s e b e l a s

45 8 1
                                    

Hi guys!

Tama welcome back!!

***

Inges tidak pernah semarah ini, dimana ubun-ubunnya terasa mendidih lalu tangannya terasa gatal luar biasa. Selama dua tahun berjalan waktunya di SMA Ancangan, hanya pertama kali Inges terlihat memainkan tangannya kepada si pembenci. Hanya saja, melihat mereka membawa-bawa nama keluarganya—Inges tidak suka.

Semua orang juga tahu, tidak pantas membawa keluarga ke dalam sebuah pertarungan. Itu namanya curang. Tapi, kali ini lawannya melanggar. Jadi untuk membuat semuanya menjadi adil, Inges juga melakukan pelanggaran—namun pelanggaran yang berbeda.

"Shut the fuck up!" desis Inges. Matanya menatap tajam pada sosok yang kini tengah tergeletak mengenaskan di lantai kantin dengan badan yang dipenuhi oleh kuah bakso.

Sekalian saja, sebelum menyiraminya Inges menuangkan sambel dan saus sebanyak-banyaknya. Itu mendefinisikan seberapa marahnya dia.

Cewek yang baru saja Inges siram dengan kuah bakso—Olin. Dan Lili seperti biasa berada di sampingnya. Membantu membersihkan kuah bakso berwarna merah yang menempel di kepalanya.

"Kalau emang bukan, lo tinggal bantah. Tindakan lo itu malah memperjelas rumor yang beredar bukan?" jelas Lili.

Lili tidak paham bagaimana peraturannya. Jelasnya, mereka melanggar dan Inges cuman membalas saja. Tapi lihat, bagaimana Olin dan Lili berperan sebagai korban yang paling tersakiti. Dan di dalam kantin, semua melihatnya—hanya di bagian dimana Inges menyiram Olin, lalu semua melihatnya sebagai pelaku utama. Sekali lihat tanpa mau tahu, semua orang disana menyimpulkan dia yang bersalah. Terlihat jelas dari semua yang mulai berbisik-bisik seraya menunjuk ke arahnya.

"Peraturan pertama, jangan sebut nama." Inges mengucapkannya sembari mengambil langkah untuk lebih dekat kepada keduanya. "Dan yang kedua, berhenti urusin hidup gue. Jangan bertingkah seolah kehidupan kalian adalah kehidupan yang paling sempurna selama ini."

Inges ingin mengakhiri semuanya. Jadi dia berniat untuk pergi setelah dia menyelesaikan kalimatnya. Tapi, Inges lupa—menghadapi dua kuyang itu dengan cepet tidak semudah itu.

"Punya orang tua yang lengkap adalah salah satu kesempurnaan hidup."

Inges mengabaikan segala yang membuat hatinya sakit. Seperti, Papi sudah sempurna untuknya. Dan mereka hanya berusaha untuk mengecohkan dirinya. Mereka hanya iri dengan kehidupannya yang dilimpahi keberuntungan.

Pembenci akan selalu mencari celah. Dan tidak seharusnya Inges sakit hati. Sekali lagi, Inges berusaha untuk mengabaikannya. Maka dari itu dia memberikan senyum miring untuk Olin dan Lili. Untuk menunjukkan kalau mereka tidak akan bisa menjatuhkannya.

Sama sekali.

***

Inges tidak bisa berpura-pura untuk tidak menyadari kalau sejak tadi pagi ada seseorang yang terus mengamatinya. Hanya melihat, itupun dia tidak malu atau sekedar memalingkan wajahnya begitu Inges menangkap basah dirinya.

Sejak tadi dirinya hanya termenung di dalam UKS setelah mengganti bajunya yang sedikit terkena cipratan dengan seragam bersih. Semua orang yang sakit menutup tirai mereka masing-masing. Selain agak segan dengannya, tapi posisi Tama yang mengintip di balik jendela UKS memang cukup menakutkan. Dengan postur badan besar dan kulitnya yang kecoklatan sudah cukup membuat orang yang masuk kaget ketakutan.

Mirip dedemit loh, bedanya ini yang versi good looking.

Itulah mengapa Inges mengatakan kalau ada orang yang tidak malu meskipun sudah tertangkap basa olehnya. Apa Tama tidak bisa melihatnya secara sembunyi-sembunyi saja? Bukan dengan terang-terangan berdiri di jendela dengan menghadap ke arahnya!

Pangeran KodokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang