Prolog

324 19 0
                                    

Hi:)

***

Club mewah ini terlalu besar untuk SMA Ancangan. Jelasnya Inges terlalu mudah untuk terlihat bagi anggota Tranx yang sudah memburunya sejak mobilnya sampai di parkiran club ini. Terutama Baron sang ketua yang memang sudah menatapnya lapar dari kejauhan, apalagi sekarang Inges memakai gaun dengan belahan paha panjang hampir menembus pinggulnya.

Sayangnya Baron sedang terjebak pada permainan bocah di depan meja bartender. Sesekali matanya juga melirik pada Inges yang duduk di sebrangnya—yang sayangnya pula sangat jauh untuk dijangkaunya. Mungkin sekitar lima menit lagi dia akan datang, setelah kerumunan anggota Tranx sudah sedikit demi sedikit menjauhi kerumunan.

Tapi, yang menjadi perhatian besar Inges sejak tadi adalah cowok berjaket kulit hitam yang mondar-mandir. Entah itu menuangkan minuman, atau mengambil gelas sisa dari tangan orang-orang itu. Jelas Inges mengenalnya, murid Ancangan menyebutnya si Pangeran Kodok dari nama aslinya—Pangeran Aditama. Mereka menyebutnya begitu karena dia terkenal bodoh, daripada diikutsertakan dalam tawuran dan acara penting anggota mereka, cowok itu lebih sering bertugas membawa tas-tas anggota Tranx dan berjaga motor.

Alasan lainnya yang Inges ketahui adalah bagian dimana kulitnya yang gelap—seperti menambah gelaran Kodok itu semakin pas disematkan untuknya. Padahal bagi Inges mereka seharusnya iri daripada menganggungkan Baron si ketua yang berkulit cerah khas bule.

Dia seksi, dan Inges sering tanpa sadar mengakui hal itu.

Sayangnya hanya satu, dia bodoh dan mudah untuk di manipulasi.

"Lo jangan kemana-mana Nges, jangan nambah beban gue dan yang lainnya deh. Hukuman Baron kali ini nggak main-main, dia bakalan mogok traktir anak Tranx kalok lo lolos dari penglihatannya," ungkap Jay—teman Baron yang entah kapan sudah berdiri di samping Inges. "Lo Cuma tinggal berperan sebagai cewek manis dan penurut, apa susahnya cobak?"

"Gue ngantuk."

"Really? Ini masih terlalu awal buat lo pergi, kalok nggak sanggup seharusnya nggak usah datang. Lo nyusahin banget." Dengan sinis Jay menjawab, cowok itu memang tidak pernah menyembunyikan rasa tidak sukanya pada Inges.

Inges tertawa sarkas, membalas dengan senyum miringnya. "Seharusnya gue yang ngomong—really? Sampai kapan lo dendem sama gue Jay soal olimpiade matematika. Bukannya sadar diri lo kemampuan matematika lo rendah, malah mencak-mencak nggak jelas."

"Anjing lo," umpat Jay pelan. Menandaskan segelas alkohol di tangannya. "Pokoknya lo tetap disini, gue nggak mau tahu Inges. Sekali-kali jangan nyusahin jadi cewek dong, gue nggak tahu apa yang Baron suka dari cewek sombong kayak lo."

"Yang jelas, gue bukan cewek kayak pacar lo yang kerjaannya sana sini mau," balas Inges. Dan detik setelah dia menyelesaikan kalimatnya—Jay berlalu dengan wajah memerah padam.

***

Inges benar-benar mengantuk. Atau ini efek dari minuman yang dibawa oleh Baron tadi. Entahlah, karena setelahnya Inges hanya diam mendengar celotehan Baron di sampingnya dengan tangan memanjang pada sandaran sofa di belakang punggungnya. Bau alkohol memang menyeruak jelas, Inges tidak bisa membedakan itu dari tubuh Baron atau aroma club yang semakin berisik.

"Inges astagaa, mau gue anter pulang?" tawar Baron saat menyadari tubuh Inges yang sedikit limbung ke arahnya. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Baron mendaratkan tangannya di pundak cewek itu.

"Gue masih sadar, nggak usah pegang-pegang," ketus Inges.

Inges terlalu mahal, tapi Baron justru menyukai hal itu. Ini hanya sementara sampai cewek ini benar-benar berhasil Baron genggam. Perlu sedikit waktu, baginya Inges hanya sedang beradaptasi lebih dulu. Apalagi Baron adalah ketua Tranx yang pesonanya tidak bisa dilewatkan oleh para gadis-gadis. Mungkin Inges sedang sedikit bersandiwara mengenai perasaannya padanya—itu anggapan Baron setiap duduk bersama Inges.

Pangeran KodokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang