Happy Reading!
-_-
Tangan kekar itu terus mengusap punggung istrinya secara lembut. Gravi benar-benar tak beranjak sedari tadi karna Nara saja tidak mau ditinggal. Padahal Gravi sudah sangat gatal ingin memghajar orang yang berani meneror Nara. Namun, Revicks belum juga menemukan jejak orang itu sedikitpun.
Kelopak mata cantik itu mengerjab perlahan. Kembali tertutup karena Gravi mengecup pucuk hidungnya sebentar. "Tangan kamu pegel nggak Gra?" tanya Nara ketika melihat tangan Gravi yang sedari tadi menjadi bantalannya.
"Nggak kok, masih ngantuk hm? Sini peluk lagi," ucap Gravi lalu kembali mendekap tubuh Nara dengan erat, sedikit melonggarkan di area perut karena kandungannya benar-benar sudah terlihat besar.
"Kamu bakal jagain aku kan Gra? Mereka nggak akan kirim teror apapun lagi ke rumah kita kan?" tanya Nara penuh harap dan cemas. Kembali merasa gelisah mengingat teror yang sempat ia alami selama dua kali ini.
Gravi tersenyum teduh. Tak mampu menjawab pertanyaan Nara. Namun dalam hati, dia berjanji agar melindungi perempuan itu dari spapun yang terjadi.
"Of course, sayang. Kamu aman disini sama aku. Asal kamu juga janji, kalau kamu bakal sembuh. Kamu nggak akan ninggalin aku, nggak akan pergi dari kehidupan aku," pinta Gravi sungguh-sungguh.
Nara menelan ludahnya gugup. Pembicaraan Gravi kali ini entah mengapa sangat menyinggung kondisi Nara.
"Gra..." Nara menegakkan badanya, bersandar di ranjang untuk menghindari kontak mata dengan Gravi.
"Kenapa kamu selalu aku minta berjanji buat nggak ninggalin kamu? Kamu selalu bilang aku sakit, padahal aku baik-baik aja," kilah Nara.
Gravi ikut duduk di ranjang, memutar badannya hingga kini menghadap Nara sepenuhnya. Melihat dengan jelas bagaimana wajah sembab Nara yang terlihat menyedihkan.
"Kamu tau kalau kamu sakit. Tapi kamu selalu bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Perihal aku yang minta kamu buat berjanji, aku bener-bener nggak mau kamu pergi, Ra, sungguh," ungkap Gravi meyakinkan.
Keringat dingin mulai bercucuran di pelipis perempuan itu. Antara takut dan gelisah, Gravi sudah mengetahui segalanya.
"Jantung kamu, rusak Ra," Gravi berucap dengan nada lirih. Terdengar sangat menyakitkan bagi siapa yang melihat bagaimana perasaan mereka.
Deru nafas Nara beradu lebih cepat. Benar, Gravi mengetahui semuanya. Gravi tahu tentang penyakitnya selama ini.
"K-kamu tahu?" tanya Nara ragu.
"Aku terlambat, dan aku tahu dari orang lain. Itu lebih sakit, Ra," ungkap Gravi dengan parau. Suaranya terdengar menahan tangis.
"Maaf," hanya itu yang mampu Nara ucapkan. Sejujurnya dia sangat tidak ingin menyembunyikan ini semua, Nara sakit, Nara juga lelah menahan semuanya sendiri. Tapi, Nara pikir dia hanya akan menjadi beban pikiran lebih untuk Gravi.
Cukup menyusahkan Papanya dulu, jangan lagi orang lain.
"Sebenarnya aku mau terus berbohong kalau aku nggak tahu semuanya. Tapi nyatanya aku nggak bisa, Ra. Aku khawatir, i'm afraid you don't want to heal. So, bertahan ya Ra, apapun yang terjadi?" Gravi meminta dengan sungguh. Meninggalkan ego yang selama ini menguasai hatinya.
Nara terdiam cukup lama, menimang permintaan Gravi yang entah dia sendiri bisa menepatinya atau tidak.
"Aku, kamu dan waktu. Kamu pernah denger kalimat people come and go kan?" tanya perempuan muda yang tengah hamil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITASI : BAD HUSBAND [END]
Roman pour AdolescentsLove and Revenge Hamil seorang anak dari pembully-nya sendiri? Hidup Kanara Audrey Valentiorus yang awalnya baik-baik saja tiba-tiba hancur saat dirinya berurusan dengan Gravitasi. Gravitasi Caesar Leonides, si 'iblis tampan' yang menderita DID (Dis...