Mencarinya

32 5 0
                                    


Aku kembali larut dengan buku-buku yang kubaca, novel-novel dan buku pelajaran sekolah. Bisa lulus ke kampus besar di Jakarta butuh perjuangan ekstra untuk anak kampung sepertiku. Sekalipun Ayah kaya, Ia tidak akan mudah melepasku ke Jakarta. Apalagi untuk kuliah di kampus biasa yang levelnya sama dengan kampus terbaik di ibukota provinsiku. Itu hanya akan buang-buang uang saja.

Selain sibuk dengan pelajaran, ada teknologi baru yang masuk ke kecamatanku. Namanya Internet, beberapa warnet bermunculan di dekat sekolah. Awalnya aku tidak memperdulikan kehadirannya. Karena isinya hanya anak laki-laki yang sibuk bermain game. Termasuk juga Yoga, mantanku yang telah merusak hubunganku dengan Bang Arsyad. Sebenarnya aku malas membahas ini, tapi perlu kuceritakan bahwa alasanku tidak menyebutnya "Bang" adalah karena dia tidak bisa menghargaiku. Selama hubungan kami, dia selalu banyak menuntut tanpa mau memahami seperti apa diriku. Protes ini itu, membuatku selalu kesal dengannya. Laki-laki seperti dia tidak pantas dihormati.

Kehadiran internet saat itu diiringi dengan booming-nya media sosial Facebook. Tahun 2009 akhir hingga tahun 2011 saat aku tamat SMA, Facebook benar-benar banyak dibicarakan dan digunakan teman-teman di sekolahku. Aku diajak Eva untuk membuat akun juga di Facebook. Aku menurut saja untuk memenuhi keinginannya. Hingga aku memahami seperti apa sistem pertemanan disana.

"Ini Facebook itu, Hes." Eva berseru saat kami membuka halaman portal Facebook di warnet.

Aku manggut-manggut, kami duduk di sebuah kursi plastik berdua. Tak peduli seperti apa orang-orang disana melihat kami.

"Aku buat akunku dulu, Hes. Setelah itu baru kamu." Eva bergumam, menjelajahi halaman Facebook. Syaratnya pun ia penuhi, membuat alamat E-mail lebih dulu. Aku hanya melihatnya, memperhatikan dengan teliti.

Setelah Eva selesai, giliranku yang memegang mouse dan keyboard komputer, membuat akun E-mail dan Facebook-ku sendiri. Kamudian kami berteman dan menambahkan akun teman-teman lain untuk berteman dengan kami di Facebook.

Awalnya aku sering bersama Eva ke warnet berdua untuk membuka akun Facebook kami. Eva suka sekali membuat status Facebook tak jelas, sementara aku tidak terlalu suka dengan hal itu. Dari awalnya selalu dengan Eva membuka Facebook, hingga akhirnya aku mencuri-curi kesempatan ke warnet seorang diri. Aku bermain Facebook sendiri, mencari nama Muhammad Arsyad di kolom pencarian.

Namun ada banyak nama serupa aku temukan. Aku periksa foto profilnya satu persatu, tidak ada satupun foto Bang Arsyad. Aku tak menyerah, mencari langsung nama Bang Arsyad di kolom pencarian internet. Namun tetap saja, ada beberapa orang yang muncul dan tidak ada satupun foto Bang Arsyad aku temukan.

Sering kali aku mencobanya, berpikir positif, mungkin Bang Arsyad belum punya akun Facebook. Jika aku mencarinya besok, bisa saja akan ketemu jika Bang Arsyad sudah membuat akunnya. Tapi tetap saja, berkali-kali aku mencarinya hingga lulus SMA, akun Facebook Bang Arsyad tak kunjung aku temukan. Jika ada cara lain untuk menemukannya, pasti kucoba, namun sayang, aku tidak menemukan cara yang lebih baik.

Aku lulus SMA dengan nilai terbaik di sekolah, hasil ketekunan dan keuletanku belajar selama ini. Aku bisa lulus di kampus ternama negara ini di Jakarta. Ayah dan Ibu bangganya bukan main. Namaku di elu-elukan kepada seluruh kampung dan kenalan mereka. Sekolah pun juga memuji-muji diriku. Itu kali pertama ada siswa mereka yang lulus di kampus almameter kuning. Setelah sebelumnya Bang Arsyad juga lulus disana, tapi tak mengambilnya sama sekali. Ini suatu kebanggaan untukku, bisa menyamai prestasi Bang Arsyad.

***

Juni 2011, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menapaki kakiku di Jakarta. Aku tinggal di rumah bibiku selama kuliah. Awalnya cukup berat jauh dari Ayah dan Ibu. Tapi Mereka dan Kak Hana selalu menyemangatiku. Namun bukan mereka yang membuatku kuat, adalah Bang Arsyad yang seakan menjadi obsesi bagiku. Perasaanku semakin menggunung, rindu itu seakan tidak bisa kutahan. Aku menyesuaikan diri di Jakarta dengan cepat. Mengenali banyak tempat, dengan jalan yang bersimpang-simpang membuatku sering tersesat. Tapi aku tak menyerah, setiap sudut kota kutelusuri untuk menemukan jejak Bang Arsyad.

Tentang Rasa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang