d e l a p a n

74 13 10
                                        

Hi. Welcome back!
Maaf ya, aku gak bisa basa-basi hihi

Langsung aja baca!

***

Inges membiarkan dirinya terhanyut pada kumpulan angka-angka di depannya. Setidaknya, berhadapan dengan angka-angka itu lebih baik ketimbang membiarkan otaknya memikirkan si Kodok yang bodoh itu.

Intinya, Inges tidak mau ketularan bodoh.

Berbeda dengan isi kepalanya, sekitar lima persen-hatinya Inges mempertanyakan sikapnya yang agak aneh. Tapi dia meyakinkan kalau hal itu karena rasa kemanusiaan, sebangsat-bangsat dirinya, Inges tetap menyadari kodrat dirinya sebagai manusia yang harus peduli dengan kaum sesamanya.

Namun, sejak kapan Inges menjadi manusia yang mempunyai rasa peduli kepada orang yang bahkan dia baru kenal belum genap beberapa hari?

Aneh memang.

Geng Prima masih belum berhenti menaruh perhatian pada Inges dengan tatapan yang menyiratkan penuh permusuhan sejak kejadian itu. Well, para kuman itu mungkin berpikiran berhasil mengintimidasinya karena sejak pagi Inges terlihat tidak bersemangat. Tidak tahu saja kalau Inges sedang diare, makaknya agak seperti manusia kurang gizi-lemas.

Kocak memang.

Guru matematika sudah menyarankan Inges untuk beristirahat saja di UKS, hal yang membuat teman-teman dikelas menatapnya dengan tidak suka ditambah provokasi dari para manusia kuman itu menambah suasana kelas agak sedikit panas ya. Apalagi Inges yang menolak tawaran itu seperti memperjelas kalau-Inges itu adalah orang sombong, padahal dia menolak dengan alasan menghadapi puluhan soal itu lebih baik. Inges sadar, saat ini pikirannya sensitive mengenai Tama si bodoh itu. Karena kalau dia menerima tawaran guru matematika, beristirahat sama saja dengan meluangkan waktu untuk memikirkan Tama.

Tama.

Tama.

Dan, Tama.

Cowok itu pintar sekali mempengaruhi Inges. Sebab, kenyataannya sampai saat ini, Inges tidak benar-benar bisa mengusir cowok itu dari pikirannya. Ada banyak hal mengapa Inges tidak bisa melakukan hal itu, salah satunya dengan satu pertanyaan sama sejak kemarin.

Benarkah Tama itu mafia yang menyamar menjadi siswa?

Guru pamit sehabis menawari Inges untuk beristirahat tadi, yang setelahnya diakhiri dengan beberapa siulan yang jelas sekali ditujukan untuknya. Sayang sekali, Inges tidak tertarik untuk sekedar melihat mereka. Karena setelah menyelesaikan soal di papan, Inges menelungkupkan kepalanya di atas meja bersiap untuk tidur. Sampai kemudian, sebuah percakapan terdengar olehnya.

"Lo bilang apa tadi?"

"Gue bilang gue cari Kak Inges."

"Sebelum lo nyari, lo pastiin dulu itu orang mana, siapa, dan mukaknya kayak gimana."

"Maksudnya apa ya kak? Setahu gue yang namanya Inges di sekolah ini cuman ya di kelas ini doang."

"Sebelumnya asal lo tahu, selama gue jadi ketua kelas disini golongan murid yang berani nyamperin Inges cuman satu-yaitu golongan manusia-manusia yang diberi rahmat Tuhan sifat-sifat sedikit hewan, alias pemberani dan tidak tahu malu."

"Gue masih nggak paham Kak."

"Intinya adalah, lo nggak salah orang kan?"

"Nggak."

"Lo udah riset orang yang lo cari?"

"Intinya, Kak Ingesnya ada atau nggak sih Kak? Dari tadi ngoceh mulu tuh lambe."

Pangeran KodokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang