t u j u h

103 17 3
                                    

Hi Guys!!

Maaf banget telat up, persiapan masuk kuliah.

***

"Non Inges, lain kali jangan ikut lari kejar copetnya, jadi jatuh begini. Pak Nadir kan bisa bantu laporkan ke polisi, ketimbang harus jadi begini."

Malam ini, Inges dibantu oleh Mbak Nanih mengobati kembali lukanya. Dia menatap dompetnya yang sejak pulang masih tergeletak di atas nakas dekat tempat tidur. Tidak ada yang kurang, atau tidak ada yang berpindah tempat.

"Copet biasanya nyopet karena apa?"

"Ya karena uang lah Non, ngapain capek-capek nyopet cuman buat latihan lari?"

Inges membenarkan dalam hati. Lantas dia menyudahi dan membiarkan dirinya mengambil sisa pekerjaan Mbak Nanih. Tidak melanjutkan untuk menuntaskan pikiran aneh yang baru saja menggerogotinya karena memang badannya yang terasa pegal-pegal membuat Inges tidak banyak berpikir hari ini.

***

Sebagai anak emas guru-guru, Inges harus merelakan dirinya membawa setumpuk kertas sendirian seperti hari ini setelah dia balik dari ruang guru. Inges tidak suka bagian ini. Intinya, tidak ada orang yang suka disuruh-suruh.

Melewati koridor yang sepi, berjalan disana benar-benar memperlihatkan seberapa sendiriannya seorang Inges. Dari depan wajahnya akan terlihat jutek, tapi dari belakang hanya murid perempuan yang menyedihkan. Walaupun kenyataannya, Inges mempunyai kebiasaan memelototi murid-murid yang dengan terang-terangan menatapnya. Hanya dia lakukan ketika sedang mood saja. Sedikit konyol memang, tapi Inges pernah bermimpi punya kekuatan laser dari matanya.

Kalau bisa lupakan ya, terlalu memalukan soalnya.

Hari ini Inges bertemu Tama lagi, di depannya. Cuman Inges yang menyadari sebab Tama berjalan dengan satu arah ke depan sepertinya. Tama yang sekarang seperti Tama pada umumnya. Maksudnya, dia terlihat culun, lemah, dan bodoh.

Jadi pertanyaannya: ada berapa Tama?

Inges sadar kalau dia kini sedang mengikuti kemana arah Tama melangkah. Mengikuti rasa penasaran dihatinya seperti, saat ini Tama yang mana sedang berjalan? Karena di pikirannya, ada banyak versi Tama.

Tama di UKS.

Tama di bangunan kosong itu.

"Jangan ikut."

Kalimat Tama yang mengejutkan Inges sebab terucap tanpa dia duga sebelumnya kalau Tama akan berbalik begitu cepat di tengah lamunannya. Kulitnya yang cokelat terlihat mengkilat di bagian wajahnya oleh keringat. Tama hanya mengucapkan hal itu tanpa peduli reaksi yang Inges berikan.

"Selain bodoh, lo juga geer banget ya jadi cowok," seru Inges karena langkah Tama sudah semakin jauh bersamaan dengan bibirnya yang mencebik kesal.

Pada akhirnya, Inges mengerti arti dan maksud kalimat Tama saat menemukan Baron dan dua orang cowok bersamanya. Inges sempat terkejut yang dalam sekejap dia sembunyikan di balik wajah datarnya. Ada tatapan tidak suka di wajah Baron melihatnya dengan Tama datang secara bersamaan. Mungkin sekarang dipikiran Baron ada banyak hal mengena spekulasi tentangnya dan Tama, walaupun begitu apa Baron pikir Inges akan peduli? Oh tentu tidak.

"Rokok gue?"

Tama merogoh sakunya, mengeluarkan satu bungkus rokok berwarna putih dan menyerahkannya langsung pada Baron.

"Eh Inges, mau ikut ngerokok juga?" Seorang cowok menawarkannya, sebab Inges masih tetap berdiri disana.

"Cewek lo tawarin Lis, mending jatah rokok lo bagi ke gue," celetuk cowok yang satunya.

Cowok yang dipanggil Lis merenggut ke arahnya. "Sekali lagi lo panggil gue Lis, gue masukkin nih rokok semuanya ke dalam mulut lo. Nama gue Wilis ya bangsat! Lo mau gue panggil Ayu juga?"

Inges tidak memperdulikan sesi debat yang dilakukan dua makhluk di depannya. Inges bahkan lupa mengenai setumpuk kertas di kedua tangannya. Entah kenapa, akhir-akhir ini Tama selalu membuatnya tertarik. Ibaratnya, Tama yang semula mirip jamet tiktok kenapa kini mempunyai aura agak berbeda ya.

"Asbaknya lo bawa?" Baron menatap pada Tama yang berdiri di hadapannya.

Sementara Tama memberikan gelengan, Baron menggerakan tangannya seperti menyuruh Tama untuk mendekat. Hal lainnya yang tidak Inges kira akan dilakukan cowok bodoh itu adalah mengadahkan tangannya disana sebagai pengganti asbak untuk ketiga orang cowok itu.

Tolong sebutkan manusia paling bodoh di dunia ini selain dia agar Inges tidak perlu melakukan sesuatu padanya. Namun, tiga kali berpikir nama-nama itu, Inges tidak menemukannya. Maka dari itu tanpa berkata apapun, Inges mengangkat kakinya dan mendaratkannya pada Tama.

Hanya dua cowok aneh itu yang memberikan tatapan terkejut pada Inges. Baron seperti sudah menduga, sementara Tama seperti tidak peduli.

"Bodoh," maki Inges.

Baron terkekeh pelan, "Ya, dia emang bodoh. Dan lo baru sadar?"

Inges mengerutkan keningnya.

"Kita nggak boleh sampe ngetahuan ngerokok disini, jadi berdiri dan tadahin tangan lo lagi," titah Baron.

Begitu Tama menegakkan tubuhnya, disaat itu juga Inges kembali mengangat kakinya. "Berhenti jadi bodoh!" serunya disertasi nada desisan disana.

Tama kembali terjatuh membuat dua makhluk yang melihatnya membulatkan matanya tidak menyangka kalau tenaga Inges sekuat itu menendang Tama. Cowok bernama Wilis menatap Inges tanpa kedip, lalu dia mengeluarkan tepuk tangan.

"Kodok lo buat anak Tranx malu, masa cuman ditendang cewek lo udah jatuh?" ejek Wilis.

"Emang apa sih yang bisa dibanggain sama Kodok? Mending lo angkat lagi tangan lo, seenggaknya lo keliatan berguna dikit sebagai manusia." Cowok yang tadi dipanggil dengan sebutan 'Ayu' justru menatap Tama dengan kesal.

"Binatang," bisik Inges.

Tama seperti tuli, apa perlu Inges mengeluarkan jurus maut sakti mantra guna? Tolong saja ya, kepada Tama kalau ingin bertingkah bodoh jangan lakukan dihadapannya. Maka kalau memang Tama tidak mendengarnya terus-terusan jangan salahkan kalau kepalan tangan itu mendarat di kepala dua makhluk itu.

"Cewek sialan!"

"Apa-apaan sih lo!"

Inges tidak perduli pada teriakan mereka. Dia hanya menatap Tama, lalu berkata, "Lo tolol, bego, bodoh. Kalau mau ngeliatin kebodohan lo itu, jangan di depan gue bangsat!"

"Mau lo apa sih? Nggak usah ngatur orang yang emang udah bodoh dari lahir. Percuma tau nggak sih."

Inges menatap Baron dengan sengit. "Kalok dia bodoh, terus lo lo semua ini apa? Lemah ya? Cuman bisa nindas orang bodoh?"

Baron terlihat tidak suka. "Gue cuman mau nunjukkin ke lo, seberapa bodohnya cowok ini. Biar lo nyesel."

Inges mendekatkan dirinya pada Tama. Dia menatap jijik secara terang-terangan kepadanya. "Entah lo pura-pura atau nggak, tapi apa yang lo lakuin itu menjijikan tau nggak sebagai cowok."

Setidaknya meski nantinya suatu saat Tama akan membencinya perkara ucapan kasar yang dia lontarkan. Ya, Inges tidak peduli lah. Cowok modelan Tama memang perlu disadarkan sekali-kali. Sejenis manusia bodoh yang kesadaran otaknya sudah di bawah rata-rata.

Kasihan juga, apa Tama punya bpjs? Inges mau menyarakannya sekali saja ke Psikologi, siapa tau dia sudah di cuci otaknya oleh Baron.

Kalau memang medis tidak bisa bertindak, dukun siap Inges bayarkan.

TBC

Thans!

Pangeran KodokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang