The Last son of Emperor.

973 103 9
                                    

Beberapa bulan kemudian...

“Ssst! Jangan berisik bodoh! Kau bisa membangunkannya.” Bisik sang tertua.

“Tapi dia menggemaskan, kak. Ah sial, aku tidak tahan untuk tidak menciuminyaa.” Ucap Tian. Ia memandang gemas pada adik kecilnya yang tengah meringkuk di ranjang yang besarnya dua kali lipat dari tubuh kecilnya. Masih tertutupi kelambu dan diiringi musik kecil.

Taehyung tidak tidur di satu kamar milik sendiri. Melainkan ia tidur di kamar sang ayah. Yoongi hanya akan memindahkan si kecil ke ranjangnya sendiri pada saat ia—terpaksa—harus kerja di pagi hari. Karena di ranjang si kecil sudah dipasangi pagar pada pinggiran ranjangnya agar tidak jatuh.

Sekarang, dua dari tiga kakak beradik itu tengah memperhatikan si kecil yang belum bangun padahal waktu sarapan sudah lewat. Sang Ayah yang berpesan, “jangan bangunkan baby jika ia belum bangun sendiri.”. Begitulah, karenanya Reas selaku kakak tertua memperingati Tian agar tidak berisik dan berakhir membuat Taehyung terbangun.

Ah, ya. Sebenarnya Taehyung sudah memiliki panggilannya sendiri. Jian, itu namanya. Taehyung Yyujian Aaltonion. Haruskah kita memanggil si kecil dengan begitu juga? Kurasa harus.

.

.

.

Trang! Tring! Klontang!

Ian mengatur nafasnya. Ia baru saja selesai berlatih pedang. Sebagai komandan prajurit di kekaisaran, Ian haruslah mahir pada teknik bela diri dan juga apapun, termasuk pedang. Belum ada seorang pun yang dapat mengalahkan kemampuannya dalam berpedang selain sang Ayah.

Terbukti, ia baru saja menghempaskan pedang milik lawannya—prajurit kekaisaran—yang kini tengah berlutut yang berarti ia kalah.

“Sudah cukup. Aku akan kembali. Bereskan.” Ucap Ian singkat. Lalu melenggang begitu saja tanpa memperdulikan sekitar. Ia menatap dingin pada siapapun. Hingga ia mendengar suara tawa yang sangat ia kenali.

“Kak Ian, tolong! Ji di kejar monster! Hihihi,”

baby Jian.

Dengan segera ia meraih adik kecilnya itu. Menoleh pada pelayan yang tengah membawa piring berisikan makanan, sepertinya milik Jian.

Pelayan—laki laki—tadi mengatur nafasnya. “Salam Naga kekaisaran, semoga selalu terlindungi,” Membungkuk pada sang Pangeran di hadapannya. “Maaf sebelumnya Yang Mulia Pangeran, saya ingin menyuapi Yang Mulia kecil untuk makan siang serta sarapannya, tapi baru beberapa suap, Yang Mulia kecil sudah berlari.”

Ian mengangguk. “Kemarikan.” Perintahnya pada pelayan tersebut. Pelayan tersebut mengerti lalu memberikan piring yang ia pegang pada Pangeran ketiga kekaisaran. “Pergilah.” Akhirnya pelayan tersebut membungkuk pamit dan pergi dari sana.

Baby, kenapa berlari, hm?” Ia membawa adik kecilnya itu untuk masuk ke kamar. Kemudian mendudukkan Jian pada sofa empuk di sana.

“Makanannya tidak enak kakak. Ji tidak suka. Rasanya membuat Ji ingin muntah.” Keluh Jian pada sang kakak. Ian yang mendengar itu lantas mengeraskan rahangnya. Sial, pelayan tadi berani-beraninya memberi Jian makanan basi. Tidak bisa di biarkan. Ia akan memenggal kepala pelayan itu dan mengumpulkan seluruh pelayan istana beserta koki yang membuat makanan.

“Fo.” Panggilnya pada asisten pribadinya.

“Ya, Yang Mulia Pangeran, saya siap menerima perintah.” Fo berlutut pada tuannya.

“Panggil kepala pelayan dan semua pelayan istana, serta kumpulkan para koki di aula. Aku akan mengumpulkan yang lain.” Ucapan itu terdengar dingin dan menghunus. Tatapan tajam dari sang pemilik suara pun tak ayal membuat Fo sedikit bergetar. Akhirnya ia mengangguk dan pamit untuk melaksanakan tugasnya.

Bub, wanna see the show?” Ian kembali menggendong Jian. Ia akan mengumpulkan ayah serta para kakaknya.

Show? Kita akan lihat pertunjukan, kak? Really?! Leggoooo!” Tidak tahan, Ian akhirnya mengecupi pipi tembam sang adik. Membuat sang empu pipi tertawa karena geli.









Tbc

Kiw ayangiee😻😻

Cakep amat nama Taehyung jadi Jian, lucuu.

Udah ah segitu dulu, besok mau up Elzha.

Byebye!

Little! Taetae ><Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang