Setiap yang datang pasti akan pergi, tapi kepergiannya ditunda saja yah? jangan sekarang.>>>>>>>>>>>>>>>*<<<<<<<<<<<<<<<
Tubuh Bilal sepertinya memang sudah didesain dengan ketahanan sekuat baja oleh tuhan. Ketika para dokter sudah pasrah dengan hasil operasi yang berjalan tak begitu lancar, raga itu malah secara mengejutkan siuman tanpa siapapun duga.
Padahal Ayah sudah menyiapkan diri untuk menerima kenyataan terburuk bahwa ia akan kehilangan anak bungsunya itu. Bahkan tangannya sudah sangat siap untuk menerima selembar akta kematian atas nama Bilal Panduwinata. Bukannya pesimis, keadaan Bilal memanglah yang terparah. Ia kehilangan banyak darah, tulang-tulangnya patah, bahkan beberapa titik diwajahnya harus direkontruksi.
Beberapa dokter spesialis silih berganti mengunjungi Bilal untuk memeriksa keadaannya kini. Meski wajahnya masih diperban, dari matanya, Elang hanya bisa mengingat bagaimana wajah Bilal sebelum kejadian berlangsung. Tapi bagaimana setelahnya? Ketika perban itu dibuka, apa wajah Bilal masih sama persis seperti apa yang ada diingatannya? Atau akankah berbeda? Apa Elang masih bisa mengenalinya?
Jika wajah Bilal terlihat lebih buruk dari yang sebelumnya, maka Elang harus kembali merutuki dirinya sendiri karena kejadian itu. Andai ia bisa mendudukkan dan memasangkan seatbelt Bilal kembali, pasti kondisi Bilal tidak akan seburuk ini. ini semua salahnya.
Dan untuk seseorang yang sudah mendonorkan sekantong darah pada Bilal, Elang ingin sekali menyampaikan rasa terima kasih padanya secara langung. Tanpa sakantong darah orang itu Bilal pasti sudah lewat sejak kemarin.
Elang baru bisa tersenyum saat seorang dokter perempuan datang ke arahnya dengan menenteng sekantong plastik makanan.Dimakan! Dari kemaren kamu nggak makan kan? Begitu kalimat yang tertulis di ponsel yang disodorkan Mila pada Elang.
Makanan rumah sakit ternyata beneran hambar, nggak enak! Elang membalasnya dengan mengambil ponsel Mila dan mengetik di bagian bawahnya.
Elang pikir orang-orang yang dulu mengatakan bahwa makanan di rumah sakit itu nggak enak adalah sebuah alasan karena mereka tidak mau minum obat. Tapi hal itu ternyata nyata. Bertahun-tahun hidup sehat menjadi dokter hewan membuatnya tidak pernah merasakan bagaimana tersiksanya dirawat inap. Seumur hidup, ini adalah kali pertamanya dirawat di rumah sakit.
Alih-alih memakan bubur sebagai menu utama, Elang lebih memilih memasukkan sate usus ke dalam mulutnya. Mila mengerutkan dahi keheranan. Ia duduk di sebelah Elang lalu menunjuk-nunjuk bubur sebagai isyarat untuk menyuruh Elang memakan buburnya juga, jangan toppingnya saja.
Elang menggeleng. "Nggak mau."
"Dasar jelek," ledek Mila.
"Aku jelek?"
"Ha?" Mila bingung. Apa pendengaran Elang sudah membaik? Bagaimana bisa ia merespon dengan tepat seperti itu?
"Kamu ngatain aku jelek?" tanya Elang memastikan.
"Kuping kamu udah bener?"
Elang terkekeh tiba-tiba. Lucu sekali melihat ekspresi pacarnya yang sedang kebingungan. "Aku bisa baca gerakan bibir kamu."
Mila mengangguk mengerti. Meski belum ada kemajuan, setidaknya Elang berusaha beradaptasi dengan kondisinya. Salut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIWIRA
Fiksi UmumTiga laki-laki dengan latar belakang yang berbeda, bisa dikatakan asing satu sama lain. Ditakdirkan untuk bertemu dan hidup bersama karena keterikatan satu sama lain. Elang si pemalas yang dewasa, Daniel si manusia dingin yang berambisi, Dan Bilal s...