Pengakuan Eva

48 7 0
                                    


"Lalu Bang Arsyad gimana? Kamu tidak punya perasaan lagi dengannya?" tanya Eva yang membuatku menggigit bibir.

"A-aku." Lidahku terasa kelu, "aku sudah menerima pinangan itu, Va."

Air mataku lolos tanpa bisa kutahan, pipiku menghangat oleh air bening itu.

Eva mengembuskan nafas berat, mengusap bahuku dengan lembut. "Kamu mau mendengar ceritaku tentang Bang Arsyad, Hes?" tanya Eva.

Aku kaget mendengar ucapan Eva barusan, dadaku terasa tersentak, teras rumah mertua Eva lengang sejenak. Kami saling tatap. Sesaat kemudian ia tersenyum.

"Aku tahu kamu pasti ingin mendengarkannya." Eva bergumam, memperbaiki posisi duduknya.

"Tunggu, Va. Kamu kenal dengan Bang Arsyad? Setahuku dulu saat SMA kamu sama sekali tidak tahu tentang dia. Kamu cuma tahu namanya dariku." Aku menahan tangan Eva.

Dia tertawa tipis, "Kamu sudah tahu kalau dia selalu pulang sekali sebulan ke sini, kan?"

Aku mengangguk pelan, aku mendengarnya sendiri saat di warung Mak Eti tadi.

"Dan kamu seharusnya juga tahu jika Bang Arsyad dan suamiku saling mengenal," lanjut Eva dengan senyuman tipis.

Aku melihat Eva penuh selidik, dahiku berkerut, menuntut penjelasan. Dia kemudian mengusap tanganku lagi. Membuat jantungku berdebar tak karuan, apalagi ini?

"Kamu tahu, Hes. Tahun lalu suamiku di-PHK kantornya. Dia cari kerja ke sana ke mari seperti yang aku ceritakan kepada kamu saat kita video call-an beberapa kali. Sulit mencari kerja, Hes. Suamiku menganggur lama. Hingga hari itu kami memutuskan untuk kembali ke sini, menenangkan diri dan mencari kerja lain. Saat itulah aku mengenal Bang Arsyad dari suamiku." Eva menjeda kalimatnya sebentar, melepaskan tangannya yang mengusapku tadi.

"Saat itu kebetulan Bang Arsyad mencari orang untuk mengurus sawahnya yang sudah ia tebus gadainya. Suamiku menawarkan diri dan sampai sekarang ia yang menggarap sawah milik Bang Arsyad."

"Tunggu, Va." Aku memotong penjelasan Eva, "bukannya kamu bilang kalau suamimu kerja di sawah mertuamu?" Aku menuntut penjelasan lebih.

Eva mengembuskan nafas berat lagi, merapikan anak rambut di dahi. "Aku bohong, Hes. Sawah mertuaku sudah digarap iparku sejak lama, dia tinggal di kampung ini juga, buat rumah baru dengan keluarganya."

Aku menelan ludah, hatiku terasa gemetar, tak percaya jika Eva membohongiku. Oh, Tuhan, apa lagi ini? Kenapa Eva membohongiku? apalagi ini tentang Bang Arsyad.

"Aku tidak bisa mengatakan kalau suamiku kerja di sawah Bang Arsyad, Hes. Bang Arsyad sendiri yang memintanya agar kamu tidak tahu dulu kalau dia sering ke sini. Dia bilang kalau dia tidak ingin mengganggu karirmu yang sedang bagus di Jakarta."

Aku menggeleng tak percaya mendengarnya, "I-ini tidak benar, Va."

Eva memegang tanganku lagi, "Biarkan aku cerita semuanya dulu, Hes. Agar kamu tahu tentang Bang Arsyad sebenarnya."

Aku menarik nafas panjang, menenangkan diriku untuk mendengar penjelasan Eva lagi. Eva kembali mengusap tanganku, menguatkanku untuk mendengar ceritanya lagi.

"Aku sebenarnya kaget saat suamiku bilang kalau nama temannya itu Arsyad. Sore itu saat dia pulang dari Padang, aku datang ke rumahnya. Berbicara langsung dengannya. Dia kaget saat aku menyebut namamu dan menceritakan seperti apa kamu selama ini mencarinya. Dia merasa bersalah karena membuatmu sampai seperti itu mencarinya, Hes. Tapi dia bilang itu tak masalah, karena pendidikanmu juga sampai S2 dan kerja di perusahaan besar dengan karir yang sangat bagus. Saat itu dia memintaku agar tidak bercerita apa-apa sama kamu, dia tidak ingin menjadi penghalang karirmu, Hes." Eva menjeda lagi penjelasannya untuk menarik nafas, ia melempar pandangan pada bunga-bunga bugenvil yang indah di halaman rumah mertuanya itu.

Tentang Rasa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang