Karena hari ini adalah besok yang kemarin.
-Bunda.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>*<<<<<<<<<<<<<<<<<<
Mau tahu apa hal yang paling menarik bagi Daniel hari ini? yakni dapat menyaksikan Elang sedang berusaha kabur lewat pagar tembok bagian belakang mansion siang ini. Orang itu ternyata nekat juga ya.
Daniel berpikir keras. Sebelum sampai ke tahap ini bagaimana caranya orang itu bisa berhasil kabur dari kamarnya yang ada di lantai empat dan jendelanya diteralis besi? Like, how? Apa ayah sudah mengijinkannya untuk keluar kamar?
GUBRAK!
Daniel tersenyum remeh saat tubuh Elang jatuh terhuyung menubruk tanah dan tertimpa bangku-bangku yang tadi ia gunakan sebagai alat memanjat. Ia menggeleng melihat tingkah Elang. Dari banyaknya pintu yang ada di sini kenapa ia malah memilih untuk kabur lewat medan tersulit seperti itu?
"Sudah jatuh, tertimpa bangku pula."
Suara Daniel yang masuk ke telinga Elang membuat Elang buru-buru bangkit dan berdiri tegak. Dengan gaya santai ia membersihkan telapak tangan dan bokong nya yang kotor karena telah bersentuhan dengan tanah tadi.
"Ekhm. Ngapain lo di sini?" dehamnya seperti orang salah tingkah.
"Nothing."
Sebenarnya pertanyaan tadi hanyalah basa-bagi untuk menghilangkan rasa malu yang tengah dilanda Elang. Jangankan Elang, Daniel saja yang hanya menyaksikan ikut malu dengan kejadian itu.
Tapi dari sini Daniel jadi tahu, Elang sebenarnya tidak sungguh-sungguh dengan ucapannya kemarin. Kemarin ia berkata seolah-olah ia mampu dan ingin menjadi penerus Adiwira Noesantara. Tapi seperti yang bisa dilihat hari ini, ia malah berusaha kabur. Itu artinya dia tidak benar-benar mau jadi penerus Adiwira Noesantara, kan?
Sampai sini Daniel paham. Saingannya ternyata tidak seberat itu. Ia membalikkan badan hendak meninggalkan Elang, ia tidak mengharapkan balasan apa-apa dari pria berkumis tipis itu.
"Lo beneran pengen jadi penerus, kan?" tanya Elang sebelum Daniel mengambil langkah pertamanya.
Daniel memutar, kembali menghadap Elang. Tak ada jawaban darinya. Tapi tanpa mendapat jawaban pun Elang juga sudah tahu jawabannya.
"Ayo buat kesepakatan."
"Kesepakatan?" Daniel bingung.
"Bantu gue kabur dari sini. Gue bakal pergi jauh sejauh-jauhnya sampe Ayah nggak bisa nemuin gue lagi, nah kalo gue nggak ada otomatis lo yang bakal dijadiin penerus sama Ayah. Iya, kan?" tutur Elang menjelaskan langsung tanpa basa-basi lagi. Ia sudah berada di jalan buntu dan hanya ini satu-satunya hal yang bisa dijadikan harapan terakhirnya.
Seperti prinsipnya sejak awal, ia sama sekali tidak mau berurusan kembali dengan ayah apa lagi menjadi penerusnya. Menurut Elang ikatan Ayah-anak yang terhubung antara dirinya dan Pandu sudah terputus sejak lama, dan tidak ingin ia jalin kembali. Alasannya? Ada banyak.
Daniel berpikir sejenak. Ada benarnya juga apa yang ditawarkan oleh Elang. Lagi pula cara terbaik melawan musuh adalah dengan menjadikannya seorang teman. Dengan cara itu secara tidak langsung mereka seperti menjalin hubungan simbiosis mutualisme. Elang dapat untung, dan Daniel juga dapat untung.
"Deal?" Elang mengulurkan tangannya, alisnya tergerak seperti orang menuntut jawaban.
"Deal."
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIWIRA
Fiksi UmumTiga laki-laki dengan latar belakang yang berbeda, bisa dikatakan asing satu sama lain. Ditakdirkan untuk bertemu dan hidup bersama karena keterikatan satu sama lain. Elang si pemalas yang dewasa, Daniel si manusia dingin yang berambisi, Dan Bilal s...