Issue 0.4: Draco in Harry Eye's

880 116 5
                                    

Jarum pada arlojinya menunjuk pukul dua dini hari, setelah menjadi tour guide bagi Draco ia menghabiskan waktunya di dalam kamar. Mencermati berkas tentang apa-apa saja yang harus ia lakukan dalam misi dengan perubahan rencana dadakan ini. Hermione memberi tahunya untuk tetap menjaga Draco selama di Cornwall namun, di sisi lain Harry sangat ingin turun ke lapangan dan menghajar wajah pak tua Riddle itu. Orang itu telah membunuh banyak sekali manusia dengan barang dagangannya.

Harry pikir, seorang Draco Malfoy tak perlu mendapatkan perlindungan darinya mengingat kemampuan bela dirinya yang cukup hebat di masa lalu. Yah, mungkin maksudnya kemampuan Draco itu pasti tidak akan berkarat bukan meski dia sudah dewasa?

Omong-omong, Harry cukup di buat terkejut hari ini. Bukan hanya tentang sebuah pertemuan yang tak terduga, juga tentang pengutaraan perasaan seorang Draco Malfoy. Siapa yang tidak terkejut bila orang yang menjadi musuh mu selama bertahun-tahun mengenyam pendidikan menengah pertama dan atas mengatakan bahwa dia mencari mu hanya untuk sebuah perasaan yang di namakan cinta.

Draco Malfoy, ia mengenalnya sebagai pribadi yang menyebalkan, sombong, dan memiliki harga tinggi selangit. Pengakuannya tadi, membuat Harry bertanya-tanya bagaimana bisa Draco begitu setia menunggu dalam pencariannya? Bisa saja apa yang telah di lakukan pria itu seperti menjaga cintanya pada Harry hanyalah berujung sebuah kesia-siaan belaka, Harry bisa saja sudah memiliki seseorang di sampingnya. Namun, nampaknya Draco begitu optimis di waktu-waktu Harry meninggalkan kehidupan nyamannya di Inggris. Hingga pada akhirnya Sang waktu mempertemukan mereka kembali.

Bila di tanya apakah Harry memikirkan perasaan Draco tentang dirinya? maka, jawabannya adalah ya. Harry sangat memikirkannya, bagaimana lelaki itu memberikan tatapan penuh kerinduan padanya, bagaimana cara lelaki itu meraih jemarinya dan membawanya dalam sebuah genggaman hangat. Draco berhasil membawa Harry kedalam ruang nyaman penuh afeksi.

Bahkan saat perasaan asing menghangatkan itu menelusup masuk ke dalam rongga hatinya yang hampa dan sepi. Harry tidak bodoh, untuk tidak menyadari apa yang terjadi padanya. Sebuah perasaan usang yang telah lama Harry lupakan. Harry merasa, apa perlu ia memiliki sesuatu yang di sebut cinta? Ia tak memiliki waktu untuk menikmati semua itu.

Ada rasa takut menggelayut dalam diri Harry, ia merasa tak pantas untuk mendapatkan sesuatu bernama cinta. Harry terlalu berdosa untuk bisa mencicipi kenikmatan itu, bayangan sepasang light grey yang mengarah langsung pada matanya muncul di pikiran Harry. Bagaimana sepasang iris indah itu menyiratkan binar penuh percaya diri bahwa dia bisa membuat Harry menjatuhkan hatinya pada Draco.

Harry mengulum senyum tulus ketika mengingatnya, Harry ingin bersama Draco. Belajar mencintai pewaris Malfoy itu dengan apa yang ia miliki, belajar untuk membalas semua perjuangan pencarian, dan kesetiaan Draco pada Harry selama ini. Tapi, lagi-lagi sebuah fakta menyentaknya. Menyadarkan tunggal Potter itu bahwa ia tak akan pernah bisa berjalan bersisian dengan Draco.

Draco itu, terlalu sempurna untuk Harry yang penuh cela. Rasanya sangat tidak adil jika tangan kotornya menyentuh kulit putih pucat milik Draco. Harry ingat satu hal, mungkin ia harus jaga jarak. Sesuatu yang putih bersih tak seharusnya di sentuh oleh sesuatu yang kotor.

Jarum jam terus bergerak dari waktu ke waktu, dan Harry belum menemukan dirinya mengantuk. Ia masih betah duduk bersama lembaran berkas digital di tablet dan kemelut pikirannya. Tak masalah, Harry sudah terbiasa menjadi makhluk nokturnal. Ia hanya akan menikmati hari ini sampai matahari menampakkan diri nanti.

🎭

Ron tidak kembali setelah mengatakan hendak pergi menemui Malfoy senior kemarin sore, ia bahkan belum mendapatkan berita terkini dari Weasley muda tersebut. Harry benar-benar tidak tidur hingga pagi menjelang, lelaki itu menghabiskan waktunya usai bergelut bersama berkas dan pikirannya dengan membersihkan setiap bagian dari pistol rakitan berwarna silver yang ia beri nama Spungen. Selera penamaan yang buruk kalau menurut Seamus, yah... Peduli setan dengan cemooh ilmuwan yang sering meledakkan laboratoriumnya itu.

Telinga Harry menangkap pintu utama rumah ini di ketuk, itu pasti Draco — ia  menjanjikan mengajak Draco untuk naik perahu hari ini— tak ingin membuatnya menunggu lama Harry bergegas membereskan senjata apinya, meletakkannya ke dalam sebuah kotak penyimpanan. Begitu ia membuka pintu, ternyata perkiraannya salah. Seorang wanita yang berprofesi sebagai asisten dari desainer ternama dengan merek jual terkenal Uriel-LD berdiri di depan pintu rumahnya.

"Sebentar lagi kita akan membersihkan pabrik makanan itu." Alis tebal Harry terangkat sebelah, tanpa basa-basi dan langsung pada poin utamanya. Wanita modis ini jauh-jauh datang dari London hanya untuk mengatakan ini? Harry melebarkan pintunya, memberikan akses agar si wanita bisa masuk leluasa.

"Masuk dulu?"

"Tidak, Potter. Sungguh, aku akan langsung pergi setelah ini." Tolaknya.

Harry menghela napas panjang, "buktinya sudah kuat?"

Wanita itu mengangguk, "motif Riddle sudah tercium, kita akan mengadakan rapat untuk membahas ini."

"Kenapa tidak memberitahuku lewat ponsel?"

"Kami menghindari penyadapan yang mungkin akan di lakukan pihak Riddle. Di malam menuju Minggu, kita berkumpul. Ruang bawah tanah kediaman Lovegood."

Napas Harry tercekat mendengar tempat dimana mereka akan bertemu, wanita itu menarik napas pelan, menyentuh bahu Harry agar membuatnya tak terlalu tegang. "Aku tau ini sulit untukmu kembali ke tempat itu, Potter. Ini keputusan ayah baptis mu, dia menitip pesan padaku kalau kasus Riddle ada hubungannya dengan kematian Tuan dan Nyonya Potter."

Harry membatu, selama ini ia tak pernah mempertanyakan kenapa orang tuanya tewas mengenaskan di rumah mereka sendiri. Harry paham resiko atas pekerjaan yang di ambil oleh orang tuanya tidak menjamin seratus persen bahwa nyawa mereka akan aman, maka ia tak pernah menanyakan.

Greengrass menatap langsung pada mata hijau Harry, ia bisa melihat rasa kejut tak percaya menyelinap dalam pupil cantik itu. "Aku— aku tidak tahu itu."

"Kami semua juga tidak tahu, Potter. Sir. Black menyelidiki kasus itu secara pribadi, tidak melibatkan organisasi, beliau baru memberitahu satu jam lalu."

Harry diam saja, kepalanya terasa pening saat memikirkan rasa kehilangan serta marah yang telah ia kubur dalam-dalam. Rahangnya mengeras, kedua tangan mengepal di sisi tubuhnya. "Kau pasti akan datang, bukan? Aku harus segera pergi dari sini." Pamit wanita pirang tersebut meninggalkan Harry yang masih membeku dalam keterdiamannya.

Pintu di tutup begitu sosok Greengrass tak lagi terlihat di matanya, Harry berjalan limbung ke arah sofa. Menjatuhkan tubuhnya yang tiba-tiba terasa lemas, "aku kenapa?" Lirihnya, kepala mendongak bersandar pada kepala sofa.

"Riddle memiliki hubungan dengan kematian ayah dan ibu—

🎭

Bersambung

Terima kasih atas apresiasinya, sampai jumpa di Issue selanjutnya ❤️

Mille Fleur | DrarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang