Hi! Aku pengen tahu, yang baca disini nemuin cerita Tama darimana aja btw?
***
Perihal kejadian dulu, Prima and the gang masih memusuhi Inges dalam kurung garis keras. Para cewek itu sejak olahraga tadi berusaha membuatnya tidak nyaman, entah itu menyenggolnya, atau lebih parah mencekal kakinya sampai membuatnya terjungkal dan berakhir di tertawakan anak kelas.
Inges sama sekali tidak malu, tidak semudah itu juga! Selepas jam olahraga selesai, dia menunggu di titik serangnya. Kemudian dengan sengajak dia menginjak sebuah genangan air saat Prima dan dua dayangnya itu melewatinya, maka percikan air itu mengenai ketiganya. Menciptakan teriakan melengking di tepi lapangan sekolah.
"Diam!" bentak Inges sembari melotot, dan anehnya mereka langsung patuh. Entah karena kaget olehnya, atau karena pelototan yang dia berikan.
Apa mereka tidak belajar dari kasus Olin dan Lili yang disiram kuah bakso olehnya? Inges juga bisa melakukan hal yang sama kalau-kalau ada kuah bakso disekitar radarnya. Ketiganya kemudian kabur kocar-kacir dengan penuh kekesalan.
Dua dayang Prima itu hanya berani waktu bersama bosnya saja. Lihat saja, kalau Inges bertemu salah satunya sendirian, maka mereka akan bermain peran menjadi manusia polos tanpa dosa.
Jam olahraga diberi istirahat tiga puluh menit saja dan akan langsung diganti jam matematika. Waktu yang diberikan Inges gunakan mengganti pakaian di toilet. Maka dari itu, kini dia sudah berada disana. Toilet tidak begitu sepi, ada beberapa teman kelasnya di dalam bilik. Dia menunggu di depan wastafel sembari membasuh wajah.
Mendadak kantung kemihnya terasa full. Buru-buru memasuki bilik untuk menuntaskan hajatnya. Tidak terpikir olehnya kalau keluar dari sana, barang-barang yang dia tinggalkan di wastafel kini sudah lenyap tak berbekas.
Inges menghampiri seorang cewek yang tengah membasuh tangannya. "Lo liat tas kuning berisi seragam nggak disini?" Sambil menunjuk tepat di titik dia melepaskan tasnya tadi.
Cewek dengan pita di kepalanya itu menggeleng sekilas, acuh tak acuh dengan pertanyaan Inges. "Gue nggak liat," jawabnya seadanya.
Tapi Inges tidak percaya. Dia bahkan belum pipis! Hanya memasuki bilik selama tiga puluh detik, lalu keluar ketika menyadari barangnya ketinggalan. Dan cewek dengan pita menyebalkan itu tidak bisa membohonginya.
"Lo jangan bohong sama gue," Inges memperingati.
Cewek itu mengangkat bahunya pertanda dia tidak peduli. "Kenapa lo maksa banget buat gue bilang iya? Jangan-"
"Karena lo ada di depan pintu sejak tadi. Jawab aja pertanyaan gue, atau gue samperin lo pulang sekolah nanti."
Inges benar-benar kesal. Dia tidak mungkin ke kelas lalu belajar menggunakan seragam olahraga yang apek dan bau ini. Meskipun guru mungkin akan memakluminya. Namun tidak dengan dirinya. Tidak akan memaklumi kondisi seragam yang sudah seharusnya tergantikan ini.
Cewek itu tetap tidak peduli, dia melongos begitu saja padahal Inges yakin dia tahu siapa pelakunya. Tidak ada yang menyangka di toilet yang untungnya sedang sepi ini, Inges mencengkram kerah seragam cewek itu lalo memojokkannya ke tembok. Cukup mudah untuk dilakukan setelah melihat tinggi Inges lebih dari dia.
"Nggak usah bohong, ancaman gue juga ngga main-main. Bisa aja sekarang gue cekik lo sampai pingan disini, paling hukumannya cuman di skors tiga hari." Dengan bisikan bagai syaiton di telinganya, Inges melanjutkan kembali. "Jadi pilih mana, kasih tau gue siapa pelakunya atau pilih pingsan disini?"
Pilihan yang agaknya mengenaskan. Tidakkah Inges iba sedikit saja? Cewek itu bahkan sudah pucat pasi tak terbendung. Bibirnya mangap-mangap secara dramatis, padahal Inges tidak begitu kuat mencengkramnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Kodok
Teen FictionSejak fotonya dalam keadaan mabuk tersebar seantero sekolah, Inges menjadi buah bibir paling hangat di SMA Ancangan. Sebenarnya masalah utamanya bukan karena dia mabuk. Melainkan di dalam foto itu Inges tidak sendiri, ada seorang cowok anggota himpu...