BAB 19

27 3 35
                                    

"Kak Gavin dari mana aja?! Kok lama banget?" Meskipun balon-balon ini diberikan sama anak kecil, tetap saja itu tidak mengurangi rasa takut pada diri Luna.

Gavin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil meminta maaf pada Luna yang berada tepat di hadapannya.

"Kak Gavin liat! Luna tadi dikasih balon banyak sama anak-anak di taman selama Kak Gavin gak ada. Luna takut kalo ini perbuatan orang gak baik," ujar Luna sambil menatap takut pada balon-balon yang berada digenggaman nya.

Hampir saja Gavin tertawa ketika mendengar ocehan Luna, "Mereka semua gak jahat kok, Luna. Jadi, kamu gak perlu takut," Gavin mencoba menenangkan gadis di depannya.

"Terus ini mau digimanain balonnya?" Luna memandang Gavin untuk menunggu jawaban. Ia bingung mau diapakan 5 balon tersebut.

"Coba kamu peletusin balon yang terakhir," jawab Gavin yang tersenyum saat melihat raut kebingungan di wajah Luna.

"Tapi ... Luna gak tau yang mana balon yang terakhir," ujar Luna dengan nada murung. Tidak mungkin kan ia ingat yang mana balon terakhirnya, apalagi kelima balon ini warnanya sama.

"Yaudah kalo gitu di peletusin aja semuanya," Gavin kembali memberikan saran dan langsung diikuti oleh Luna tanpa merasa curiga.

Gavin melihat Luna mulai melepaskan jepit rambut yang ia kenakan. Ia menusuk balon tersebut dengan ujung jepit rambutnya yang runcing. Luna agak sedikit terkejut saat mendengar suara duar dari balon yang meletus. Ekspresi terkejutnya membuat Gavin gemas.

Sampai pada balon ke 3 ia baru menyadari kalau ada benda di dalam balon tersebut. Luna memperhatikan dengan seksama benda apa yang ada di dalam balonnya.

Setelah dilihat-lihat, ternyata itu adalah sebuah kalung dan karena rasa penasaran yang amat tinggi, akhirnya ia meletuskan balon terakhir.

Untungnya Gavin langsung memfokuskan pandangannya pada kalung yang melompat keluar dari dalam balon sampai jatuh ke rerumputan di taman.

Gavin memungut kalung tersebut dan menunjukkannya pada Luna. Kalung emas putih dengan liontin bulan yang sangat cantik membuat Luna ingin memiliki kalung tersebut.

"Kalungnya cantik," ujar Luna spontan dengan matanya yang masih memandang kagum pada kalung tersebut.

Gavin menganggukkan kepalanya, "Sama kaya kamu," Luna memutuskan pandangannya pada kalung dan sekarang beralih menatap mata Gavin dengan semburat merah muda di kedua pipinya.

"Bisa balik badan sebentar?" Luna bingung dengan kejadian ini, tetapi ia tetap membalikkan badannya.

Seketika kalung dengan liontin bulan sudah berada di depan wajahnya hingga turun ke leher dan sekarang kalung itu menetap di sana. Gavin mengenakan kalung liontin bulannya kepada Luna.

Luna memutarkan kembali badannya menghadap ke arah Gavin dengan menggenggam liontin bulan pada kalung yang baru saja dipasang ke lehernya.

"Kak Gavin ... Ini maksudnya ...." Luna mulai mengerti dengan apa yang terjadi padanya saat ini, tetapi ia takut kalau dirinya hanya berharap lebih.

"Aku jatuh cinta sama kamu Luna, sejak pertama kali kita ketemu di lapangan sekolah," Luna tertegun ketika mendengar ucapan Gavin.

Saat mengatakan hal itu sambil menatap kedua bola mata Luna, ia kembali mengingat-ingat saat dirinya dan Luna bertemu untuk pertama kalinya.

Waktu itu Luna yang datang terlebih dahulu menghampiri Gavin untuk bertanya di mana letak ruang guru. Kemudian ia yang terpesona dengan mata sendu milik Luna dan senyumannya yang lembut mampu membuatnya jadi jatuh cinta dengan Luna.

Diary FannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang