BAB 3

42 15 84
                                    

"Gue ke toilet dulu." Fanny berdiri dari kursinya dan pergi melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi.

Ia memilih untuk pergi ke kamar mandi saja karena tidak tahan berada di sana terus-menerus melihat Gavin yang memandangi Luna sejak tadi.

Mau marah ke Gavin, tapi ia tidak punya hak untuk memarahinya, memangnya siapa dirinya ini?

"Udah kali liatin Luna nya," celetuk Arya membuat Gavin kembali fokus ke makanannya.

"Fanny ke mana?" tanya Gavin setelah sadar saat melihat Fanny tidak ada di kursi.

"Ke toilet," jawab Ezra yang sudah selesai makan.

Arya meminum es teh manisnya sebelum berbicara, "Mangkanya jangan sibuk ngeliatin Luna aja."

"Ngomong-ngomong, kok lo bisa tau kalo dia namanya Luna?" Gavin meletakkan sendoknya di atas piring.

"Gue tau dari Bagas," jawab Arya dan kembali melanjutkan acara makannya.

"Dia murid pertukaran dari sekolah Taman Siswa," sambung Arya setelah menelan makanan yang ada di dalam mulutnya.

Gavin menganggukkan kepalanya, ia sekali lagi memandangi Luna dari jauh. Kalau Luna dibandingkan dengan perempuan yang sejauh ini ia temui, Luna adalah yang terunik.

Matanya yang sendu itu membuat Gavin terpesona. Siapapun yang menatap kedua bola mata Luna, pasti akan merasa damai.

Suaranya yang lembut juga membuat Gavin terpesona, ditambah senyum manisnya. Ia menduga bahwa Luna pasti memiliki hati yang baik.

Namun, yang membuat Gavin terkejut, yaitu tingkah Luna yang seperti anak kecil. Tadi pagi ia melihat Luna yang berjalan sambil melompat-lompat kecil.

Gavin sempat berpikir apakah ada jiwa seorang anak kecil yang terperangkap di tubuh Luna?

Selain itu, Luna ceria dan mudah bergaul. Buktinya sekarang di kantin ia sudah mengobrol sambil bercanda dengan murid lainnya.

Berbeda dengan Gavin, waktu dulu ia sangat pendiam. Sekarang juga pendiam, tapi tidak separah saat awal masuk SMA.

"Oh iya!" Arya menepuk jidatnya dengan telapak tangannya, "Gue sampe lupa mau ngomongin masalah pentas seni sama Fanny," celetuk Arya, membuat Gavin dan Ezra terkejut.

"Yaudah lo tungguin aja, nanti juga Fanny balik lagi, makanannya aja belum abis tuh," ucap Gavin melihat mie ayam milik Fanny masih tersisa setengah.

Ezra bangun dari duduknya, "Kayanya percuma deh nungguin Fanny. Mending kita langsung ke kelas aja," ajak Ezra memasukkan ponselnya ke dalam saku.

Gavin dan Arya merasa heran, tetapi mereka berdua menyetujui perkataan Ezra, lalu mereka pun pergi menuju ke kelas.

Setiba di kelas, Gavin, Ezra dan Arya malah melihat Fanny yang sedang asyik menggosip bersama teman-teman sekelasnya.

"Bener apa kata lo Zra, dia gak akan balik ke kantin buat abisin mie ayamnya," ucap Arya sambil melihat Fanny yang sedang tertawa bersama teman-temannya.

Gavin, Ezra dan Arya sangat mengenal Fanny, karena mereka sudah bersahabatan sejak kecil.

Biasanya Fanny tidak akan pernah pergi begitu saja tanpa menghabiskan makanannya. Namun, ternyata Fanny pergi dan berakhir menggosip di kelas.

"Woi! Fanny," panggil Arya yang membuat Fanny menolehkan kepalanya ke Arya.

"Apa?" jawab Fanny dengan malas, ia tau siapa yang memanggilnya.

"Tadi gue abis rapat OSIS langsung ke ruangan kepala sekolah, terus beliau kepengen lu yang nanganin semua persiapan pentas senin tahun ini," jelas Arya.

Diary FannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang