Happy Reading!
-_-
Nara memandang kosong botol kecil yang ada di genggamannya. Mahesa baru saja mengantarnya pulang, dan Arion juga belum kembali.
Awalnya Mahesa kekeuh ingin menemani Nara di sini, tapi jika Nara sudah dalam mode ngambek, maka Mahesa tidak berani melawan.
Tubuh Nara rasanya lelah, ingin istirahat sejenak dari semua masalah yang menimpa dirinya.
"Huft," gadis itu mengembuskan nafasnya pelan. Seragam sekolah masih menempel di badannya, tanpa berniat ingin mengganti baju, Nara masih duduk dengan pandangan kosong ke depan.
"Nara?" panggil Arion dari ambang pintu, buru-buru gadis itu membuang botol kecil itu di dalam selimutnya.
Arion berjalan mendekati Nara, duduk di samping adiknya itu lalu menempelkan punggung tangannya ke kening Nara. "Mahesa bilang kamu pingsan di sekolah. Makanya Abang langsung pulang, kamu masih sakit? Mau ke Dokter aja?" cerca cowok itu penuh nada khawatir.
Mendengar itu Nara justru tertawa kecil. "Abang tuh apa-apain sih, Nara cuma kepanasan gara-gara dihukum sama Pak Anto di lapangan, salah Nara juga sih tadi belum sarapan," alibi gadis itu sambil mengulas senyumnya.
"Kok bisa dihukum? Kamu nggak ngerjain tugas?" tanya Arion bingung, pasalnya adiknya ini sangat protektif terhadap tugas, jika ada pekerjaan rumah maka dia akan mengerjakannya di awal waktu.
"Hehe, Nara lupa," cengenges gadis itu.
Arion menghembuskan nafasnya, mengusap rambut sang adik penuh sayang. "Abang nggak mau kamu sampai sakit, karena--"
Arion tak melanjutkan ucapannya, lidahnya terasa kelu saat dia ingin menjelaskan ini. "Kenapa Bang?" desak Nara tidak sabar.
"Karena Abang dapat pekerjaan yang lebih bagus di luar kota, Ra. Abang harus tinggalin kamu sendiri di sini," balas cowok itu sambil menunduk.
Nara terkesiap, disaat Abangnya mempunyai peluang yang bagus, kenapa dia harus mengkhawatirkan Nara?
"Oh ya? Selamat ya Abang, Nara ikut seneng," sahut Nara terlihat antusias.
"Abang nggak mungkin ninggalin kamu, Ra. Abang cuma punya kamu," ucap Arion membuang pandangannya, tak ingin Nara melihat dirinya yang lemah.
Nara tersenyum tipis, mengusap bahu sang Abang lembut. "Bang, Nara bukan anak kecil yang harus Abang temani tiap hari. Besok entah kapan nanti, Abang juga pasti akan ninggalin Nara. Abang harus mulai kehidupan baru dengan keluarga Abang sendiri. Nara nggak mungkin bergantung terus sama Abang kan?"
"Lagian ini peluang yang bagus buat Abang. Nara yakin, Abang pasti bisa," ucapnya menenangkan Arion.
"Abang harus pergi hari ini untuk mengurus beberapa hal di sana, Ra. Tapi lihat kondisi kamu yang seperti ini, Abang nggak tega," balas Arion terdengar khawatir.
"Ck, Nara kan bisa panggil Vivian sama Beryl ke sini, lagian cuma sebentar kan?" ucap Nara yang mulai dongkol.
Arion memghembuskan nafasnya, mengangguk samar menyetujui ucapan sang adik. "Yaudah Abang siap-siap dulu. Turun ya, Abang udah beliin kamu makanan," pesan Arion yang dibalas acungan jempol oleh Nara.
🦅🦅
Suara dentuman musik menggema di sebuah klub malam besar Jakarta. Cowok berbalut jaket Revicks itu menenggak wine dengan kadar alkohol yang cukup tinggi. Sesekali memegangi kepalanya yang sudah berdenyut nyeri.
Gravi, cowok itu terus meracau tak jelas, menyebutkan berbagai macam sumpah serapah tentang keluarganya. Sementara Damian, hanya sibuk bermain ponsel. Dia harus tetap sadar agar bisa membawa Gravi pulang.

KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITASI : BAD HUSBAND [END]
Novela JuvenilLove and Revenge Hamil seorang anak dari pembully-nya sendiri? Hidup Kanara Audrey Valentiorus yang awalnya baik-baik saja tiba-tiba hancur saat dirinya berurusan dengan Gravitasi. Gravitasi Caesar Leonides, si 'iblis tampan' yang menderita DID (Dis...