudah mengerti apa situasi yang terjadi di rumahnya sekarang, ia merasakan kemejanya basah. Pelukannya terbalas dengan cengkraman kencang di punggung.

Pemakaman di lakukan secara diam-diam, hanya orang-orang yang bekerja di kediaman Potter dan beberapa rekan kerja orang tuanya yang hadir. Di temani Sirius di sampingnya, Harry termangu menatap dua jenazah di masukan ke dalam ruang kremasi. Keduanya begitu cantik dan tampan meski di tubuh mereka banyak sekali luka mengerikan, tangan Sirius dan Harry saling terjalin. Lelaki dewasa itu berusaha sekuat yang ia bisa menegarkan remaja ini, bibirnya terkatup rapat sejak kemarin bahkan ketika wanita dari keluarga Weasley melakukan autopsi pada mayat keduanya, bocah itu tak membuka mulut. Pupil beriris se-hijau giok itu bergetar, mengeluarkan cairan asin tanpa suara. Meredamnya dalam-dalam seolah teriakan kehilangan tak boleh lolos dari bibir mungilnya.

Harry tidak bertanya-tanya mengapa orang tuanya harus pergi dengan keadaan yang mengenaskan, ia tetap bungkam sampai abu kedua orang tuanya dilarung di luasnya lautan. Tidak ada batu nisan sebagai tanda kematian mereka di tanah pekuburan, hanya se-bingkai foto yang tersisa dari semua jejak yang harus di lenyapkan sebelum di tinggalkan. Harry hanya bisa membawa satu hal itu dalam hidupnya, satu-satunya kenangan agar ia tak melupakan bagaimana rupa orang tuanya.

Kemudian, Harry mengikuti kemana Sirius pergi. Tanpa menoleh ke belakang, menenggelamkan diri dalam ramainya dunia. Agar suatu hari ketika ia berteriak, suaranya akan tenggelam karena berisiknya jutaan manusia di dunia.

🎭



Mille Fleur | DrarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang