09. Gelita Menjelma.

17 1 0
                                    

Ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri

-Bilal

>>>>>>>>>>>>*<<<<<<<<<<<<

Suasana makan siang di kediaman Panduwinata terasa begitu canggung saat Daniel dengan tidak sengaja menjatuhkan sendok makannya ke lantai.

"Sorry," ucapnya, segera ia mengambil sendok baru yang terletak di tengah meja makan. Sementara sendok yang jatuh langsung dipungut oleh Suci.

Jatuhnya sendok itu menyadarkannya dari lamunan tentang Bilal. Kemarin setelah dicari tahu dan ditelisik lebih jauh oleh Elang, ternyata bola mata Bilal yang kemarin jatuh karena tamparan Ayah hanyalah bola mata palsu. Fakta baru bahwa Bilal hanya memiliki satu bola mata itu tentu saja mengejutkan mereka semua. Karena sejak pertama ia datang ke rumah ini Bilal nampak sehat jika dilihat dari fisiknya. Tidak ada cacat sama sekali. Kedua matanya terlihat normal sangking persisnya si bola mata palsu dengan mata aslinya.

Tapi tak hanya sampai situ, fakta yang lebih mengejutkannya lagi adalah karena keadaan yang Bilal dapatkan bukanlah kecacatan sejak lahir. Bukan juga karena suatu kecelakaan. Entah dengan otak yang masih waras atau tidak, remaja itu menjual bola mata sebelah kirinya ke pasar gelap!

Rasa bersalah Ayah terhadap Bilal berubah menjadi rasa marah yang begitu memuncak. Anak itu kembali disidang habis-habisan oleh Ayah. Elang yang tadinya sempat marah ke Ayah pun dibuat melongo atas pengakuan Bilal. Sebelum ditemukan Ayah, ketika ia masih hidup liar di jalanan, Ia terpaksa menjual organ tubuhnya pada dokter gadungan yang punya relasi dengan pasar gelap. Dan yang lebih parahnya lagi, bola matanya hanya dihargai dua puluh juta rupiah! Nominal yang sangat kecil untuk ukuran mata remaja yang masih sehat.

Tapi ketika ditanya untuk apa uang yang ia dapatkan dari hasil jual mata, anak itu malah diam seribu bahasa. Ia tidak mau menjawab sama sekali. Tentu saja hal itu membuat Ayah semakin marah. Dengan ketegasannya, Ayah menghukum anak itu. Bilal tidak boleh keluar kamar sampai ia mau menjawab digunakan untuk apa uang hasil penjualan mata tersebut. Jika dugaan Ayah mengenai perjudian yang biasanya dilakukan anak jalanan itu benar, maka habislah riwayat Bilal.

"Yah, Bilal belum keluar dari kemarin," ucap Elang mengingatkan Ayah di tengah sarapan mereka.

"Lalu?" Ayah menjawab dengan pertanyaan. Ia juga tahu hal itu tanpa perlu diingatkan.

"Itu artinya dia belum makan dari kemarin." Kali ini Mama yang bersuara. Mama ternyata agak geram juga dengan perlakuan Ayah. Ya mungkin saja anak itu punya alasan lain kenapa ia tidak mau menjawab pertanyaan untuk apa uang hasil penjualan mata itu digunakan, pikirnya. Kemarin ketika kejadian mata palsu Bilal lepas, diam-diam Mama juga menyaksikannya dari kejauhan. Ia juga membeku ditempat sejak awal Ayah memarahi Bilal.

Ayah diam melanjutkan sarapannya. Ayah juga tahu tentang itu. Mama yang merasa diacuhkan pun semakin kesal dibuatnya.

"Daniel, cepet bawa adek kamu kesini." Perintahnya langsung diiyakan oleh Daniel. Jujur saja, Daniel juga penasaran dengan keadaan Bilal. Ia sama sekali tidak terbebani jika kegiatan sarapannya terjeda.

10 menit berselang, Daniel kembali datang ke meja makan dengan dibuntuti Bilal yang wajahnya nampak pucat. Tidak seperti biasanya, anak itu terlihat lemas tak bergairah. Tapi meski lemas, dirinya sama sekali tidak terlihat lemah. Ia masih menjadi Bilal Belel dimata abang-abangnya. Gestur tubuhnya masih terlihat sangat kokoh. Bilal sempat berhenti beberapa meter dari tempat meja makan berada. Agak ragu karena ada Ayah di sana.

"Sini, Nak" Ucap Mama lembut sembari menepuk kursi kosong disebelahnya. Bilal menurut. Dengan penuh perhatian, Mama menyiapkan makanan untuk dimakannya. Entah karena cari simpati atau benar-benar tulus, ia seperti sedang acting mejadi ibu sungguhan.

ADIWIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang